Satu bulan kemudian.
Nasya menyedot teh kotak di tangannya. Punggungnya bersandar pada sandaran bangku panjang. Saat ini ia tengah berada di halaman belakang rumah sembari mencari ketenangan. Sudah satu bulan lamanya ia melakukan rutinitas seperti ini.
Pandangan Nasya lurus ke depan, mengamati pohon mangga yang menjulang tinggi di sana. Tatapan matanya lantas tertuju kepada burung-burung yang tengah membuat sarang di pohon. Tak berselang lama, satu burung terbang, mengepakkan sayapnya dengan indah menuju langit di atas sana.
"Na."
Tanpa menoleh ke belakang, Nasya sudah tahu siapa yang memanggilnya. "Kenapa?" sahutnya.
Arhan terdiam di belakang Nasya. Pandangan mata lelaki itu turun ke arah teh kotak yang berada di sebelah Nasya. Helaan napas panjang keluar dari mulutnya. Lelaki itu paham betul mengapa adiknya belakangan ini menjadi pecinta teh kotak, karena siapa lagi kalau bukan Sagara?
"Lagi ngapain?" tanya Arhan sembari beranjak duduk di sebelah Nasya.
Tak ada jawaban dari Nasya. Fokus gadis itu kini tertuju pada langit keemasan di ufuk barat, menandakan bahwa sang mentari akan segera kembali ke peraduannya.
Salah satu bagian di dalam sana terasa sakit jika Arhan melihat Nasya yang belakangan ini lebih banyak diam. Tampak merenung, sendirian, dan jarang tersenyum. "Na, gue nggak tahu pantas atau enggak ngomong begini. Gue mau lo relain kepergian-"
"Tahu," potong Nasya dengan cepat. Ia menoleh ke samping untuk menatap sang kakak. "Gue udah relain, Bang."
Bola mata Arhan membesar, lelaki itu tampak tertegun.
"Baru-baru ini gue sadar sama satu hal. Takdir tentang hidup dan mati seseorang nggak bisa diubah, itu udah kuasa Tuhan." Nasya terlihat tenang saat mengucapkannya, namun jauh di dalam lubuk hatinya, ia masih menyimpan luka.
Sering Nasya bertanya-tanya, dapatkah ia mengubah takdir Sagara? Pada akhirnya, ia mendapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut. Penyebab kematian seseorang mungkin bisa berbeda, tetapi umur kematian seseorang tidak akan bisa berubah, tetap ada kuasa Tuhan di dalamnya.
Seharusnya Nasya sudah siap akan hal ini. Berkali-kali ia melihat masa depan Sagara yang mana lelaki itu berakhir dengan kematian. Dari hal tersebut sudah menjelaskan kalau lelaki itu memang akan pergi untuk selamanya. Tentu saja ia tidak bisa mengubahnya.
Kedua mata Nasya terpejam, menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya. Perlahan, sudut bibir gadis itu terangkat. Senyum yang selama satu bulan ini tidak tampak, akhirnya terlihat kembali menghiasi wajahnya. Namun, tak berselang lama tetes air mata mengalir dari kedua matanya yang masih tertutup.
"Na," panggil Arhan dengan sorot kaget.
"Hm?"
"Lo nggak apa-apa?"
Nasya mengangguk. Ia membuka kedua matanya lantas mengelap sisa air matanya. Senyum masih menghiasi wajahnya. Ia percaya kalau Sagara sudah bahagia di atas sana, bertemu dengan ayah dan ibunya. Bukankah dalam penglihatan terakhirnya, Sagara terlihat begitu tampan dengan balutan kemeja putih? Belum lagi padang bunga yang menghiasinya. Dadanya menghangat ketika mengingat hal tersebut.
"Bang," panggil Nasya seraya beranjak berdiri.
"Ya? Lo mau ke mana?" heran Arhan, lelaki itu juga turut berdiri.
"Main."
"Hah?"
Nasya menoleh ke arah Arhan dengan senyum lebar. "Temenin gue main, yuk!"
Tanpa menunggu jawaban Arhan, Nasya sudah lebih dulu menarik tangan sang kakak dan membawanya keluar rumah.
"Kalau suatu saat nanti lo kehilangan seseorang yang berharga, jangan sedih terlalu lama."
Sagara benar, Nasya tidak seharusnya bersedih terlalu lama. Ia harus melanjutkan hidup dengan bahagia, sebagaimana Sagara yang pastinya sudah bahagia bersama ibu dan ayahnya di atas sana. Apapun yang terjadi, hidup harus terus berlanjut. Tentunya ia tidak akan pernah melupakan Sagara, akan ia berikan lelaki itu tempat tersendiri di hatinya.
T A M A T
Gue berusaha buat supaya akhirnya nggak sedih (semoga aja enggak).
Oke. Mari kita bahas beberapa hal.
Selain fantasi-Nasya yang bisa ngelihat masa depan-di cerita ini sebenarnya gue juga ngangkat tema "takdir", dan justru tema itulah yang lebih ditonjolin.
Ngomongin soal Sagara, dia berkali-kali harusnya ngalamin kematian. Waktu dia dicekik dan digantung, termasuk percobaan bunuh diri dengan minum pil, seharusnya di situ dia udah mati. Cuma karena Nasya udah ngasih tahu dan dia ikut campur, jadi ada beberapa yang berubah dan nggak kejadian. Penyebab kematian bisa beda, tapi kematian akan tetep terjadi.
Sebenernya dari awal cerita ini dibuat, gue udah bikin alur yang nantinya bakal mengarah ke kematian Sagara. Nasya di sini cuma sebagai penunjuk, Sagara lah yang jadi pusatnya.
Semoga ada hal positif yang bisa diambil dari cerita ini. Gue mau ngasih semangat ke siapapun itu yang ngerasa hidupnya berat, stres, depresi, atau punya mental illness. Percaya deh, segalanya akan indah di waktu yang tepat. Kuncinya, sabar dan jalani dengan seyum. Gue yakin, Tuhan nggak jahat sama kalian, justru Tuhan sayang sama kalian dengan ngasih cobaan itu. Kalau kalian berhasil melalui cobaan itu, pasti hadiah dari Tuhan bakal indah banget di akhir. Jadi, semangat!
Maaf kalau ada yang kecewa sama endingnya, gue harap cerita ini akan tetap menghibur. Kalau mau baca yang happy-happy plus baper, bisa cek karya gue yang lain.
Thx buat yang udah ngikutin cerita ini sampai akhir💋
"Jangan lupa tersenyum dan bersyukur hari ini"-Ai, pacar Park Jae-Hyung.
***
Author's Note New: Rencana mau bikin sekuel tentang Nasya dan cowok lain.
Alurnya udah tersusun. Cowoknya akan lebih sat set dari Sagara (menurut gue Sagara cenderung lambat)😌
Coming soon sekuelnya: His Hug (dipublish tanggal 5/6 Januari 2023, sorry ngaret ya. Ditunggu😁)
Jangan hapus dulu cerita ini dari perpustakaan/daftar bacaan kalian ya, karena akan ada sekuel😉
Follow:
Instagram: ainjae133
Wattpad: ainamardhiyyah31 & ainjae
KAMU SEDANG MEMBACA
His Future (TAMAT)
Teen Fiction"Jauh-jauh dari gue, atau gue bakal cium lo sekarang." Kalimat itulah yang dilontarkan oleh Sagara kepada Nasya--adik kelas yang tiba-tiba mendekatinya. * Masa depan. Hal yang tidak dapat diketahui oleh manusia, tidak dapat ditebak, dan tidak dapat...