38

167 11 1
                                    



Satu minggu lebih tak ku jawab pesan yang terlampir dini hari itu. Kembali aku ling-lung saat menatap kehidupan, seperti kehilangan pegangan. Bingung dengan apa yang harus aku lakukan. Satu pesan darinya, sukses mengelindingkanku dalam kehampaan. Lama aku berfikir dan mempertimbangkan banyak hal sebelum akhirnya aku ceritakan kepada Andi.

Tak seperti perkiraanku, jika dia akan menyuruhku menolak atau tidak mengabaikan permintaan itu. Ia malah menyuruhku untuk menemuinya, dan itu semakin membuat hatiku kelu. Menambah beban kebimbanganku.

Ditemani dengan segelas susu encer, sesi curhat sore itu bergulir tenang.

"Nggak ada salahnya kamu nemuin dia lagi Bell, tanpa embel-embel atau tujuan apapun, hanya sekedar menuntaskan apa yang belum tuntas saja. Menggenapkan apa yang belum genap. Nggak lebih, nggak kurang," bujuk Andi berusaha menguatkanku. Sejak pesan itu hinggap, seketika tubuhku membelah jadi dua bagian. Si bodoh yang ingin langsung mengiyakan permintaan Willy dan si bodoh satunya yang menolak mentah-mentah ajakan tersebut, "aku tahu kalau kamu nggak bisa ngapus bayang-bayang Willy secara tuntas di dalam hidupmu. Aku tahu kamu Bell, aku paham kamu. Temui dia. Kalian pernah menjalin hati bersama, nggak seharusnya kalian seperti ini,"

Kutanggapi dengan anggukan pelan. Aku masih belum yakin dengan hal ini.

"Nah, ini juga kesempatanmu buat nyelesein semuanya. Nggak baik buat hati kamu atau hati Willy ngambang seperti ini terus, takdir hati kita itu pada akhirnya berlabuh Bell, bukan mengambang terus tanpa kepastian," kata-kata Andi langsung menohok hatiku, "sebenernya aku tahu Bell kalau kamu belum bisa ngelepasin dia. Coba tanya deh sama dirimu sendiri, sebenernya kamu masih sayangkan sama dia? Kamu masih bingungkan mau nentuin status apa buat dia?"

Kujawab dengan anggukan pelan, nyaris tak ketahuan.

"Bell, Bell," ujar Andi sambil mengeleng-gelengkan kepalanya, memandangiku dengan tatapan yang sulit untuk aku jabarkan, "sampai kapan kamu bisa mengenal dirimu sendiri Bell? Nggak selamanya lho aku bakal ada di sampingmu terus buat jernihin hati sama fikiranmu. Nggak selamanya aku bisa jadi kaca buat kamu. Bingung yang kamu rasain sekarang itu sebenernya pertanda. Jika hatimu emang masih menyisakan ruangan buat dia. Ruangan khusus buat dia. Ruangan dimana kamu nggak bisa nentuin mau di bawa kemana kedepannya. Aku pernah ada diposisi seperti itu Bell,"

"Tapi, bukannya emang begini ya Ndi kalau cinta pertama?"

"Iya dan enggak jawabannya. Kalau cinta pertama sedalam cinta kalian berdua sih, kemungkinan iya. Tapi kalau sekedar cinta monyet atau cinta abal-abal berapa minggu doang juga pasti bisa nggak kamu gubris lagi, tapi kalau cinta orang-orang LGBT kaya kalian sih emang sulit Bell, tambah sulit lagi kalau orang itu yang sudah nyentuh inti jantung kamu, dan menyisakan orang-orang yang akan datang hanya dengan sebuah kemungkinan,"

"Kalau kamu bilang kaya gitu sama aja kamu bilang kalau orang-orang yang akan memiliki hatiku tak akan bisa aku cintai dengan seluruh diriku Ndi,"

"Lha kamu lebih milih di cintai atau mencintai dalam kasusmu ini?"

"Damn, itu pilihan yang sulit Ndi,"

"Ya kita berandai-andai nggak ada salahnya kan?" ucapnya sedikit memaksa.

Aku butuh waktu lama untuk memikirkan hal itu, "Mencintailah kalau gitu," jawabku mantap, "setidaknya kita masih bisa kontrol seberapa besar dan dalam perasaan kita saat mencintai seseorang itu, jika kita memilih untuk di cintai kita nggak bisa ngontrol perasaan orang itu Ndi,"

Ia tersenyum samar kepadaku, "Sepintar apapun kita berteori tentang cinta, pada akhirnya saat kita berhadapan, kita menjadi lembar kosong dan kembali sama-sama belajar. Entah dia nomor berapa di kisah percintaanmu, selalu ada jenis cinta yang tak mudah buat kita singkirkan. Kamu tahu benar kisahku, tunanganku kabur sama sahabatku," lanjutnya getir, nuraniku selalu koyak saat mendengar ia membicarakan hal ini. Pahit itu masih ada, dan dia tak pernah membahas hal ini kecuali benar-benar mabuk. Tapi hari ini dia dengan sadar mengungkap masalalunya, "sampai sekarang, aku masih sayang sama dia, paling sayang,"

Abel & WillyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang