ILUSI - 16

68.2K 6.5K 375
                                    







"Lo nggak perlu khawatir, Tan ... mau gue bugil juga dia nggak bakalan ngelirik gue."

Kalimat itu tiba-tiba terngiang. Namun, tak mampu menenangkan debar menggila yang menyerang dada. Pasalnya, Raline menjadi tak yakin dengan ucapannya itu.

Dari mata Langga, jelas sekali terpancar binar-binar gairah yang tertahan. Dan Raline sekarang sudah benar-benar ketakutan.

Kakinya melemas dalam sekejap. Ia tak sanggup menghentikan sang suami yang sedang menarik legging sebatas lututnya hinga terlepas.

Apakah semua perawan akan seperti ini? Keberanian cuma sekedar menempel di ujung lidah. Ketika betul-betul diuji, nyali akan menciut sampai tak bisa dikenali.

"Kenapa? Ini bukan dosa. Saya suami kamu."

Kepala mereka sudah kembali sejajar, lalu satu belaian lembut di pipi, mengumpulkan seluruh rasa takut ke pelupuk netra. Raline lantas menjawab pertanyaan Langga dengan derai air mata.

Menyaksikan sang istri mulai terisak, Langga terserang panik. Pria yang hanya menutupi tubuh bagian bawahnya dengan boxer itu, lekas mengusap basah di pipi Raline yang tiada habisnya.

"Maaf ...." Sedikit tak percaya, sentuhannya dapat membuat Raline menangis. Ia kemudian melekatkan ujung hidungnya ke milik sang istri. Dengan kedua telapak tangan yang membingkai wajah Raline dan ujung ibu jari yang setia membelai, Langga mengungkapkan isi hatinya.

"Maaf ...," ulangnya pelan disertai napas yang keluar berkejaran. "Saya nggak akan memaksa. Saya akan menunggu sampai kamu siap menerima saya."

Tak langsung lega meski Langga telah berkata demikian, badan Raline masih sekaku kayu. Sulung dua bersaudara itu menanti dengan tegang apa yang hendak suaminya lakukan.

"Saya mau ... penyatuan tubuh kita bisa membuat kamu merasakan cinta dan kasih sayang yang ingin saya curahkan ... bukan hanya sekedar sex tanpa rasa." Kata-kata itu terangkai begitu syahdunya. Langga yakin, daun telinga sang istri dapat menangkapnya dengan baik. Dan ia harap, Raline bisa paham perihal rasa yang selama ini dipendamnya dalam-dalam.

Namun faktanya, Raline tak betul-betul serius menanggapi apa yang suaminya bicarakan. Perempuan itu teramat sibuk menenangkan berisik di hati dan pikirannya. Ketakutan serta kekhawatiran tentang tindak pemerkosaan yang akan dialaminya, lambat tapi pasti kian memudar. Langga terlalu lembut untuk menyakitinya secara fisik.

Raline kemudian terkesiap saat Langga mengangkatnya, terus berjalan sembari menatap wajahnya tanpa kedipan, lalu membaringkannya pelan-pelan di sisi kanan ranjang.

Keningnya mendapatkan sebuah ciuman panjang setelahnya. Raline lantas menutup netra saat sang suami berbisik mesra. "Tidur yang nyenyak, Sayang ...."

Menit berikutnya, Raline merasakan Langga beranjak dari tepian tempat tidur. Tak lama, suara gemercik air samar-samar terdengar. Ia lekas membuka kedua kelopak matanya dan memandang kosong pada pintu kamar mandi yang tertutup rapat.

Tangis yang sudah terhenti, balik menyambangi. Raline sendiri tak mengerti, entah untuk alasan apa air matanya mengalir lagi. Untuk harga diri dan selaput dara yang nyaris robek atau ketakutan atas sikap pria itu yang bisa saja kembali menggoreskan luka.

*****

"Akting lo bagus banget semalem. Bangke! Gue hampir aja ketipu."

Raline bangun lebih dulu sepuluh menit yang lalu. Ia hendak turun dari tempat tidur sewaktu ponsel Langga yang ada di dekatnya menerima sebuah pesan.

[Aku nunggu kalian pulang. Semoga aku juga dikasih kesempatan buat nebus rasa bersalah.]

Pop up itu terbaca tanpa sengaja. Mungkin cara yang diberikan Tuhan pada Raline untuk menjawab tanda tanya besar tentang kehadiran Langga yang tiba-tiba dan tujuan suaminya itu mendekatinya.

ILUSI (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang