"Lin ... Raline ...."
Jika biasanya panggilan dari Langga bagi Raline bagaikan titah maharaja untuk menghentikan semua aktifitas kemudian menghampiri, maka kini tak begitu lagi. Perempuan dengan derai air mata di pipi, tetap berlari, berusaha menjauh sejauh-jauhnya dari sang pujaan hati.
Tubuhnya lantas berlabuh di ranjang pengantin yang bertabur ratusan kelopak mawar putih. Ia mendekap sebuah bantal dan menyembunyikan wajah sembabnya di situ.
Melihat istrinya tersedu, dengan langkah pelan seakan membawa beban berat, Langga mendekati. Dibiarkannya tangis Raline tumpah ruah selama beberapa saat, sementara dirinya sibuk menekuri lantai.
Raline tahu, ada seseorang yang duduk di sebelahnya. Dari wangi parfum yang menguar samar, ia bisa langsung menebak bahwa laki-laki yang belum lama menikahinya itu yang mematung di sisinya.
Isaknya semakin menjadi ketika ia menyadari, Langga tak berniat untuk menjelaskan apa-apa. Tapi ... memangnya apa lagi yang harus dijabarkan jika semuanya telah terang benderang?
Lagipula tentang perasaannya, siapa yang peduli? Dalam kepiluannya, Raline masih sempat-sempatnya mengejek diri sendiri.
Tergesa beranjak dari pembaringan, Raline menuju meja rias sembari melepaskan paksa aksesoris dan bunga-bunga yang menempeli kepalanya. Ia kemudian melemparkan asal rangkaian melati ke cermin dan begitu retinanya menangkap ada seorang pengantin wanita dengan tampilan acak-acakan terpantul di benda tersebut, ia segera mengambil kursi lalu memukulkannya kencang.
"Arrgggg!!!!"
Bunyi kaca pecah disertai sebuah teriakan, membuat Langga terkesiap. Gegas lelaki itu berusaha menenangkan perempuan yang sejak tadi siang resmi menyandang gelar sebagai Nyonya Erlangga.
"Lin ...."
Raline mundur teratur saat Langga mencoba memangkas jarak mereka. Rasa-rasanya ia takkan sanggup lagi berdiri jika sang suami berada terlalu dekat dengannya. Perih itu sudah menjalar sampai ke tulang-tulang penyangga.
Langga yang sadar bahwa istrinya belum mau bersentuhan dengannya, menarik lagi kedua tangan yang tadinya hendak ia gunakan untuk mendekap erat.
"Sebesar apa cintamu padanya ...." Tersendat-sendat, Raline merangkai kata dalam isakannya. "Sampai-sampai kamu rela mengorbankan diri untuk memenuhi semua keinginannya?" Lantaran kaki yang terasa teramat lemas, ia menempelkan punggungnya ke dinding, berharap tetap bisa berdiri tegak meski hati telah luluh lantak.
"Pasti lebih besar dari cintaku." Kalimat Raline terucap lebih lirih dari isak tangisnya. "Karena sebesar apa pun cintaku padamu, aku nggak akan pernah bisa menyakiti orang lain demi kamu ...."
Selama puluhan tahun dalam hidupnya, baru kali ini, hati Langga terasa sangat sakit ketika menyaksikan seseorang menangis karenanya. "Maaf ... saya ...."
Bibir Langga otomatis berhenti bergerak sebab otaknya tak menemukan kata apa yang selanjutnya mesti ia sampaikan, kata yang harus mampu mengobati luka, supaya sang istri menghentikan tangisannya.
"Ceraikan aku!" pinta Raline yang sorot matanya melemah tak berdaya. "Sekarang!" sambungnya tegas.
Hubungan mereka terlalu rumit. Jika perkaranya hanya masalah Langga yang tidak mencintainya mungkin Raline akan berusaha memberi tambahan waktu supaya rasa itu bisa tumbuh. Tapi ... ini menyangkut tiga hati dari orang-orang yang ia sayangi. Dan hatinya sendirilah yang harus tahu diri dan pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ILUSI (Tamat)
RomanceBagaimana mungkin Raline akan baik-baik saja, jika tepat setelah pesta pernikahannya berakhir, dia mengetahui fakta bahwa sang suami ternyata mencintai sahabatnya sendiri. Part masih lengkap.