5

8.5K 70 0
                                    


Bekas toko cat dan toko besi itu masih perlu banyak polesan di banyak tempat, bahkan bau besi masih menempel di beberapa sudut ruangan. Kondisi berantakan di lantai pertama jauh berbeda dengan kondisi lantai kedua yang jauh lebih tertata, tempat kedua pria dewasa itu membahas langkah-langkah ke depan mimpi mereka.

"Jadi, lebih penting branding atau marketing? branding adalah marketing atau branding adalah ide yang lebih besar dari marketing?"

"Sebenarnya keduanya sama-sama penting, tapi kalau melihat posisi kita sekarang, dari both-both kopi dan susu yang sudah kita sebar diberbagai tempat sejak empat tahun yang lalu. Tujuan kita buat Reve adalah sebagai cafe induk dari
both-both yang berceceran dimana-mana itu,"

"Jadi menurutmu kita nggak perlu branding lagi?"

"Meng- upgrade branding iya Ndi, kita juga perlu marketing ulang buat memasarkan lagi produk-produk kita di cafe. Cafe ini kan nggak cuma jual produk-produk kopi atau susu aja Ndi sekarang, tapi juga ada banyak cemilan dari yang ringan sampai yang berat,"

"Sebenernya kamu mau bawa cafe kita kemana sih Bell? Istilah kasarnya nih ya, dari dulu kita membranding diri kita untuk jualan susu sama kopi dengan harga premium. Tapi terus tiba-tiba kamu ngasih desain macem-macem kaya gini,"

"Aku pengin cafe kita ini jadi zona anak muda di Solo Ndi! Yang suka baca buku, kita sediain buku-buku. Tanpa di atur genrenya apa, kita campur aduk semuanya, jadi pas mereka masuk, biarin mereka seolah-olah mencari harta karunnya sendiri. Lalu kita sediain tempat yang nyaman buat mereka baca buku," Jelas Abell dengan mata berbinar, membayangkan jika hal itu terjadi, "pokoknya aku pengin suasananya kaya di rumah sendiri, jadi nyaman. Bikin betah kalau lama-lama. Dan pelayan kita juga harus ramah dan pintar membawa diri sama pelanggan, nggak boleh jutek kalau pelanggan kita seharian disini,"

"Terus movie corner -nya gimana?"

"Ya kita buat Box Office kecil-kecilan gitu. Sepuluh, lima belas orang cukup. Atau kalau mau nyewa sendiri ya boleh-boleh aja. Nggak masalah Ndi, terus kita juga sediain proyektor gratis buat komunitas-komunitas sekitar solo yang mau kumpul-kumpul. Jadi, kalau mau bedah buku apa bedah film, kita sediain tempatnya. Urusan mau kamu tambah gimana-gimana lagi itu terserah kamu deh Ndi, tapi buat lantai paling atas, jangan diapa-apain,"

"Aku juga ingin satu hal Bell, aku pengin cafe ini juga mengedepankan pelayanan yang baik sama pelanggan. Sesibuk apapun, minuman harus datang lebih dulu, baru setelah itu makanan atau snack sekalipun. Dan saat mereka baru datang dan mau pesan kita sediain mereka air putih sama snack kecil sebagai bagian dari pelayanan kita,"

"Aku suka ide kamu itu," kata Abell antusias, "gimana kalau usaha ini sekalian kita buat jadi ajang sosial?"

"Maksut kamu gimana Bell?"
"Maksut aku gini lho Ndi, kita buat kaya hari khusus untuk diskon makanan. Sejenis jumat berkah dan lain-lain. jadi pada saat hari itu, kita potong harga minuman sekitar 30%, gimana?"

"Dan satu lagi, aku pengin cafe kita ini sistemnya kekeluargaan sama pegawai, jadi kalau weekend atau hari-hari libur nasional kita untung lebih dari biasanya. Kita kasih uang lebih bagi mereka, jadi mereka tahu cafe ini dapetnya berapa, pengeluarannya berapa. Saling jujur dan terbuka ajalah intinya."

"Untuk masalah itu kayaknya harus kita bahas lagi deh Bell, kamu nggak lupakan kita hutang berapa puluh juta sama bank?"

"Aku tahu Ndi, aku juga paham kalau kita nggak pakai nama bapak sama om kamu kita nggak bakal dapet pinjeman uang segede itu. Tapi untuk iuran ke bank, both-both kita sudah mencukupi Ndi,"

Abel & WillyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang