Bab 14 - Teman Baru

18.3K 1.9K 34
                                    

Arhan melirik Nasya sesekali. Adiknya itu terdiam sejak makan malam dimulai. Wajah Nasya yang menyiratkan kalau gadis itu masih marah kepada Arhan membuat lelaki itu mengurungkan niatnya yang ingin membuka pembicaraan.

Ketika melihat sang adik telah menyelesaikan makan malamnya dan beranjak menuju kamar, Arhan pun bergegas meminum air putih dan mengikuti Nasya. Sebelum sang adik memasuki kamarnya, Arhan lebih dulu menarik Nasya dan membawa gadis itu menuju halaman belakang rumah.

“Ngapain lo?” tanya Nasya dengan sorot kesal.

Arhan tak menjawab, lelaki itu mendudukkan adiknya di bangku kayu yang berada di sana diikuti oleh dirinya yang duduk di sebelah Nasya. “Gue … minta maaf,” cicitnya kepada Nasya.

Dengkusan terdengar dari Nasya. “Minta maaf ke gue? Lo nggak salah?”

“Salah. Gue harusnya minta maaf sama Sagara. Gue tahu kelakuan gue udah nggak benar, semarah apapun seharusnya gue nggak pukul orang seenaknya.” Setelah berhasil berpikir jernih beberapa jam yang lalu, Arhan menyadari kalau ia memang salah, tidak seharusnya ia melakukan kekerasan fisik kepada Sagara, padahal semuanya bisa dibicarakan baik-baik.

Nasya tampak tertegun. Awalnya ia berniat untuk mengomeli Arhan di sini, namun mendengar kakaknya mengakui kesalahannya membuat Nasya mengurungkan niatnya. Ternyata Arhan bisa berpikir dewasa juga, buktinya ia mengakui kalau dirinya bersalah.

“Na, lo maafin gue?” Arhan bertanya sembari menatap sang adik.

“Karena ini pertama kalinya, akan gue maafin. Tapi, kalau lo berbuat hal yang sama ke Kak Sagara untuk kedua kalinya, gue nggak akan semudah itu maafin lo, Bang,” tutur Nasya dengan sorot tegas.

“Boleh gue tahu alasannya?” Sejujurnya Arhan penasaran dengan hal ini cukup lama. Mengapa adiknya begitu nekat untuk mendekati Sagara? Mengapa adiknya berpihak kepada Sagara? Ya, Arhan tahu kalau Nasya pernah bercerita bahwa ia melihat masa depan Sagara dan ada dirinya di sana. Namun, masa depan seperti apa yang Nasya lihat sampai gadis itu membela Sagara?

“Bukannya gue udah pernah cerita?”

“Ceritain ke gue semuanya secara detail. Gue harus tahu alasan yang sebenarnya kenapa lo deketin Sagara, mihak Sagara, dan kelihatan percaya sama dia.”

“Lo mau tahu alasan yang sebenarnya?”

Arhan mengangguk mantap.

Nasya menarik napas sejenak. “Kak Sagara … dia mau bunuh diri.”

Arhan terbelalak. Namun, di detik selanjutnya suara tawa menyembur dari mulut lelaki itu. Ia tampak tak percaya dengan ucapan Nasya. “Lo serius? Cowok yang kelihatan berandal kayak gitu mau bunuh diri? Yang ada mungkin dia bunuh orang.”

“Gue udah dua kali lihat masa depan dia, selalu keliatan kalau Kak Sagara mau bunuh diri. Di penglihatan gue, dia kayak udah capek hidup, entah apa alasannya.” Nasya menjeda kalimatnya selama beberapa detik. “Beberapa hari yang lalu Kak Sagara ngaku sendiri ke gue kalau dia emang pernah berniat ngakhirin hidupnya.”

Kali ini Arhan benar-benar terkejut, ia bungkam. Tak pernah sama sekali ia menyangka lelaki seperti Sagara yang tampak sebagai pencari masalah ternyata pernah berniat mengakhiri hidupnya.

“Apa aja yang lo lihat dari masa depan Sagara?” tanya Arhan setelah berhasil menetralkan keterkejutannya.

“Yang pertama, gue lihat dia bunuh diri dengan minum banyak pil, gue nggak tahu itu pil apa. Yang kedua, gue lihat dia kecelakaan dan pasrah, nggak mau ditolong karena mau mati aja.” Nasya menghela napas, kemudian menatap sang kakak sepenuhnya. “Lo tahu, Bang? Di penglihatan gue, Kak Sagara keliatan nyedihin banget, sampai sakit hati gue kalau ingat. Seolah-olah dia menderita dan nggak ada yang sayang sama dia di dunia ini.”

His Future (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang