CHAPTER 7

67 66 2
                                    

Sebelum membaca dipastikan sudah vote yaa, seperti biasa sekalian nanti komen yang banyak 😄

Chapter kali ini pendek karena bukan ceritain bagian si Rafera aja. Jadi bacanya santai aja biar ngerti alur nya wkwk.

Selamat membaca🙌

_________________________________

MENCURIGAI seseorang yang terlihat tidak harus dicurigai sangatlah sulit. Namun terkadang yang tidak patut dicurigai sering melakukan hal yang membuat dirinya dicurigai.

Ruang kamar tidur dengan nuansa monokrom itu dijadikan sebagai tempatnya belajar, yang juga dindingnya bisa dijadikan saksi bisu atas lukanya.

Saat ini, waktu menunjukkan pukul 18.53 WIB. Vano sedang terfokus pada berbagai buku dan lembaran kertas yang bertebaran di sekeliling meja belajarnya. Waktu olimpiade fisika sudah semakin dekat, jadi ia harus belajar extra mulai hari ini.

Namun karena hal yang mengganggu pikirannya, membuat dirinya harus memberhentikan sementara belajarnya. Cowok itu justru mengambil memo kecil yang berada di dalam laci meja. Vano mulai menulis judul yang akan cocok dengan hal yang sejak tadi ia pikirkan.

Dengan terpaksa Vano menulis deretan nama yang akan menjadi tokoh utama dalam memonya. Seorang gadis yang dulunya pendiam, lugu, dan yang seharusnya pantas menjadi mentornya justru sejak dua hari yang lalu berbeda. Dan hal itu membuat Vano menyangka bahwa gadis itu adalah orang yang berbeda.

Dua hari sebelum Sekar dikabarkan membolos selama seminggu, cewek itu selalu menyendiri. Ketika Vano ajak untuk belajar bersama, cewek itu selalu menolak dengan kasar atau cuek terhadapnya. Padahal biasanya Sekar selalu bersemangat jika Vano mengajaknya belajar bersama.

Biasanya Sekar selalu ingin menjadi yang terbaik, dengan menyombongkan diri di depan Vano. Tapi Vano hanya menganggap itu sebagai candaan yang memang benar adanya, Sekar hanya bercanda ketika gadis itu selalu ingin menjadi mentor bagi Vano.

Namun akhirnya gadis itu masuk ke sekolah kembali setelah tidak hadir di sekolah selama satu minggu. Dan sejak saat itu Vano merasa bahwa Sekar banyak berubah. Yaitu ketika Vano menyuruh salah satu temannya yang digantikan oleh Sekar ketika olimpiade untuk memberitahukan bahwa Vano ingin mengajak Sekar untuk belajar bersama. Karena waktu itu kebetulan Sekar sedang di perpustakaan.

Vano tidak berani mengajak langsung, karena takut Sekar akan menjadi lebih cuek kepadanya. Namun tidak disangka, ternyata Sekar menghampirinya dan ketika ia ajak berbicara, Sekar langsung bisa diajak bercanda. Namun yang membuatnya merasa aneh, mengapa gaya bahasa Sekar juga berubah. Gadis itu menjadi lebih sensitif.

Semakin lama semakin terlihat perbedaan dari biasanya. Yaitu Sekar dahulu memakai kacamata karena cewek itu mempunyai minus tiga, namun sekarang tidak menggunakan kacamata. Lalu yang membuat Vano merasa aneh, ketika membahas tentang olimpiade Sekar seolah-olah lupa dan tiba-tiba mengaku tidak ada persiapan.

Akhirnya Vano merasa pusing dengan pemikirannya itu, tetapi Vano tetap berusaha agar tetap belajar hingga pukul 21.00 WIB. Cowok itu menatap jam dinding kamarnya yang masih menunjukkan pukul 19.46 WIB.

Tak lama ketukan berkali-kali terdengar dari luar disambung oleh suara seseorang yang Vano kenal, suara ajakan untuk makan malam dari pembantu di rumahnya yang sudah seperti ibu kandungnya. Tanpa menunggu, Vano berdiri dari duduknya lalu berjalan menghampiri pintu kamar yang semula terkunci dari dalam.

“Van, kamu dipanggil Bapak untuk makan malam bersama.” Mbok Ninik berucap kepada Vano yang sudah berdiri di depan kamarnya. Gaya bahasa Mbok Ninik memang seperti itu karena permintaan Vano sendiri.

Sebab Mbok Ninik sudah bekerja di rumah keluarga Vano sejak beliau berusia dua puluh tujuh tahun, dan sekarang sudah berumur lima puluh dua tahun. Vano menganggap nya seperti ibu kandung karena kebaikan Mbok Ninik yang sangat tulus seperti kepada anaknya yang di kampung.

“Ngajak makan bareng apa ngajak debat?” balas Vano sedikit malas.

“Sudah, lebih baik kamu ikuti saja. Daripada dimarahi?”

“Iya Mbok, Vano pamit kesana ya.” Vano berjalan menuju meja makan yang berada di lantai bawah, sedangkan Mbok Ninik kembali ke dapur untuk bersih-bersih.

Sesampainya Vano disana, cowok itu langsung duduk di depan sang Ayah. Vano segera mengambil piring yang sudah disediakan lalu memasukan nasi beserta lauknya juga, setelah itu dilanjutkan dengan makan.

Sang Ayah hanya diam menatap putranya yang sibuk makan, lalu dia memilih makan juga. “Besok ada ulangan gak?” tanya sang Ayah tiba-tiba.

“Ada.”

“Pelajaran apa?”

“Biologi,” balas Vano dengan suara seperti malas untuk diajak berbicara.

“Belajar yang rajin, harus menghasilkan nilai yang bagus minimal sembilan puluh tujuh. Karena Papa gak mau dipermalukan karena nilai kamu yang menurun.”

Lagi-lagi sang Ayah menuntut dirinya harus mencapai nilai yang terbaik, Vano yang notabene nya sebagai anak tunggal dari profesor tersebut mau tidak mau hanya bisa menganggukkan kepalanya menurut. Daripada ia harus merasakan luka yang bertambah, lebih baik mengucapkan kata iya agar sang Ayah merasa lebih baik.

🧩🧩🧩

Dengan secangkir kopi hitam hangat di meja, Arven merasa lebih tenang duduk di atas balkon kamarnya. Suasana malam yang sejuk memang sangat cocok untuk bersantai bersama makanan atau minuman yang hangat.

Di detik yang sama, Arven sibuk memikirkan sahabatnya dari kecil yang bernama Sekar. Jujur, sebenarnya Arven ingin menganggap gadis itu lebih dari sahabat. Namun ia tidak berani, karena Arven sadar bahwa dirinya belum pantas untuknya. Padahal jika belum, mungkin suatu saat nanti akan berubah status belum itu.

Arven bisa dikatakan memiliki tipe wanita seperti Sekar yaitu pendiam, cerdas, dan sopan. Namun dengan adanya sikap Sekar yang menurutnya berubah membuatnya merasa sudah tidak ada lagi rasa suka di hatinya. Yang berarti sangat berbeda dengan Vano yang semenjak Sekar banyak berubah dia malah diam-diam menyukai gadis itu walaupun tidak menyadarinya.

Perubahan yang Arven sadari dari Sekar adalah, Sekar yang Arven kenal ialah perempuan yang pantang menyerah. Contohnya ketika gadis itu telah mendapatkan pekerjaan tetapi belum gajian, Sekar langsung mencari pekerjaan di hari yang sama sampai benar-benar dirinya bisa mendapatkan uang.

Namun kemarin mengapa Sekar meminjam uang kepadanya padahal biasanya gadis itu selalu menolak kebaikan Arven. Bukannya Arven mempermasalahkan Sekar yang meminjam uang padanya, namun ia hanya merasa aneh dengan hal itu.

Arven tidak tahu alasan kuatnya mengapa Sekar memilih untuk mengundurkan diri dari pekerjaan menjadi kasir toko. Tetapi, Arven menyimpulkan bahwa alasannya bukan karena jarak dari rumahnya ke toko itu sangat jauh, mungkin ada alasan lain. Karena Sekar sama sekali tidak mengeluh ketika bekerja selama dua bulan di toko itu yang setiap harinya memakan banyak tenaganya.

Dan Sekar memilih untuk bekerja sebagai cleaning service di restoran yang baru buka. Restoran cepat saji yang ramai sekali pengunjung.

Melihat Sekar selalu bersama Vano membuat Arven merasa jika disini dirinya sudah tidak dibutuhkan lagi. Terlihat juga Sekar yang merasa lebih baik jika bersama cowok yang terkenal pintar itu. Mungkin jika dirinya yang mulai menjauh dari Sekar mulai saat ini adalah keputusan yang tepat.

______________________________

Kehadiran Rafera kayaknya merubah semuanya ya wkwkwk.

Sebenarnya isi chapter diatas mengandung spoiler yang akan terjadi di chapter berikutnya.

Jadi kalau mau nebak bagian mana sih yang mengandung spoiler ga apa apa, ga nebak juga ga apa apa.

Oke sampai jumpa di next chapter 8👋

Untuk Sekar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang