LIMA PULUH TIGA

166 14 1
                                    

Ada yang nungguin?

Senyum dulu yuk!

Komen dan vote ya!

^HAPPY READING^

•••

Dua tahun berlalu...

Singapura


Seorang cowok berpakaian rumah sakit tengah duduk di atas brankar dengan di suapi makanan oleh seorang wanita paruh baya. Badannya nampak lebih kurus dari sebelumnya, bibirnya terlihat pucat, dan pipinya yang dulu sedikit chubby kini menjadi tirus.

"Ma, kita pulang aja ya ke Indonesia. Percuma juga di sini, Ma. Ga dapet pendonor juga." Ini sudah yang kesekian kalinya cowok itu membujuk wanita paruh baya di sampingnya agar menuruti keinginannya untuk pulang ke Indonesia.

Wanita paruh baya di sampingnya menggelengkan kepalanya, tetap pada pendiriannya untuk tidak kembali ke Indonesia sebelum mendapatkan pendonor untuk anaknya.

Pintu ruangan terbuka dan menampakkan cewek cantik berambut pirang dan seorang lelaki paruh baya yang berdiri di belakangnya. Dua orang itu masuk ke dalam ruangan itu dan berdiri di samping brankar.

"Ma, Pa," cowok itu menatap kedua orang tuanya secara bergantian, kemudian menundukkan kepalanya sebentar dengan menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Setelah itu, menatap seorang cewek di sebelahnya. "Dan... Lo, Ca."

Hening beberapa saat. Semuanya masih setia untuk mendengarkan perkataan cowok itu selanjutnya.

"Tolong bilangin ke temen lo, Ca. Kalo gue, udah siap buat jadi pendonor dia. Gue udah yakin, dan gue serius."

"Ga!" Sergah wanita paruh baya itu. "Mama ga setuju kamu jadi pendonor untuk dia. Mama ga mau kehilangan kamu."

"Ma, hidup aku juga udah ga akan lama lagi. Jadi, aku mau melakukan sesuatu hal yang sangat bermanfaat buat orang. Selama ini, aku belum bisa jadi orang yang bermanfaat untuk orang lain, bahkan untuk Mama sama Papa sendiri. Aku selalu nyusahin Mama sama Papa, kan, selama ini? Aku juga cuma jadi beban buat Mama sama Papa."

Wanita paruh baya itu meneteskan air matanya dengan isakan yang mulai terdengar. "Ga, sayang. Maafin Mama sama Papa yang selama ini selalu nyia-nyiain kamu, ga pernah menghargai semua prestasi yang kamu dapat. Mama... Bangga sama kamu, sayang."

Cowok itu tersenyum getir sembari meremas pinggangnya yang terasa amat nyeri. Dia berusaha agar tetap terlihat baik-baik saja di depan kedua orang tuanya dan cewek yang dia cintai.

"Pa... Boleh ya?" Cowok itu menatap sang papa yang sedang memijat keningnya dengan membelakanginya, tidak ingin menatap wajah putranya karena itu sangat menyakitkan untuknya.

"Arghhh, shit! Sa-kit, Ca." Erang cowok itu sudah tidak tertahankan lagi. Nafasnya kini mulai tidak teratur.

"Hey, lo harus bertahan ya. Demi gue, oke?" Cewek itu memegang erat tangan yang terdapat jarum infus itu. Wajahnya terlihat sangat mencemaskan keadaan cowok yang tengah terbaring ini.

"Gue ga tau bisa bertahan berapa lama lagi. Lo harus tau, perasaan gue ke lo ga pernah berubah dari dulu." Tangan cowok itu terasa dingin di genggaman cewek itu.

"Sayang, Mama panggilin dokter ya?"

"Ga usah, Ma." Cowok itu menghirup udara dalam-dalam berusaha untuk mengurangi rasa sakitnya. Kemudian, kembali menatap sang Papa. "Pa..."

ANUGERAH✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang