CHAPTER 22

37 30 27
                                    

Haii akhirnya ketemu lagi di chapter 22. Gak terasa ya udah banyak chapter yang di update.

Jangan lupa vote dan komen yaa karena berarti banget tau🤩

Untuk kalian yang udah baca cerita ini dari awal tapi masih gak ngerti sama alur atau semacamnya. Kalian bisa tanya-tanya di sini kok, pasti aku jawab👍

Selamat membaca🙌

____________________________________

SETELAH melaksanakan olimpiade fisika. Esoknya Rafera dan Vano tetap masuk sekolah seperti biasanya. Dan saat ini Rafera sudah tiba di sekolah yang sebelumnya diantar oleh Rania.

Karena masih ingin makan, Rafera memasuki kantin tanpa menaruh tas nya di kelas dulu. Dan akhirnya Rafera memilih memesan satu piring gorengan dan satu gelas es jeruk.

Memilih duduk di salah satu bangku seraya membawa pesanannya, Rafera langsung duduk manis dan sesekali menyantap tahu goreng dengan cabai hijau. Bagi Rafera jika makan apapun tanpa ada rasa pedas, seperti hal nya makan sayur tanpa garam.

“Kenapa tiba-tiba gue kangen Dion ya?”

Rafera mengangkat bahunya acuh, membuang rasa rindunya pada Dion. Padahal waktu itu Rafera dan Dion saling berdoa agar mereka bisa saling menjauh, karena Dion sangat malas jika Rafera selalu menjadi beban nya.

Namun sekarang mereka berdua saling merindukan satu sama lainnya. Mungkin karena kepergian Rafera yang tiba-tiba dan tidak meninggalkan apapun yang bisa untuk Dion kenang.

Tiba-tiba tak jauh dari pintu masuk kantin, Rafera menatap heran ke arah sana yang sedikit ramai dan terdengar seperti orang berdebat. Karena penasaran Rafera menuju ke sana untuk melihat ada apa ya di sana.

“Enak banget ya jalan di depan kakak kelas kayak gitu. Gue ini senior lo, hormat dikit kek!”

“Maaf Kak. Aku gak tahu kalau Kakak, kelas dua belas,” cicit siswi kelas sepuluh yang tidak berani menatap wajah amarah Clara.

“Maaf aja nih ya. Gue sama temen gue jalan biasa aja kok, terus biar gue dan temen gue menghormati si paling senior harus jalan hormat gitu ke muka lo Kak?” sarkas siswi lainnya yang sepertinya adalah teman dari siswi yang ditegur Clara.

“Sheila.” Clara mengusap pelan nametag milik siswi yang berani melawannya. “Gue gak ngomong sama lo. Jadi lo gak usah ikut campur!”

Sheila terkekeh pelan. “Kak, lo cuma tegur temen gue karena lo tahu 'kan kalau gue gak pernah takut sama orang kayak lo gini Kak.”

“Jaga ucapan lo! Lo itu cuma adek kelas, gak sebanding sama gue.”

Sheila menatap remeh Clara yang sudah tersulut emosi. “Dengan Kak Clara bersikap kayak gini, wajar aja banyak yang gak suka ada kakak kelas modelan kayak gini.”

Plak!

“Songong banget lo sama gue. Cepet sujud di kaki gue dan minta maaf sama gue!” Clara menampar pipi Sheila dengan murka.

“Clar, udah. Lo udah kelewatan,” Alfinda mencoba menenangkan Clara.

“Cepet!” Clara menarik rambut panjang Sheila hingga gadis itu terduduk.

Untuk Sekar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang