Baru kali ini Raline merasakan suasana makan malam keluarga bak kegiatan upacara bendera. Hening ... dan setiap orang tampak menunduk serius dengan makanannya masing-masing, sama persis seperti ketika anak sekolah tengah mengheningkan cipta untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur.
Makan malam macam apa ini? Kaku dan membosankan sekali. Raline yang terbiasa mengobrol atau bercanda di sela-sela mengunyah entah dengan Alvi, Indah, atau Rendra, jadi tak berselera pada kudapan di piringnya, walaupun makanan itu terlihat mahal dan lezat.
"Gila ... keluarga lo robot semua apa?" Raline berbisik tepat di telinga Langga, yang dibalas pria itu dengan usapan lembut di rambutnya.
Sudah Langga prediksi, sang istri pasti tak suka dengan atmosfer makan malam itu, jadi ia berinisiatif memilih kursi paling ujung, jauh dari si pemimpin keluarga. Berjaga-jaga kalau Raline ingin mengajaknya bicara.
Langga tidak menjawab, takut Raline akan menimpali lagi. Pasalnya, aturan di keluarga besarnya memang melarang obrolan jenis apa pun saat sedang menyantap hidangan. Mereka baru diperbolehkan bersuara apabila semua orang telah selesai makan.
Lantaran sang suami dipastikan tidak berniat menyahut, Raline menggunakan waktunya untuk menilai satu per satu anggota keluarga besar Setiadji.
Dimulai dari yang tertua. Kakeknya Langga mempunyai tinggi badan yang masuk dalam kategori pendek. Semua rambutnya sudah memutih, dengan bagian depan yang agaknya telah banyak mengalami kerontokan. Rahangnya yang tegas menghiasi wajahnya yang kaku.
"Serem juga tuh kakek-kakek ... tapi tenang-tenang ... nggak ada laki-laki yang nggak tahluk sama Saraline," gumamnya super pelan nyaris menyerupai bisikan gaib.
Beralih dari Setadji, Raline mengamati tiga anak lelaki yang merupakan putra Ranna. Ketiganya duduk bersebelahan, di dekat sang ayah. Tak setampan Langga, menurutnya.
Arah pandang Raline lalu bergeser lagi, pada seorang pria yang membuat dengkusannya lolos tanpa sempat dicegah. Anak pertama dari Si Ondel-Ondel, yang ternyata adalah ... Elgan Brata Setiadji.
Paham sekarang Raline kenapa lelaki itu pernah mendekatinya dalam tanda kutip. Pasti berhubungan dengan rencana busuk kedua orang tuanya. Beruntung, ia tak menanggapi serius pesan-pesan menggoda yang diterimanya dari Elgan.
Saat Raline masih menyorot dengan sinar kebencian, Elgan melirik ke arahnya. Mereka saling mengunci tatap selama beberapa detik, sebelum Raline membuang muka sembari berdecih lirih.
"Opa senang sekali kalian semua datang ke mari untuk mengunjungi Opa."
Terlalu sibuk memindai satu per satu anggota keluarga, Raline sampai tak sadar jika semua orang telah menyudahi kegiatan menyantap makanan.
"Terutama ... cucu menantu satu-satunya di keluarga ini yang biasanya tidak bisa hadir."
Ini nyindir apa gimana, sih? Raline lantas tersenyum canggung, mengabaikan kata hatinya. Sosok laki-laki yang duduk di ujung meja, ditatapnya penuh antusiasme.
"Pasti Raline sibuk sama kerjaannya, Opa ...." Widya menyambar ketika Raline masih saja diam. Kesempatan emas baginya untuk menjatuhkan. "Jadi nggak punya waktu buat ke sini."
Dalam dada Raline bergemuruh kencang, tapi dengan sangat lihai ia dapat menyembunyikannya. Raut wajahnya tetap terlihat tenang dan anggun. Sungguh kamuflase yang sangat sempurna.
"Mohon maaf, Opa ... kalau selama saya menjadi istri Mas Langga belum sempat mengunjungi Opa."
Raline memang bintang tamunya pada malam hari ini, jadi semua mata tertuju padanya, termasuk sang suami yang dari tadi menggenggam erat tangannya, mungkin sebagai bentuk dukungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ILUSI (Tamat)
RomanceBagaimana mungkin Raline akan baik-baik saja, jika tepat setelah pesta pernikahannya berakhir, dia mengetahui fakta bahwa sang suami ternyata mencintai sahabatnya sendiri. Part masih lengkap.