"Bagi dikit, dong ...."
Bibir berwarna pink alami milik Raline sudah ia majukan beberapa senti. Tapi sang kekasih tak juga menyambut dengan baik kode darinya.
"Apa?" tanya laki-laki itu singkat. Entah pura-pura tidak paham atau memang betul-betul tak mengerti.
Raline tarik lagi bibirnya penuh kecewa. "Masa nggak paham, sih?"
Langga mengendikkan bahunya sekilas, membuat Raline gemas layaknya pada bayi. "Aku minta cium. Tau kan ciuman? Kiss ... kiss ...," jelasnya menggebu. Lima jemari dari masing-masing tangan ia satukan, kemudian jari-jari yang mengerucut itu dibuatnya menempel. "Bibir kamu sama bibirku ditempelin terus kita saling melumat sambil hisap-hisap dikit gitu! Masa gerakan alamiah paling sederhana itu aja nggak ngerti?!"
Kesal, Raline larikan pandangannya ke luar. "Anak SD sekarang aja udah tau loh, kamu yang rambutnya udah tumbuh di mana-mana masa enggak paham? Oh ... sungguh mati aku tak percaya," gerutunya sembari menghadap jendela.
Raline bukannya perempuan yang haus belaian, bukan! Ia hanya sedang menguji pemuda yang menjadi pacarnya itu. Karena dari sejak awal ikatan diantara mereka terjalin, terhitung hingga detik ini, Langga sama sekali tidak pernah melakukan kontak fisik yang mengasyikan dengannya. Jangankan berciuman bibir, kecup kening atau pipi saja, juga belum Raline dapatkan. Ia pun tak tahu bagaimana rasanya dipeluk oleh sang kekasih. Terkadang ... cuma jari-jemari mereka yang saling bertaut.
Tidak salah bukan kalau Raline curiga jika Langga itu penyuka sesama jenis?
Langga miringkan badannya ke kiri, meski agak sulit lantaran setir bundar menghalangi. "Bukan begitu ...," sangkalnya serius.
Secepat kilat Raline menoleh. "Terus gimana? Aku nggak menarik, ya, buat diajak ciuman?" Kepalanya lantas menunduk, memindai penampilannya sendiri. Sepatu hak tinggi, celana jeans ketat, sama kaus v neck pas badan yang tengah ia kenakan. "Apa kurang seksi?" benaknya bertanya-tanya.
Selepas menghela napas panjang, Langga menjawab diplomatis. "Kita belum sah, Raline ... saya punya prinsip, tidak akan menyentuh yang bukan milik saya seutuhnya."
Kecurigaan Raline melebur begitu saja, berganti rasa kekaguman yang nyata. "Kalo gitu, kapan kamu mau halalin aku?" Bersemangat bagai prajurit yang hendak memukul mundur barisan penjajah, sewaktu Raline menanyakannya.
"Kapan-kapan."
Saat itu ... Raline berdecak teramat kencang lantaran jawaban dari Langga. Tak ubahnya seperti sekarang, sang biduwanita juga berdecak berkali-kali tepat di hadapan wajah mantan kekasihnya.
"Prinsip tai kucing," gerutunya pelan sembari membuang arah tatapan.
Jelas ada alasan kenapa Raline berkata demikian. Langga ... pria yang dulu tidak mau menyentuhnya sebelum pernikahan, kini sedang memeluk pinggangnya erat. Bibir laki-laki itu juga hanya berjarak tiga jari dari bibirnya. Hidung mereka sesekali bergesekan, entah Langga sengaja atau tidak.
Ingatan Raline kemudian tersangkut pada satu hari yang lalu. Di restoran ... Langga juga memeluk dan mengecupi puncak kepalanya. "Bego! Bego! Bego!" Raline meruntuki dirinya sendiri. Bagaimana mungkin ... ia membiarkannya begitu saja. Memang perempuan sering kali akan kehilangan akal sehat ketika serangan panik mendera.
Sorot mata Raline kemudian kembali jatuh pada bola mata Langga. Senyum meremehkan tersungging di kedua sudut bibirnya. "Ke mana perginya prinsip hidup Anda, Bapak Erlangga yang bijaksana?" Ia tergelak sampai pelukan Langga dipaksa terlepas.
KAMU SEDANG MEMBACA
ILUSI (Tamat)
RomanceBagaimana mungkin Raline akan baik-baik saja, jika tepat setelah pesta pernikahannya berakhir, dia mengetahui fakta bahwa sang suami ternyata mencintai sahabatnya sendiri. Part masih lengkap.