Pertama kalinya dalam sejarah, akika double up, Wak! Tolong kasih akika tepuk tangan, hahaha
-----
Ah, kenapa Raline tak suka setiap menangkap nada sedih suaminya seperti ini?
"Jujur ... awalnya gue nggak benci sama lo." Raline menggali lagi semua lara yang telah dikuburnya. Dalam gelap karena ia mulai menutup kelopak mata, mengalirlah kalimat demi kalimat yang tersimpan rapi di pikirannya selama ini. "Gue marah, iya. Tapi nggak benci." Raline menerima belaian lembut di kepala. "Gue tau, jadi lo pasti berat. Capek banget 'kan pastinya harus pura-pura cinta sama seseorang." Sebentar ia berhenti untuk mengambil napas yang mulai memberat. "Apalagi cewek yang lo cinta, ada di samping lo terus, tapi lo nggak bisa sama-sama dia karena gue. Lo juga pasti kesel terpaksa kudu anter jemput gue manggung cuman biar keliatan kalo hubungan kita normal. Gue sering ... liat muka lo bete." Raline tersenyum miris, sementara Langga tercekat, tersumpal ribuan sesal.
"Belum lagi kalo gue lagi kumat nyebelinnya. Jijik 'kan lo pas gue kadang minta cium sama peluk? Lo pasti mikir gue cewek nggak bener, padahal kalo lagi gitu, artinya ada masalah yang belum bisa gue selesein. Gue butuh ditenangin ... but, gue ngehargain penolakan lo, its ok meski rasanya sakit."
Setetes air keluar dari sudut mata Raline, lalu jatuh membasahi baju Langga. Setelahnya, hening mengambil peran selama lima menit.
Raline menghirup udara yang sangat banyak, lantas melanjutkan. "Sikap lo ke gue dulu padahal udah jelas banget, iya, kan? Lo udah nunjukin perasaan lo yang sebenernya secara nggak langsung, gue-nya aja yang bego maksimal." Ia lantas tertawa sumbang mengingat kebodohannya. "Karena ketololan gue juga, masa depan lo jadi surem, terjebak pernikahan sama gue. Gue sempet ngerasa bersalah, beneran." Kata terakhir, ia tekan pengucapannya, mencoba meyakinkan lawan bicaranya bahwa ia sungguh-sungguh pernah merasa bersalah sudah menarik Langga masuk ke kehidupannya. "Coba gue pinteran dikit, kalo aja gue lebih peka sama apa yang lo rasain, hidup lo nggak akan berantakan gini. Maaf ...."
"No!" Suara Langga bergetar. "Ini semua salah saya ...." Matanya mulai memproduksi air kesedihan.
"Nggak semua salah lo." Raline menimpali. "Gue sadar, mungkin ini semacam karma. Balesan dari perbuatan gue yang suka mainin cowok. Tuhan Maha Adil, kan?"
Raline belum membuka kelopak matanya, ia biarkan dirinya tenggelam dalam kenangan buruk masa lalu tanpa cahaya. "Tau kenapa marah gue akhirnya berubah jadi benci?"
Langga hanya sanggup membisu dengan tangan yang membelai tak terjeda.
Sempat meragu, namun cerita itu dikeluarkannya juga. "Janji sama Bapak ... bukan cuman sekedar janji kosong, gue bener-bener punya niat buat mertahanin hubungan kita." Raline memejam lebih rapat seolah kenangan itu bisa menyakitinya lebih hebat. "Tapi waktu gue ke kantor lo buat bicarain semuanya ... di parkiran gue liat lo sama Eva mau pergi. Wajah ceria lo, juga senyuman lo kayak nampar gue, bikin gue buka mata lebar-lebar ... kalo kebahagiaan lo memang sama dia. Lo nggak pernah keliatan seseneng itu pas sama gue."
Air mata Raline memberontak lagi, kali ini lebih deras dari tadi. Sakitnya ternyata masih sama seperti yang dulu.
"Nggak! Kamu salah ... bukan begitu!" Langga berpikir keras, membongkar ingatannya satu per satu. Dan ... dapat! Pasalnya momen-momen awal perpisahan dengan sang istri adalah saat-saat menyakitkan yang sulit ia lupakan. Ia lantas menunduk sambil berucap, "Waktu itu tim kami menang tender besar, yang sudah lama diincar. Kami pergi buat ngerayain itu, perginya pun nggak berdua, ada banyak pegawai lainnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ILUSI (Tamat)
RomanceBagaimana mungkin Raline akan baik-baik saja, jika tepat setelah pesta pernikahannya berakhir, dia mengetahui fakta bahwa sang suami ternyata mencintai sahabatnya sendiri. Part masih lengkap.