Entah berapa episode sudah Nasya dan Sagara habiskan dari tontonan drama Korea. Sejak tadi kedua remaja itu tengah asyik menonton tayangan drama melalui laptop milik Sagara. Tentu saja semua itu melalui perdebatan yang cukup panjang. Sagara tidak mau menonton drama Korea, sedangkan Nasya ngotot ingin menontonnya. Sebagai pacar yang baik hati, pada akhirnya Sagara memilih untuk mengalah.
Nasya mencomot keripik kentang yang berada di atas meja. Ia melirik ke arah Sagara yang sejak tadi terdiam di sampingnya dengan pandangan tertuju pada layar laptop, tampak fokus menonton tanpa mengeluarkan suara. Nasya memiringkan kepalanya untuk memeriksa apa maksud dari raut datar yang tergambar di wajah Sagara saat ini. Apakah lelaki itu menikmati drama yang mereka tonton atau tidak?
“Kenapa?” tanya Sagara tanpa menatap Nasya. Melalui ekor matanya, ia dapat melihat kalau sejak tadi sang pacar terus menatap ke arahnya.
“Kak Gara suka dramanya nggak?”
“Enggak.”
Nasya mengernyit. “Lah, kalau nggak suka kenapa diam aja? Kita udah nonton berjam-jam loh.”
“Gue ngikutin mau lo aja,” ujar Sagara seraya mencomot keripik kentang yang sekarang berada di pangkuan Nasya.
“Padahal gue udah pilihin yang genre action. Biasanya cowok suka tontonan yang ada adegan berantemnya.”
“Nggak semua cowok suka,” sahut Sagara masih dengan menatap layar laptop.
“Oalah,” sahut Nasya masih dengan menatap Sagara. Ia mulai mengabaikan tayangan drama di laptop. “Terus lo sukanya nonton film apa?”
Dengan asumsi kalau Nasya akan terus melempar pertanyaan bukannya kembali fokus menonton, Sagara pun menjeda tayangan drama di laptopnya. Ia kini menatap Nasya sepenuhnya. “Gue jarang nonton film, kadang kalau nonton tayangan kartun di tv.”
“Kalau gitu lo sukanya ngapain?”
“Baca manga.”
Nasya mengangguk-angguk ketika mendapatkan fakta baru tentang Sagara. “Jadi lo wibu?” simpulnya.
“Hm?” kedua alis Sagara terangkat, kemudian ia menggeleng. “Enggak. Gue nggak secandu itu sampai bisa disebut wibu.”
Nasya ber“oh” ria. Ia ingin kembali berbicara, namun tiba-tiba ia merasakan kalau udara begitu panas. Baru ia sadari kalau keringat menetes di lehernya. Tangannya terulur untuk mengambil ikat rambut yang berada di dalam tas. Setelah mendapatkan ikat rambut, ia mulai menyatukan seluruh helai rambutnya dan mengikatnya tinggi-tinggi. Ia tidak tahu kalau Sagara terus memperhatikannya tanpa berkedip.
“Gue mau nanya lagi, Kak,” ujar Nasya setelah selesai mengikat rambutnya.
Tatapan lekat dari Sagara yang pertama kali disadari oleh Nasya ketika ia kembali menatap sang pacar. Mengernyit bingung, ia lantas melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Sagara, tetapi lelaki itu masih saja terdiam menatapnya.“Kak Gara!”
Suara lantang dari Nasya berhasil menyadarkan Sagara. Lelaki itu berdehem singkat, kemudian dengan gerakan cepat tangannya terulur untuk menarik ikat rambut Nasya hingga rambut panjang gadis itu kembali terurai.
“Kak Gara ngapain?! Sini balikin!” kesal Nasya dengan mata melotot.
Sagara menggeleng tegas sembari menyimpan ikat rambut Nasya ke dalam saku celananya. “Nggak usah diikat rambutnya.”
“Emang kenapa sih? Panas banget tahu.”
“Jelek.”
Satu kata yang diucapkan Sagara berhasil membuat Nasya melongo tak percaya. Baru kali ini ada yang mengatainya jelek secara blak-blakan. Tiba-tiba teringat sesuatu, ia menyunggingkan senyum jahil selama dua detik. “Tapi kata Devan bagus kok kalau rambut gue diikat.”
KAMU SEDANG MEMBACA
His Future (TAMAT)
Teen Fiction"Jauh-jauh dari gue, atau gue bakal cium lo sekarang." Kalimat itulah yang dilontarkan oleh Sagara kepada Nasya--adik kelas yang tiba-tiba mendekatinya. * Masa depan. Hal yang tidak dapat diketahui oleh manusia, tidak dapat ditebak, dan tidak dapat...