C25

505 44 18
                                    

"Mbok, Mbak aku berangkat", kataku seperti biasa saat hendak pergi sekolah.

""Iya non hati-hati"".

Dengan langkah lesu aku berjalan keluar rumah menuju area depan,
"Hoammm", menguap beberapa kali karena terasa masih mengantuk( °᷄д°᷅ ), kemarin aku pulang hampir malam gara-gara membantu kak Reza dan sialnya lagi ada tugas untuk hari ini jadi sampai larut malam aku berusaha mengerjakannya.

Meskipun begitu tugas itu masih bisa diselesaikan, biasanya saat disekolah menengah aku selalu menyalin tugas dari temanku Bagas, setelah berada di universitas aku agak sedikit malu untuk melakukan itu, bahkan mungkin tidak akan pernah lagi, yah karena ini bukan lagi masanya, sekarang aku harus bertindak lebih dewasa dan mandiri( ̄ω ̄) .

Setelah beberapa langkah, didepan terlihat sebuah mobil sedan hitam terparkir didepan gerbang, pemiliknya bersandar disamping mobil.

Jika dilihat dengan baik, posturnya yang tinggi dan juga atletis, ditambah tampangnya yang yah lumayan, dia terlihat seperti model saat berpose bersandar sambil tangannya dimasukkan kedalam saku celana, kupikir dia sangat keren(●__●) , tapi jangan salah paham oke,  ini hanyalah apresiasi dari teman ummm mungkin bahkan dengan sedikit rasa iri.

"Hai", sapaku ketika mendekat.

Dia melirik ke arahku,
"Oh, hai Rei" jawabnya.

"Sungguh, kau tidak harus menungguku setiap hari", dia selalu ada didepan gerbang setiap aku hendak berangkat, entah dari jam berapa dia kesini.

"Aku banyak waktu luang", dia menjawab sambil tersenyum.

Umm yah tidak apa-apa jika seperti itu┐(゚~゚)┌ ,
"Hanya saja, jangan terlalu memaksakan diri, aku tidak ingin terlalu merepotkan".

"Aish, tentu saja tidak....", dia mengulurkan salah satu tangannya mengacak-acak rambutku lalu masuk kedalam mobil setelah puas,
"Ayo kamu juga masuk".

"Muuu, padahal dibutuhkan waktu untuk merapikannya( ̄ー ̄) ", aku membereskan rambut dengan cemberut, tapi masih tetap masuk kedalam mobil disamping kemudi.

Dia hanya tertawa sebelum akhirnya melaju setelah aku siap, perjalanan cukup sunyi tak ada satupun yang berbicara, hingga setelah beberapa menit kemudian kami sampai ditempat biasa.

"Hah", dia menghela nafas,
"Kenapa tidak aku antar saja sampai depan", keluh Bagas.

"Kan sudah kubilang aku tidak ingin mencolok".

"Memangnya kenapa".

"Yah kau tau, bagaimana jika orang lain beranggapan...kau tau.....", aku mengaitkan kedua tangan,
"Seperti pacar", sedikit malu untuk mengatakannya (>д<).

"Bukankah itu bagus", dia berkata dengan polosnya.

Eh(・・;) ?, Bagus dari mananya,
"Mengapa itu bagus?", agak sedikit bingung.

"Yah itu...kau selalu mengeluh tentang orang-orang yang menyatakan cinta padamu, mungkin jik tau kau sudah pacaran mereka mungkin akan berhenti", usul Bagas.

Emmm kupikir itu cukup masuk akal, memang menyebalkan setiap hari menghadapinya, mejaku selalu penuh dengan surat dan setiap istirahat selalu ada orang yang memanggilku hanya untuk mendengarkan omongan puitis mereka(¬▂¬).

"Ini hanya pura-pura, bukan berarti kita beneran ber...ekhem....berpacaran", dia berbicara sedikit agak berbisik diujung sambil memalingkan muka, terlihat ujung telinganya sedikit memerah.

Kenapa dia?,
"Yah mungkin bisa saja, tapi kuharap itu tidak diperlukan, memikirkannya saja sangat menggelikan", kataku sambil keluar dari mobil,
"Kalau begitu, aku mau masuk sekolah", melirik dari kaca.

New LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang