Dikarenakan sengaja mencari makanan yang cukup jauh dari rumah sakit tempat Sagara dirawat, Nasya pun kembali tiga jam setelahnya. Begitu memasuki kamar rawat inap Sagara, ia terdiam ketika melihat Arhan tengah terlelap di sofa panjang, menyisakan Sagara yang tengah duduk di ranjang rumah sakit dengan punggung yang menyandar ke sandaran ranjang. Tangan Sagara tengah sibuk bermain ponsel, bahkan saking sibuknya sampai tidak menyadari keberadaannya.
Nasya mendengkus. Setengah mati ia khawatir dengan keadaan Sagara dan sekarang lelaki itu terlihat amat santai. Sebenarnya apa yang ada di dalam isi kepala Sagara? Ia jadi ingin membedahnya. Sembari menahan perasaan kesal, dengan sengaja ia melangkah sambil mengetuk kakinya ke lantai agar Sagara menyadari kehadirannya. Ternyata tindakannya berhasil karena kini Sagara beralih menatapnya.
"Nasya. Lo udah balik?" tanya Sagara seraya meletakkan ponsel ke atas nakas.
Nasya memilih diam. Dengan memasang wajah datar, gadis itu melangkah mendekat ke arah Sagara lantas meletakkan sekantung keresek berisi makanan di atas nakas. "Bubur sama buah, dimakan," ucapnya singkat tanpa menatap Sagara.
Ketika Nasya hendak berbalik, dengan cepat Sagara meraih pergelangan tangan gadis itu dan menggenggamnya kuat. "Lo marah?"
Nasya menghela napas singkat. Ia kini menatap tepat ke dalam bola mata Sagara. Sorot matanya yang berubah tajam membuat Sagara tertegun melihatnya. Sepertinya Sagara tahu kalau saat ini kekasihnya benar-benar marah padanya.
"Menurut lo?" sahut Nasya, kemudian berusaha melepaskan tangan Sagara yang masih menggenggam pergelangan tangannya. Sayangnya, Sagara malah semakin mengeratkan genggamannya. "Lepas, Kak."
"Nggak," tolak Sagara.
Helaan napas lelah keluar dari mulut Nasya. "Mau lo apa?"
"Maafin gue," ujar Sagara dengan raut memohon.
Nasya memalingkan wajahnya ketika melihat raut wajah Sagara yang nyaris membuatnya goyah. "Apa kalau gue maafin lo, bisa lo janji buat nggak ngelakuin tindakan bodoh lagi?"
Mulut Sagara terbuka lantas tertutup kembali. Ia terlihat tak sanggup menjawab pertanyaan Nasya.
"Nggak bisa jawab kan? Kalau gitu, lepas," ucap Nasya dengan tegas.
Sagara menggeleng. "Kenapa lo harus marah sama gue?"
Tepat saat itulah Nasya kembali menatap Sagara. Beberapa detik kemudian gadis itu menundukkan kepalanya. "Gue marah sama diri gue sendiri, bukan sama lo. Lo tahu? Gue bahkan nggak sanggup natap muka lo lama-lama, bikin gue semakin ngerasa bersalah." Ia terdiam sejenak sebelum mendongak untuk kembali menatap Sagara. "Lepasin tangan lo, please."
Sagara tampak tertegun mendengar ucapan Nasya. Matanya kini memancar tajam ke arah Nasya, tanpa meminta persetujuan sang pacar ia menarik kedua tangan gadis itu dengan kuat hingga terdorong ke depan dan kepalanya terjatuh di dada bidang Sagara.
"Kak!" pekik Nasya dengan mata membuat. Ketika ia hendak menjauh, Sagara malah memeluknya dengan cepat.
"Sorry, gue salah. Pikiran gue benar-benar kacau waktu itu," tutur Sagara sembari mengeratkan pelukannya pada Nasya.
Nasya menggigit bibirnya. Posisinya saat ini sungguh tidak nyaman, tetapi ia ingin segera mendengar kelanjutan ucapan Sagara. "Apa yang lo pikirin?"
Hening selama beberapa detik sebelum Sagara melepas pelukannya pada Nasya. Ia menatap gadis itu dari jarak dekat. Tangannya terulur, lantas mengelus surai panjang Nasya dengan hati-hati seolah itu adalah benda rapuh. "Banyak yang gue pikirin."
"Salah satunya?"
Gerakan tangan Sagara yang tengah mengelus rambut Nasya terhenti. Lelaki itu memaku pandangannya pada bola mata Nasya. "Ketakutan."
KAMU SEDANG MEMBACA
His Future (TAMAT)
Novela Juvenil"Jauh-jauh dari gue, atau gue bakal cium lo sekarang." Kalimat itulah yang dilontarkan oleh Sagara kepada Nasya--adik kelas yang tiba-tiba mendekatinya. * Masa depan. Hal yang tidak dapat diketahui oleh manusia, tidak dapat ditebak, dan tidak dapat...