CHAPTER 31

34 27 1
                                    

Halo kita ketemu lagi di chapter 31.

Jangan lupa vote cerita ini dulu ya, dan komen di setiap paragraf nya. Ramein cerita ini yuk.

Selamat Membaca.
__________________________________________

SUDAH sekitar sepuluh menit Vano menunggu Rafera di perpustakaan kota. Tadi pagi ia baru bisa membuka HP dan baru membaca pesan dari Rafera yang mengajak nya untuk ke perpustakaan kota. Katanya, Rafera ingin belajar bersama nya.

Akhirnya yang ditunggu datang. Rafera langsung duduk di depan Vano yang sudah mempersiapkan buku-buku yang akan mereka pelajari. Sangat berbeda dengan Rafera yang hanya membawa slingbag yang berisikan HP dan dompet saja.

“Ini karena ujian akhir semester, jadi materi yang keluar cuma materi kelas dua belas.”

Rafera menganggukkan kepala, ia langsung mengambil alih buku yang sudah Vano buka dan Vano tandai. Dan mereka seketika hanyut dalam pikiran nya masing-masing.

Rafera yang takut jika tidak lulus. Dan Vano yang takut jika hasilnya tidak sesuai ekspetasi Ayahnya.

“Kira-kira, gue bisa nggak ya ngerjain soal-soal nya? Persiapan gue baru sedikit banget.” ujar Rafera putus asa.

Vano tersenyum tipis. “Di dunia ini nggak ada yang nggak mungkin. Jadi sekarang lo mulai belajar aja, gue jamin lo bakal bisa ngerjain.”

Rafera mengangguk. Kini ia menatap sepenuhnya ke arah Vano. “Gue, gue nggak bisa lama. Soalnya ada urusan yang harus gue selesain.”

Dahi Vano mengkerut. “Lebih penting dari ujian semester?” tanya Vano yang sontak membuat Rafera terdiam.

Kedua nya sama-sama penting. Persiapan untuk ujian semester dan permasalahan dirinya yang menjadi Sekar belum berakhir juga. Nanti niatnya Rafera akan mengunjungi Ayahnya dan menceritakan semuanya.

Rafera sudah lelah. Ia juga rindu dengan Ayahnya.

“Oke gapapa. Kelar ini, lo boleh pergi.” Vano berkata final. Ia mengerti jika memang urusan tersebut lebih penting dari ini. Vano lupa, bahwa urusan orang lain bisa saja lebih penting dari urusan bersama dirinya.

“Oke. Thanks.”

🧩🧩🧩

Rafera tidak menduga jika Dion akan menjemputnya di depan perpustakaan kota. Dan ya, tadi Dion sempat bertemu dengan Vano. Mereka tampak saling cuek yang Rafera sendiri tidak mengerti alasannya.

Setelah melewati perjalanan yang lumayan cukup jauh, sekitar satu jam lebih akhirnya Rafera sampai juga di rumah Rafera. Rumahnya tidak berubah sama sekali, sungguh hal itu yang membuat Rafera semakin rindu.

Karena Ayahnya di dalam, Dion mempersilahkan Rafera untuk masuk. Menemui Ayahnya sekarang adalah hal yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Awalnya Rafera belum siap, namun jika tidak secepatnya, mau sampai kapan dirinya menyembunyikan hal ini.

“Ayah,” Rafera berlari dan memeluk Ayahnya yang sedang terduduk menonton televisi. “Fera kangen banget sama Ayah.”

Ayah Rafera terdiam sejenak, namun ternyata ia mengelus pelan lengan Rafera yang melingkar di tubuhnya. Ia rindu situasi ini. Rasanya seperti ada sesuatu yang hilang, dan sekarang sesuatu tersebut kembali.

Namun ia bingung, apa maksud ucapan gadis di sampingnya ini. Jelas-jelas ia mendengar bahwa gadis itu berucap dirinya adalah Fera, Anak kesayangannya.

Rafera melepaskan pelukan nya. Kini tangannya mengelus tangan Ayahnya dengan lembut. Tidak sengaja air matanya menetes. “Ini Fera Yah. Ini Fera.”

Rafera tambah menangis ketika sang Ayah menggeleng kuat. “Kamu bukan Fera. Fera udah meninggal!” ucap Ayah Rafera yang tidak bisa dibantah.

“Kenapa kamu ngelakuin ini Sekar? Saya tidak mengerti apa maksud kamu.”

“Ayah! Ini Fera. Tolong percaya sama Fera Yah.” Rafera semakin histeris yang membuat Dion ikut merasakan kesedihan.

Dion berusaha meyakinkan Ayah Rafera. “Om, apa yang dibilang Fera benar. Ini Fera Om.”

“Saya nggak bodoh ya. Dia itu Sekar, bukan Fera.”

“Memang keliatannya begitu Om. Tapi dia itu Fera, Fera melewati banyak hal sampai bisa menjadi kayak gini. Tolong dengar dulu penjelasan Fera ya Om. Dion mohon.”

Rafera menyeka air matanya ketika menatap Ayahnya yang mengangguk pelan. Dan ya, akhirnya Fera bisa menjelaskan semuanya dari awal sampai akhir. Dari dirinya yang melihat Sekar ingin bunuh diri, sampai saat ini.

Rafera terpaku ketika sang Ayah memeluk nya erat. Menyalurkan rasa rindu yang sudah tertahan dalam waktu yang lama. Rafera segera membalas pelukan hangat tersebut.

“Mungkin emang kedengarannya aneh. Tapi emang ini nyatanya Yah. Fera juga awalnya nggak percaya.”

“Ayah juga belum bisa sepenuhnya percaya sama kamu Fera. Tapi Ayah berusaha untuk bisa percaya sama kamu.”

Rafera hanya bisa mengangguk pelan.

“Jadi. Sekar bagaimana?”

Rafera mengedikkan bahu. “Fera juga nggak tahu.”

Rafera jadi memikirkan hal itu. Kira-kira kemana pergi nya Sekar. Akankah jiwa Sekar berada di tubuh Rafera yang sudah meninggal. Rafera tidak tahu pasti, yang terpenting dirinya sudah bisa jujur kepada sang Ayah.

Mungkin setelah ini Rafera akan menceritakan semua nya kepada Rania dan juga Ibu dari Sekar. Mau mereka percaya atau tidak, yang pasti Rafera akan tetap menjelaskannya hingga mereka tahu apa yang telah terjadi.

Siap tidak siap Rafera harus siap menceritakan semuanya.

____________________________________________

Akhirnya chapter 31 kelar juga. Walaupun agak maksa sih ini soalnyaa singkat banget.

Gapapa, semoga kalian yang baca ga bosen yaa sama ceritanya.

Yuk vote dulu, biar aku semangat dan cepat update nya.

Sampai jumpa di chapter 32.

Untuk Sekar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang