CHAPTER 5

98 78 19
                                    

Chapter 5 udah ada nii. Jangan lupa vote sebelum membaca. Dan komen disetiap paragraf, biar ramee😂😂

Tim Sekar Vano mana suaranya? Spam yang banyak biar mereka bangga😀😀

Di chapter ini Rafera dibuat kesel sama emaknya Sekar, tapii akhirnya dibuat salting sama si pinter Vano. Jadi kalian baca nya pelan-pelan santai aja ya biar berasa wkwkwk

Selamat membaca🙌

________________________________

SETELAH puas jalan-jalan, Arven mengantarkan Rafera pulang karena waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Keadaan rumah Sekar juga masih sepi. Rafera akhirnya bisa bernapas lega karena ia pulang tepat waktu sebelum Ibu Sekar kembali ke rumah.

“Terima kasih ya Ar udah ajak aku jalan-jalan, pinjemin aku uang, dan jajanin ini,” ucap Rafera seraya mengangkat plastik kresek yang berisi dua bungkus nasi goreng.

“Mau mampir dulu gak Ar? Minum dulu gitu.”

“Aku langsung pulang aja.” balas Arven dengan gelengan kepala.

“Oke deh, aku masuk dulu ya,” ucap Rafera sebelum melangkah masuk ke rumah. Setelah masuk dan menutup pintu rumah, Rafera tiba-tiba senyum sendiri. Menjadi teringat apa saja kebaikan Arven.

“Kalau gini ceritanya, gue jadi bingung pilih Arven atau Vano,” ucap Rafera sedikit melantur, padahal belum tentu Arven dan Vano memiliki perasaan yang lebih ke Sekar maupun kepada Rafera seperti yang Rafera harapkan.

Sambil menunggu Ibu Sekar pulang, lebih baik Rafera makan dulu saja agar ketika Ibu Sekar pulang, Rafera bisa langsung tidur karena Rafera sedang malas mendengar ocehan Ibunya Sekar.

Rafera mengambil piring di rak piring serta sendok yang berada di ujung meja dapur, sendok-sedok itu ternyata diletakkan didalam laci kecil. Laci tersebut memiliki tiga ruang yang berisi sendok, bumbu instan, dan juga obat-obatan.

Setelah selesai menyiapkan alat makan, Rafera meletakkan bungkusan nasi goreng ke atas piring, lalu membukanya dan memulai memakannya. Rasa nasi goreng pinggir jalan tetap menjadi makanan favorit Rafera ketika tinggal bersama ayahnya hingga sekarang.

“Gue jadi kangen ayah,” ucap Rafera diselingi mengunyah nasi goreng.

Pikirannya kembali mengingat kejadian ketika ia masih tinggal bersama ayahnya. Lalu mereka berdua makan nasi goreng pinggir jalan bersama di rumah. Kejadian itu memang sudah lama, namun Rafera tidak pernah melupakannya.

“Fera, ayah udah beliin nasi goreng. Kalau sudah selesai latihannya langsung mandi baru makan ya. Ayah tungguin!” teriak Ayah Rafera dari arah ruang makan, sedangkan Rafera yang baru selesai latihan silat di teras rumahnya hanya mengangguk.

Rafera mengambil handuk dari jemuran lalu masuk ke kamar tidur untuk mengambil pakaian ganti. Setelah itu Rafera memasuki kamar mandi untuk membersihkan keringat yang masih menempel di tubuhnya.

Ayah Rafera memilih membaca koran seraya menunggu putri kesayangannya selesai mandi. Sebenarnya bisa saja ia makan duluan, namun ia memilih makan bersama dengan Rafera seperti biasanya.

Setelah sepuluh menit berlalu akhirnya Rafera menghampiri ayahnya dan ikut duduk di depan ayahnya. Ayah Rafera yang menyadari itu hanya bisa tersenyum hangat.

Mereka mulai makan bersama. Setelah tiga kali suap, Rafera menyadari nasi goreng ini sangat enak tetapi Rafera lebih suka masakan Ayahnya. “Enak banget nasi goreng nya. Tapi lebih enak lagi buatan Ayah,” ucap Rafera dengan serius.

“Tadi toko Ayah lagi ramai-ramai nya. Jadi Ayah gak sempat beli bahan makanan dan pulang cepat.”

Mendengar ucapan Ayahnya membuat Rafera merasa bersalah. “Maafin Fera. Fera gak pernah mau bantu jaga toko Ayah.” Rafera memberhentikan mengunyah nya. Matanya menatap wajah sang Ayah yang selama ini terlihat lelah selalu. Namun mau bagaimana lagi? Rafera tidak bisa membantu Ayahnya.

Untuk Sekar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang