CHAPTER 6

78 72 5
                                    

Akhirnya chapter 6 dah ada, gak nyangka aja wkwkwk.

Sebelum membaca dipastikan sudah vote ya, biar gak lupa😃

Komen sebanyak-banyaknya biar rame😁

Terima kasih dan selamat membaca👌

_____________________________________

SEKITAR lima belas menit menempuh perjalanan. Akhirnya Rafera dan Vano sampai juga di sekolah. Waktu masih menunjukkan pukul 06.10 WIB, siswa-siswi disana ada yang sudah tiba namun jumlahnya masih bisa dihitung.

Rafera turun dari motor ketika sudah masuk ke area parkir. Hal itu membuat semua pelajar yang ada disana saling berbisik, mungkin saat ini mereka berdua sedang menjadi bahan perbincangan hangat.

Jujur, Rafera sedikit risih menjadi pusat perhatian. Apalagi karena disebabkan oleh Vano, gara-gara cowok itu Rafera menjadi malu sendiri.

“Lo sih pake jemput gue segala. Jadi omongan mereka 'kan jadinya.” Rafera berbisik kepada Vano dengan lengan kanannya yang spontan menyentuh punggung cowok itu. Karena tempat berdirinya Rafera berada di belakang Vano.

Rafera terkejut ketika Vano meringis kesakitan yang membuat Rafera menjadi pusing sendiri. Gadis itu menjadi merasa bersalah karena sejak tadi pagi membuat Vano merasakan kesakitan di bagian tubuhnya.

“Astaga! Emangnya sesakit itu ya? Gue tadi pelan kok senggol nya. Aduh, maafin gue Vano.” Rafera meminta maaf dengan tulus seraya melihat ke segala arah tubuh Vano, takut jika ada luka karena nya.

“Udah gak usah dipikirkan, kita langsung ke ruang guru aja takut Bu Riana nunggu.” Vano mencekal pergelangan tangan Sekar. Vano menampilkan wajah santai yang sangat berbeda jauh dengan raut wajah Rafera yang terlihat pada wajah Sekar, raut wajah yang menampilkan kegugupan.

Berbagai ejekan Rafera dengar hingga di depan ruang guru. Tidak yang laki-laki ataupun perempuan semua sama, menjadi tukang ghibah. Ingin rasanya Rafera tarik mulut mereka yang berkata bahwa disini Rafera yang genit terhadap Vano.

Karena masih kesal mendengar ejekan, dengan kasar Rafera membuka pintu ruang guru. Disana menampilkan guru-guru yang sedang sibuk dengan urusan masing-masing. Ada yang sedang mengobrol, sarapan, serta bermain ponsel ataupun menatap layar komputer.

Rafera mengikuti langkah besar Vano yang menuju meja paling pojok dekat loker, disana ada seorang guru yang sangat cantik sedang duduk seraya menulis sesuatu di memo kecilnya. Dengan sopan Vano memberi salam dan dibalas anggukan pelan oleh guru tersebut.

“Maaf Bu jika kita berdua telat,” ucap Vano seraya menunduk.

“Tidak apa. Silahkan kalian duduk, saya akan menjelaskan sesuatu.”

Vano duduk di kursi depan meja Bu Riana, diikuti oleh Rafera di samping nya. Rafera gugup melihat Bu Riana mengambil setumpuk kertas dari laci mejanya. Rafera yakin kertas itu berisi materi beserta latihan soal.

“Saya mendapatkan informasi bahwa peserta olimpiade dari sekolah unggul yang berada tidak jauh dari sekolah kita mengundurkan diri karena pesertanya ikut perlombaan lain yang memang sudah tingkat internasional. Jadi saya harap kalian berdua menjadi yang terbaik, karena lawan terbesar kalian tidak berpatisipasi.”

“Bu maaf, sebenarnya saya-”

“Iya kenapa Sekar?” tanya Bu Riana seraya menatap penuh wajah siswi di depannya.

Rafera terdiam, pikirannya sedang menyusun barisan kata agar menjadi suatu kalimat yang sopan. Rafera ingin mengundurkan diri, walaupun lawan terbesar nya tidak mengikuti olimpiade ini tetap saja ada rasa takut yang melekat di hatinya.

Untuk Sekar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang