"Berengsek!" Jari-jari tangan Raline terkepal kuat. Kakinya hendak maju untuk masuk ke ruangan itu, tapi tarikan kuat dari seseorang, menggagalkannya.
Sadar bahwa sang ibu mertua yang membawanya menjauh, Raline pasrah. Ia tetap menutup rapat mulutnya hingga Mutia melepaskan cekalannya di sebuah kamar yang pintunya telah dikunci.
"Aku mau kasih tau kalau omongan mereka nggak bener, Mi ...." Secara tidak langsung, Raline memprotes perbuatan Mutia yang mencegahnya.
Mutia tersenyum kecil. "Mereka nggak akan percaya, Sayang ... kalau hati sudah hitam, kebenaran apa pun pasti terasa salah." Dielusnya lengan perempuan yang membuat putranya tergila-gila. "Percuma."
"Terus aku harus gimana?"
Masalahnya, Brata dan istrinya bermaksud mempengaruhi orang lain dengan pikiran buruk mereka tentang dirinya, jelas Raline tak terima. Harga dirinya memberontak ketika direndahkan.
"Buktikan kalau ucapan mereka salah."
Mengernyit, Raline memaksa otaknya berpikir keras, walaupun ia tahu hasilnya pasti jalan buntu. "Caranya?"
"Perlihatkan kalau rumah tangga kalian baik-baik saja. Perlihatkan kalau kamu ini istri yang baik." Telapak tangan Mutia turun ke bawah, lalu menggenggam tangan menantunya. "Dengarkan mami. Mereka punya tujuan lain dibalik usaha mereka meyakinkan Opa."
Memangnya ada tujuan apa lagi selain mencoreng nama baik Raline?
"Brata ingin mengusai kantor pusat," lanjut Mutia mengungkap rencana jahat adik iparnya.
Baiklah ... Raline masih belum paham. Bagus sekali kan kerja otaknya? Perempuan itu menunggu penjelasan selanjutnya dalam keseriusan yang tampak nyata.
Mutia membuang napas panjang sebelum kembali berucap, "Dengan menyingkirkan Langga dan merebut posisinya."
"Enak aja!" Kontan, kalimat itu terlontar dari Raline bahkan saat bibir mertuanya belum terkatup rapat. "Ko ada sih orang jahat kayak mereka?"
Selain Eva dan Yuni sepertinya daftar orang jahat dalam hidup Raline akan segera bertambah, dua sekaligus.
Menyingkir dari hadapan sang menantu, Mutia lalu duduk di tepian tempat tidur. "Mereka akan membuat kabar kalau pernikahan kalian bermasalah, jadi selama ini Langga nggak bisa konsen di pekerjaannya. Hasilnya kinerja Langga dinilai buruk. Mereka juga akan memfitnah kamu supaya kamu dianggap nggak pantas mendampingi pemimpin perusahaan besar. Kabar buruk tentang kamu, menurut mereka bisa merusak citra baik perusahaan, padahal kalau kata mami ... nggak berpengaruh apa-apa."
Raline duduk di samping Mutia sembari menyimak. Dalam hati ia geram luar biasa. Rasa-rasanya seperti ingin mencekik seseorang.
"Langga akan dipaksa memilih ... jabatannya atau kamu." Mutia menelengkan kepalanya, wajahnya yang sendu makin terlihat layu.
Jantung Raline mendadak berdetak kencang. Bodoh menurutnya jika sang suami lebih memilih dirinya.
"Dan Papa sudah menceritakan semuanya sama Langga." Tangan Raline kembali masuk genggaman Mutia. "Papa bilang ... Langga pilih kamu. Dia rela lepasin posisinya kalau memang Opa meminta."
Sekarang Raline bingung, ia harus menangis terharu atau kesal dan mengumpat? Ah, ternyata Langga lebih bodoh darinya.
"Apa nggak bisa Langga nggak kehilangan jabatannya sekaligus masih bersama saya, Mi?" Mengingat keras kepalanya Langga yang tak mau berpisah, Raline yakin akan sulit meminta sang suami lebih memilih pekerjaannya. Mungkin masih ada jalan lain agar Langga tetap bisa memiliki keduanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ILUSI (Tamat)
RomansaBagaimana mungkin Raline akan baik-baik saja, jika tepat setelah pesta pernikahannya berakhir, dia mengetahui fakta bahwa sang suami ternyata mencintai sahabatnya sendiri. Part masih lengkap.