Langga benar-benar merealisasikan ucapannya. Meski jawaban Raline waktu itu terasa memekakkan telinga, ia tampaknya tak peduli. Hal-hal kecil yang pernah dibayangkan sang istri dahulu kala sebelum mereka menikah, ia jadikan satu demi satu secara nyata.
Berbanding terbalik dengan Langga yang terlalu antusias, Raline justru bersikap masa bodoh. Ia biarkan saja suaminya itu bertindak sesuka hati. Mau dicegah pun pasti percuma, malah buang-buang energi.
"Mimpi-mimpi gue udah bukan tentang lo lagi! Selera gue sekarang juga jauh lebih tinggi. Paling nggak pangeran Arab Saudi, yang fulusnya nggak bakalan abis sampe sepuluh turunan meski gue cuman ongkang-ongkang kaki."
Kalimat yang teramat pedas itu saja hanya dianggap angin lalu oleh Langga, makanya Raline malas berkomentar. Raline pun baru tahu kalau sabar dan bebal itu beda-beda tipis.
Namun, dibalik sikap tak acuhnya, Raline tak menduga jika salah satu bilik di otak Langga menyerap omongan-omongan yang dikatakannya setengah bercanda saat keduanya dalam perjalanan pulang dari café. Padahal lelaki itu terlihat fokus menyetir dan sama sekali tidak memberikan tanggapan apa-apa pada celotehannya.
Siapa yang akan menyangka kalau faktanya Langga mengingat semua hingga hal-hal kecil seperti warna cat kamar dan hiasan dinding, yang bahkan Raline sendiri sempat melupakannya.
"Lo apain kamar gue?"
Setelah disekap selama tiga hari tiga malam di hotel, Raline dibuat syok lantaran kondisi kamarnya yang telah berubah. Ruangan pribadinya itu disulap menjadi lebih luas. Orang-orang suruhan Langga, yang mungkin jelmaan dari Bandung Bondowoso, merombak dua kamar yang bersebelahan dengan kamarnya.
Ia sekarang memiliki walk in closet yang berada dalam kamar, serta kamar mandi yang berukuran cukup besar dilengkapi dengan bathtup.
"Nanti kita bangun rumah sesuai dengan keinginan kamu, sementara kamarnya dulu yang saya rubah."
Tidak cukup sampai di situ, Raline juga merasakan rahangnya nyaris jatuh ketika di suatu malam, sang suami mengenakan setelan piyama pink bercorak garis-garis vertical hitam. Langga lalu menyerahkan satu set piyama serupa agar ia pakai.
Astaga! Raline cuma bercanda saat dulu mengatakan ingin tidur dengan pakaian couple bernuansa pink. Ia bermaksud menggoda Langga sebab tahu pria itu tidak suka dengan warna yang berkesan feminim tersebut.
Dan kini, satu lagi angan-angan Raline yang sedang Langga wujudkan. Jalan-jalan di setiap akhir pekan.
"Tan, tawaran iklan jadi?"
Terbiasa pergi ke mall dengan rombongan, kali ini Raline juga tak lupa mengajak mereka ikut serta. Alvi, Dul, dan Indah.
Alvi yang duduk di jok samping sopir, menengok ke belakang. Raline dan Langga ada di barisan tengah, sedangkan Indah sendirian paling ujung, agaknya tertidur. "Jadi, dong, Wak ... akika udah terima draf kontraknyah."
"Lawan main gue siapa?" Raline tampak kesulitan membuka tas selempangnya dengan tangan kiri. Ia kemudian menarik paksa tangan kanannya dari genggaman Langga.
"Si Bram, Wak ...." Alvi tersenyum lebar, membayangkan ketampanan aktor film yang baru disebutnya. "Nanti akika mau minta foto ama dese." Bram itu semisterius Nicolas Saputra. Tidak banyak orang yang bisa dekat dengannya. Jadi, Alvi merasa ini adalah kesempatan emas supaya ia bisa berkenalan secara khusus. Dari kabar yang beredar di kalangan selebritis, Bram mempunyai ketertarikan seksual ke sesama jenis. "Yang mesra-mesra manjahlita ...."

KAMU SEDANG MEMBACA
ILUSI (Tamat)
RomanceBagaimana mungkin Raline akan baik-baik saja, jika tepat setelah pesta pernikahannya berakhir, dia mengetahui fakta bahwa sang suami ternyata mencintai sahabatnya sendiri. Part masih lengkap.