30

213 12 0
                                    

Aku langsung membantu beberapa staf menyiapkan Reve sebelum buka pagi itu, ada yang sedang menyapu lantai di teras, ada yang mengelap meja dan ada yang sedang menata bahan makanan dan minuman di dapur.

“Gimana? Willy udah baikan?”sapa Andi setelah aku absen empat hari mengurusi Reve, dari arah dapur ia beranjak ke arah tanaman mini di dalam ruangan lalu menyiraminya dengan air bercampur pupuk lalu pindah ke arah teras, tempat tanaman-tanaman berukuran besar bersemayam disana.

“Dia udah baikan kok sekarang, tinggal nunggu lebamnya hilang aja dari wajahnya,” jawabku tenang sambil menata cangkir-cangkir bermotif rumit ke dalam kail-kail besi berukuran besar yang menggantung di atas kepala, “lagian Sandra juga ada di rumah kok buat ngurusin dia,”

“Party goers itu?” tanya Andi seakan-akan tak percaya. Sandra memang ada di dalam lingkar sosial Andi di Solo yang tak terlalu luas.

“Iya, sebenernya dia care kok orangnya. Siangnya setelah kejadian itu, aku hubungi dia dan dia langsung dateng bantuin ngurusin Willy,”

“Dia fine-fine aja sama hubungan kalian berdua?”

“Nggak jadi masalah kok kata dia, cinta ya cinta aja dia bilang, nggak ada urusan sama strata, status soasial atau jenis kelamin,”

Andi tersenyum simpul, “Kelanjutannya gimana?”

“Suram. Nggak ada yang tahu plat nomor dan lokasi kejadian nggak ada CCTV sama sekali, Willy sama temen yang dia boncengin buat ngejar Bimo yang diserempet sama parahnya,” jelasku, “ya, mungkin lagi apesnya mereka aja,”

“Resiko kerjaan juga sih,”

. . . . # # # . . . ...

Senin yang seharusnya menjadi hari libur untuk kami berdua akhirnya aku harus aku habiskan seorang diri, setelah tepar hampir lima hari, Willy menggunakan jatah hari liburnya untuk bekerja.Subuh, dia mengajaku bangun dan lari pagi keliling kompleks rumah, mandi bersama dan menyiapkan sarapan untuk kami berdua. Nasi goreng spesial, walaupun aku tak terlalu suka dengan makanan berminyak di pagi, tapi setelah mencoba satu sendok, aku ketagihan.

Setelah Willy berangkat dengan skuter ajaibnya, aku lalu menyeduh kopi, menjemur pakaian di balkon belakang rumah, menyapu halaman, menyirami tanaman, dan membaca berita pagi di beranda rumah. Bersantai sejenak mendengarkan lagu-lagu jazz dan reage untuk menandaskan waktu. Setengah jam kemudian aku masuk ke dalam rumah, tepatnya di dapur, menyiapkan peralatan masak dan membuat pai apel sebagai kudapan ringan. Satu jam berlalu dan pai apel itu aku bagi menjadi tiga bagian, untuk diriku sendiri, untuk Willy dan untuk Andi dan anak-anak Reve yang akan kuantar tengah hari nanti.

Jam sembilan lebih kuputar film The Dark Knight yang disutradari Christopher Nolan, aku bisa digolongkan salah satu die hard fans film-film superhero, tapi hanya film TDK inilah yang bisa membuatku jatuh cinta habis-habisan. Jika banyak orang yang mencintai film superhero karena kisah originalnya, karena motivasinya menjadi pahlawan, gadget cangih mereka atau kekuatan super yang dahsyat. Jika kebanyakan orang mencintai film superhero karena hal-hal itu, aku berada di koridor yang berbeda dengan mereka, aku mengemari film superhero karena supervilian mereka, dan cintaku mentok di Joker dalam film ini. Aku mencintai humor kelamnya, sisi maniaknya, banditnya, liciknya, dandanan menor super menakutkannya dan yang paling penting karena kecerdasannya saat bermain-main dengan Batman.

Karena Joker, saat ada film-film superhero lain yang aku tunggu-tunggu adalah kehadiran sosok villian dan motivasinya menjadi penjahat di film tersebut, tapi sampai saat ini, aku kecewa karena tak ada yang bisa membuatku berpaling dari Joker.Dan seperti tak akan ada supervilian yang bisa mengantikan posisi Joker di dalam hatiku.

Abel & WillyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang