"Kita ga langsung balik Mas?" tanya Jenna ketika sadar kalau Toby tidak lagi mengemudikan mobil dengan tujuan ke rumah mereka.
Oh ngomong-ngomong setelah mengantar si kembar balik ke rumah, Toby dan Jenna langsung pergi lagi untuk menjemput dua bayi bontot di rumahnya Opa. Kan dua bayi gemas memang dititipkan di sana sewaktu mau menjemput si kembar dari airport.
"Nanti aja"
"Jangan terlalu keras ke mereka Mas" ucap Jenna, "kalau marah jangan lama-lama. Nanti mereka semakin merasa bersalah" sambung Jenna
"Kamu tau Sayang? Aku mau banget marah-marahin mereka tapi aku ga sanggup melihat muka mereka yang pada lebam gitu" cicit Toby
"Iya aku tau. Aku juga ngerasain gitu Mas. Tapi marahin anak-anak dengan silent treatment kayak tadi jangan lama-lama ya?" bujuk Jenna
"Aku merasa gagal Jen"
"Aku tanya deh Mas, kamu gagal dimananya? Kamu udah sukses mendidik mereka sampai detik ini"
"Kalau aku berhasil mereka ga akan pulang-pulang dengan keadaan babak belur gitu. Aku ga becus Jen"
"Mas, kamu nggak gagal. Kita cuma kecolongan aja" ucap Jenna, "jangan berpikir kamu gagal mendidik mereka. Kalau kamu mau ngomongin masalah kegagalan dalam mendidik anak-anak, itu harusnya aku yang bilang gitu. Aku yang gagal mendidik anak-anak, aku yang gagal sebagai Bunda mereka, bukan kamu"
"Sayang aku kan udah bilang jangan ngomong gitu" tegur Toby
"Mas ngelarang aku nyalahin diri aku sendiri tapi Mas sendiri malah nyalahin diri sendiri, kan? Apa bedanya Mas sama aku kalau gitu?"
Toby yang mendengar argumen dari Jenna cuma bisa diam tanpa berkutik. Yang dibilang Jenna itu benar. Dia selalu menegur Jenna setiap kali Jenna menyalahkan dirinya sendiri yang selalu merasa gagal, tapi kali ini dia justru dengan keras kepala untuk menyalahkan dirinya sendiri.
"Maaf"
"Jangan minta maaf ke aku. Tapi minta maaf ke diri kamu sendiri Mas"
👶🏻
Sedangkan di sisi lain Laurenzia, setelah masuk ke kamar masing-masing untuk bersih-bersih sekaligus merenung, akhirnya Abby mengajak ketiga kembarannya untuk berkumpul di ruang tengah di lantai dua rumah mereka.
Sengaja tidak mengajak ke ruang tengah di lantai satu, selain masih capek banget karena baru pada sampai dan belum sempat istirahat, ya alasan utama karena malas saja harus ke bawah. Toh di lantai dua ini Toby juga menyediakan sofa dan tv buat mereka berempat.
Enak banget ya jadi anaknya Toby. Fasilitas tidak ada yang kurang buat anak-anaknya. Semuanya lengkap banget sampai ke hal yang tidak penting juga ada di rumah mereka.
Dan tiba-tiba kalian iri minta Toby menjadikan kalian anak angkatnya Toby? Oh tidak bisa. Kalian tidak se-good looking anak-anaknya untuk menjadi bagian dari keluarga visual dan tidak sekaya raya tujuh turunan delapan tanjakan sembilan kelokannya Laurenzia.
Abby ini emang tipikal-tipikal yang harus dihujat lahir batin ikhlas dunia akhirat sih. Dia yang mengajak ketiga kembarannya buat berkumpul di ruang tengah tapi dia juga yang belum menampakkan batang hidungnya.
Elea sama Bella lagi anteng. Terlalu anteng malah. Beda lagi dengan si bontot yang sudah misuh-misuhi Abby daritadi.
"El, panggilin Abby dong" ujar Anna sambil mencolek-colek badannya Elea
"Harus gue banget?"
"Iyalah. Masa gue? Ga akan muncul seketika dia kalau gue yang panggil"
"Males Na. Bella aja noh yang panggil si Abby" ucap Elea
KAMU SEDANG MEMBACA
[iii] The Laurenzia's: Story Begin | END
Romance[Sequel Daddy of Laurenzia's Girls] Daily life keluarga Laurenzia setelah dua tahun Toby dan Jenna kembali menikah. Menyatukan dan memperbaiki kembali keluarga mereka yang pernah hancur berantakan. Dan juga kini keluarga kecil mereka telah bertambah...