ILUSI - 38

65.8K 5.9K 393
                                    




"Lang ...." Raline menggoyang-goyangkan bahu suaminya yang sedang tidur tengkurap, sejak lima menit yang lalu. "Lang ...," ulangnya tak putus asa, tapi tanda-tanda Langga keluar dari dunia mimpi belum juga tampak. Sejenak ia mengecek jam di ponselnya. Tepat pukul dua belas malam, tak berani ia keluar kamar sendirian. "Langga ...." Dicobanya sekali lagi, kali ini disertai tepukan di punggung tanpa pakaian.

"Astaga kebo banget sih lo!" Rasa kesal mulai muncul namun meski begitu, ia tetap berusaha membangunkan sang suami. "Langga!" bentaknya kemudian lumayan kencang. Hasilnya? Sama saja. Raline lalu memutar otaknya dan mendapatkan satu cara yang akan ia praktekkan.

Jemari lentiknya lantas membelai di pipi sebelum bibirnya berujar mesra. "Mas ...."

"Iya, Sayang ...." Teramat cepat Langga menyahut, hingga satu umpatan tercipta dari mulut istrinya.

"Emang dasar kamvret lo!"

Berarti sebenarnya Langga sudah terjaga dari tadi, lalu laki-laki itu menunggu Raline membangunkannya dengan cara yang lebih manusiawi.

Langga berputar terus merayap dan berakhir dengan membenamkan wajahnya di pangkuan sang penyanyi. "Jam berapa?"

"Dua belas."

Kelopak mata Langga tertutup. Suara seraknya pun teredam paha. "Ada apa?"

"Laper," jawab Raline sambil mengelus perutnya. Saat makan malam, hanya dua sendok nasi yang dimasukkannya ke lambung.

Langga memiringkan kepalanya. "Mau makan apa? Ayo cari di luar." Dalam pengamatannya tadi, Raline agaknya tak menyukai masakan di rumah kakeknya.

"Males ah kalo keluar ...." Raline mengambil ikat rambut, kemudian memakainya. "Bikin mie— Astaga, Langga! Jangan gitu, geli ih!" Ia lekas mengangkat kepala suaminya dan dilihatnya lidah pria itu yang terjulur.

Langga lantas mencetak senyum lima jari dengan matanya yang masih menyipit.

Sembari melepaskan napasnya kasar, Raline mendorong dahi Langga sekuat tenaga. Tapi bukannya menjauh, anak tunggal Brama itu malah melekatkan lagi wajah di kedua pahanya. "Ck! Heran gue kenapa lo seneng banget sih nempel di situ!"

"Wanginya saya suka."

Raline memutar bola matanya. "Wangi apaan lagi. Setau gue malah kecut."

Kekehan kecil, lolos dari bibir Langga. "Iya tapi seger."

"Dasar orang gila!" Raline menaikkan pantatnya untuk beranjak, lanjut turun dari ranjang. "Cepetan pake baju, temenin gue ke dapur."

Mereka menginap di rumah Setiadji tanpa persiapan. Jadi saat membuka lemari dan hanya menemukan satu kaus, Raline yang memakainya.

Langga kemudian mencari atasan yang sekiranya bisa ia kenakan. Diambillah sebuah kemeja putih berlengan panjang. Semua pakaian yang ada di kamar tamu itu kepunyaannya, yang ia tinggalkan sewaktu menginap.

Raline perhatikan sang suami yang tengah memasang kancing. Baru saat ini ia benar-benar menilik dengan konsentrasi penuh. "Bulu dada lo banyak juga," komentarnya spontan ketika melihat rambut-rambut yang tidak lebat tapi juga tak bisa disebut sedikit. "Kek anak monyet."

Cubitan di hidung, Langga berikan tak lama setelah ejekan itu terlontar. Ia lalu menunduk dan bertanya, "Kamu mau keluar kamar begini?"

Kaus over size yang juga berwarna putih itu hanya mampu menutupi bagian atas badan ramping Raline hingga setengah paha. Sementara si biduanita tak mengenakan bawahan apa-apa. Celana Langga terlalu longgar di perutnya.

ILUSI (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang