Pelukan Sagara pada Nasya mengerat. Sedangkan Nasya, gadis itu terdiam kaku bak patung saking kagetnya. Setelah berhasil menetralkan keterkejutannya, tangan Nasya terulur lantas balas memeluk Sagara.
“Kak … ” panggil Nasya dengan lirih. Gadis itu ingin bertanya apa yang terjadi kepada Sagara, tetapi saat melihat kalau lelaki itu terus menangis membuat Nasya mengurungkan niatnya.
Tangisan Sagara berhenti diikuti dengan pelukan lelaki itu yang mengendur. Kedua tangannya yang memeluk Nasya terkulai dan tiba-tiba tubuhnya terasa lemas. Mata Sagara terpejam perlahan, tiba-tiba lelaki itu jatuh pingsan.
“Kak!” pekik Nasya sembari menopang tubuh Sagara yang begitu berat. Gadis itu menggigit bibirnya dengan raut panik. “Bang Arhan! Tolongin!”
Arhan yang saat itu tengah membaca buku di ruang tengah pun terlonjak kaget ketika mendengar teriakan Nasya. Khawatir sesuatu yang buruk terjadi kepada adiknya, lelaki itu pun bergegas bangkit dan berlari keluar rumah.
“Na, lo kenap—” perkataan Arhan langsung terhenti saat melihat Nasya tengah kesulitan menopang tubuh seseorang. “Sagara. Kok bisa—”
“Tanya entar aja, bantuin gue bawa dia ke dalam,” sela Nasya.
Tanpa berbasa-basi, Arhan mengangguk. Lelaki itu meraih tubuh Sagara lantas menggendongnya. Ia kemudian membawa tubuh basah Sagara ke dalam kamarnya dan meletakkan lelaki itu di atas kasur.
Nasya mengekori Arhan dengan raut cemas yang tidak dapat ditutup-tutupi. “Bang, Kak Gara pingsan. Gimana?”
“Gue bakal gantiin bajunya, lo tolong buatin teh hangat dan ambilin minyak kayu putih,” ujar Arhan. Pandangannya lantas tertuju pada baju basah yang dikenakan Nasya. “Lo juga, ganti baju dulu.”
“Oke,” jawab Nasya dengan cepat.
Dengan langkah terburu-buru, Nasya beranjak menuju kamarnya. Gadis itu terdiam sejenak menatap ke arah jaket yang ia kenakan. Untung saja ia mengenakan jaket panjang, jadilah saat tadi Sagara memeluknya kulit mereka tidak bersentuhan. Lagi-lagi, ia masih belum siap kalau harus kembali mendapatkan penglihatan tentang masa depan Sagara.
Nasya melepas pakaiannya yang basah dan menggantinya dengan kaos panjang serta celana pendek. Selesai dengan urusannya, gadis itu mengambil minyak kayu putih miliknya lantas melangkah menuju dapur untuk membuat teh hangat sesuai ucapan Arhan. Dengan teh hangat dan minyak kayu putih di tangan, ia beranjak menuju kamar Arhan. Gadis itu terdiam di balik pintu kamar yang masih tertutup. “Bang, belum selesai?” tanyanya.
“Udah! Masuk aja!” sahut Arhan dari dalam sana.
Nasya menarik kenop pintu, membuka pintu kamar kakaknya. Gadis itu mendekat ke arah ranjang lantas menyerahkan barang yang diminta sang kakak. “Nih, Bang.”
Arhan mengambil minyak kayu putih dari tangan Nasya. Lelaki itu telihat tak kalah cemasnya dari Nasya. Sekarang ia sungguh menyesal pernah membenci Sagara dan menuduh lelaki itu yang bukan-bukan. Ketika melihat keadaan Sagara saat ini, sepertinya lelaki itu mempunyai masalah yang cukup serius. Bahkan, dalam penglihatan Nasya saja lelaki itu hendak dibunuh bukan?
Sembari memperhatikan Arhan yang tengah mengoleskan minyak kayu putih ke tubuh Sagara, Nasya beranjak duduk di tepi ranjang. Dadanya mendadak terasa sesak melihat wajah pucat Sagara, apalagi tangisan lelaki itu beberapa saat yang lalu terdengar pilu seolah menunjukkan betapa terlukanya ia.
Pandangan mata Nasya tertuju pada pipi Sagara yang menampakkan bekas merah. Gadis itu menautkan alis selama beberapa detik tampak berpikir. Ketika menyadari sesuatu, ia sontak terbelalak. Jangan bilang Sagara ditampar oleh seseorang? Apakah lelaki itu baru saja mengalami kekerasan? Memikirkan hal tersebut membuat darah Nasya mendidih seketika. Siapa orang yang tega menyakiti Sagara?
KAMU SEDANG MEMBACA
His Future (TAMAT)
Teen Fiction"Jauh-jauh dari gue, atau gue bakal cium lo sekarang." Kalimat itulah yang dilontarkan oleh Sagara kepada Nasya--adik kelas yang tiba-tiba mendekatinya. * Masa depan. Hal yang tidak dapat diketahui oleh manusia, tidak dapat ditebak, dan tidak dapat...