"Kali ini gue sama sekali nggak meng-apresiasi kejujuran lo, Bapak Erlangga!" Raline melemparkan potongan bambu dari pundaknya, kemudian duduk di bawah pohon mangga sambil menepuk-nepuk telapak tangannya yang kotor.
Ia kesal ... kesal sekali terhadap laki-laki yang fotonya ada dalam buku nikah miliknya. Bagaimana tidak? Dengan bodohnya, Langga mengaku kalau mereka berdualah penyebab rusaknya kursi kesayangan Wisnu, yang sekarang menjadi kesayangan Anita juga. Padahal dengan tiadanya bukti dan saksi-saksi adalah hal yang sangat menguntungkan.
Tidak ada yang tahu dan tidak ada alat bukti yang tertinggal, artinya tak akan ada yang menuduh mereka, bukan?
Tapi berkat kejujuran bodoh itu, sekarang mereka diberi mandat untuk memperbaiki. Anita tidak setuju saat Langga berniat memanggil tukang kayu. Siapa yang berbuat dia yang harus bertanggung jawab, alasan yang Anita kemukakan setelah penolakannya.
"Saya nggak bisa bohong." Langga berjongkok di depan istrinya. Dan ketika Raline mengeluarkan pandangan mencemooh disertai salah satu bibirnya yang terangkat, ia menambahkan, "Sama orang tua."
"Bukan bohong! Cukup nggak perlu jujur aja!" Telunjuk dan ibu jari Raline membuat gerakan mengunci persis di depan bibirnya sendiri. "Tutup mulut!"
Sebenarnya hal yang menjadikan Raline tak terima dengan pengakuan Langga bukan hanya hukuman yang diberikan oleh sang ibunda, namun lebih kepada rasa malu yang menggerogoti egonya. Apalagi sewaktu Rendra mengoloknya tiada henti, ia rasa-rasanya ingin segera menguburkan diri.
"Ah, lo ketus-ketus ternyata mau-mau aja diajakin di mana-mana, Mba, hahaha ...."
Suara tawa Rendra bahkan sampai saat ini masih terngiang di telinganya. Sialan! Hati Raline memaki.
"Lo kan biasanya mingkem, tapi kenapa di saat-saat harusnya lo kayak gitu, eh malah ngoceh. Heran gue!" Raline semburkan lagi kekesalannya.
Langga meraih dua telapak tangan istrinya, terus meniupkan udara ke atas kulit yang tampak memerah itu. "Maaf ...." Ia merasa bersalah lantaran Raline mesti ikut memperbaiki. "Saya kan sudah melarang kamu ikut bawa bambu, biar saya saja."
Bambu yang akan mereka pergunakan untuk mengganti bagian dari kursi yang rusak, didapatkan dari pekarangan tetangga. Anita yang sudah meminta izin pada pemiliknya. Mereka menebang dua buah, setiap batang dipotong menjadi tiga, kemudian dibawa ke kebun.
"Mertua lo ngawasin, noh!" Raline melirik ke arah pintu yang berbahan dasar besi. Ia yakin ibunya masih berdiri di balik benda tertutup itu.
Anita mewajibkan Raline ikut memperbaiki, bukan cuma duduk cantik menyemangati Langga. Perempuan berkerudung itu berkacak pinggang dengan dagu yang terangkat tinggi persis seperti penjajah yang sedang mengawasi romusha ketika ia dan Langga tengah menebang pohon bambu.
"Pekerjaan selanjutnya biar saya saja." Selepas memastikan tangan sang istri bersih, Langga menciumnya bergantian.
"Harusnya memang gitu!" sambar Raline semangat, "Lagian yang ngerusakin itu bale-bale kan elo! Kalo lo nggak maksa gue, nggak mungkinlah terjadi—"
Raline tak jadi meneruskan kalimatnya. Pasalnya perkataan tersebut malah bagaikan tombol 'play' yang menyebabkan bagian otak di mana memori tentang kejadian semalam disimpan, mendadak terbuka, lalu muncullah berbagai potongan adegan yang memalukan.
Adegan saat Langga mengubah posisinya menjadi berada di pangkuan laki-laki itu.
Adegan saat kaki kursi patah karena gerakannya yang terlalu kencang.

KAMU SEDANG MEMBACA
ILUSI (Tamat)
RomanceBagaimana mungkin Raline akan baik-baik saja, jika tepat setelah pesta pernikahannya berakhir, dia mengetahui fakta bahwa sang suami ternyata mencintai sahabatnya sendiri. Part masih lengkap.