PROLOG

175 100 27
                                    

Haloo semuanyaaa. Akhirnya prolog dari cerita Seperti Mimpi hadir......

Sebelum membaca jangan lupa follow dan vote yaaa, lalu komen sebanyak-banyaknya di setiap paragraf. Terimakasih

Selamat membaca😁😁😁
____________________________________

KRING~

Bel istirahat berbunyi. Kedua kaki yang dibalut sepatu sekolah hitam itu berjalan menuju kantin. Seorang siswi SMA kelas dua belas tersebut berjalan seorang diri.

“Rafera,” cowok jangkung tiba-tiba berhenti di samping gadis itu. Dion namanya.

Siswi yang bernama Rafera pun memberhentikan langkahnya. Menoleh kearah suara yang memanggilnya. “Hmm.” jawabnya dengan cuek.

“Balapan besok malam, ikut gak?”

“Nggak kayaknya.”

“Kenapa? Hadiahnya lumayan.”

Rafera menghembuskan napasnya, entah mengapa ia tidak berminat untuk ikut balapan yang biasanya selalu ia ikuti. Dengan hadiah yang menarik, dirinya juga tetap saja tidak berminat.

“Gue gak yakin nanti malam atau bahkan sore ada kesempatan untuk gue lagi atau nggak.”

🧩🧩🧩

Brak!

“Udah berapa kali gue bilang, lo itu gak pantes buat Arven!” dengan menggebrak meja kantin. Clara dan kedua sahabatnya menatap Sekar penuh dengan amarah yang meluap.

Rosa kembali menggebrak meja kantin, alih-alih membela sahabatnya yang sedang dilabrak ratu bully sekolah. “Bisa santai gak? Cuma karena cowok, lo udah gak waras ya.”

Alfinda, sahabat Clara tidak terima ketika sahabatnya disudutkan. “Gak usah ikut campur deh lo!”

“Kar, bales mereka dong! Jangan diem aja.”

Sekar hanya bisa terdiam dengan kepala yang tertunduk dalam, ketika Rosa menyuruhnya. Sungguh ia sangat takut berhadapan dengan Clara, Alfinda, dan Diana. Dulu dirinya pernah berani melawan, namun ia harus berakhir dihukum oleh guru karena kekuasaan keluarga Clara mampu mengalahkan semua kebenaran.

Dengan keberanian yang muncul sedikit di benaknya. Sekar berusaha menatap manik mata Clara dengan dalam. “Sekar janji, mulai hari ini gak akan pernah ketemu Arven lagi.”

🧩🧩🧩

Rafera dengan terpaksa pulang sekolah jalan kaki. Sebab Dion yang tadi pagi mengantarkan nya ke sekolah harus mengikuti latihan basket.

“Aishh, kalau tau pulang bakal jalan kaki. Mending tadi gue nolak aja ajakan Dion buat ke sekolah bareng, terus bawa motor sendiri.” Rafera berkacak pinggang. Berbicara sendiri seperti orang tidak waras. Untung saja di sini hanya ada orang lewat, jadi tidak ada yang menyadari kegiatannya.

Dari kejauhan, di pinggir pembatas jembatan. Seorang gadis masih mengenakan seragam sekolah menatap datar genangan air di bawah sana. Pandangannya mengikuti arus air yang entah akan mengalir sampai mana.

Awalnya Rafera yang menyadari itu hanya acuh. Namun, tak lama gadis itu berusaha naik pembatas jembatan. Tentu hal itu membuat Rafera membolakan matanya kaget.

“Wah, kayaknya mau bunuh diri tuh orang.” Rafera bergumam seraya menggelengkan kepalanya tidak percaya. “Woy neng! Jangan macem-macem!” dengan teriakan, Rafera berlari menuju gadis itu yang masih terdiam dengan pandangan kosong.

Tiba-tiba dari arah kanan, sebuah mobil dengan kecepatan tinggi melaju begitu saja dan menabrak tubuh Rafera. Jatuhnya Rafera sejauh dua meter bertepatan dengan gadis yang terjun dari pembatas jembatan.

Warga yang melihat kejadian itu segera menyelamatkan Rafera. Karena hanya Rafera yang terlihat terluka. Sedangkan gadis yang tadi terjun belum ada yang menyadarinya.

🧩🧩🧩

Bunyi dari elektrokardiograf menggema di ruang perawatan seorang anak sekolah yang selama empat hari mengalami koma akibat tenggelam. Gadis itu saat ini mulai sadar dari koma nya dan merasakan sakit dibagian kepalanya.

“Gue dimana?”

“Tangan gue kenapa putih pucat?”

Banyak sekali pertanyaan yang keluar dari mulut gadis mungil yang masih lemas di ranjang rumah sakit. Sang dokter yang menyadari itu langsung memeriksa keadaan gadis itu. “Kamu ada di rumah sakit.”

“Kok bisa dokter?”

“Empat hari yang lalu kamu ditemukan oleh pemuda yang seumuran dengan kamu di pinggir sungai. Setelah saya periksa, kamu tenggelam sekitar dua jam dan kehabisan napas. Tapi sepertinya kamu terbawa arus hingga ke tepi jadi kamu bisa bernapas dengan lancar lagi.”

“Saya, tenggelam dok? Kok bisa?”

“Sudah, sepertinya kamu jangan terlalu sering berpikir. Lebih baik kamu istirahat agar cepat pulih. Saya permisi.”

Dokter itu berjalan menuju pintu keluar ruang rawat. Namun, pintu tersebut sudah dibuka dahulu oleh wanita berumur dua puluhan yang menampilkan wajah khawatir nya. “Bagaimana keadaan Sekar dok? Adik saya kenapa bisa masuk rumah sakit?”

Sang dokter pun hanya bisa menghembuskan napasnya pelan menatap pasiennya yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Mau tidak mau dirinya harus menceritakan semuanya tentang keadaan adik dari wanita yang berdiri didepannya.

Untuk Sekar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang