Semoga suka ya! ❤️
***
Alura merasa tidak harus mencurigai apa-apa ketika Kaivan beberapa kali mengubah rencana pertemuan mereka. Pertama, pria itu mengajaknya bertemu di sebuah restoran favorit mereka, dan batal. Lalu, rencana berubah, Kaivan menyuruh Alura ke apartemennya, dan batal di menit-menit terakhir saat Alura baru selesai membereskan desk di jam pulang kantor.
Dan berakhir, pria itu yang datang ke apartemen Alura.
Kaivan sangat sibuk akhir-akhir ini dengan proyek barunya, dan Alura memahami itu.
Alura selalu memahaminya.
Kaivan yang akhir-akhir ini jarang menemuinya dan sangat sensitif di saat-saat tertentu.
Lagi-lagi, Alura berusaha memahaminya.
Kali ini, pria itu datang dalam keadaan yang terlihat buruk. Sejak tadi dia diam, duduk di stool menghadap gelas yang bahkan tidak disentuhnya.
Lalu, setelah hening menjeda sangat lama dan Alura turun dari stool untuk mengganti minuman baru, pria itu baru bicara.
"Let's break up."
Alura tertegun, dia berdiri di sisi pria yang masih menunduk dalam-dalam itu. Ini kali pertama Kaivan mengatakannya. Dalam sepuluh tahun hubungan yang mereka jalin, Kaivan bukan tipe laki-laki yang mudah mengatakan putus dan akan kembali tanpa rasa bersalah.
Atau ... ini kejutan? Seperti jebakan-jebakan konyol yang sering didengarnya, mereka harus putus sebagai sepasang kekasih karena ... Kaivan memutuskan akan melanjutkan hubungan keduanya ke jenjang yang lebih serius?
Alura masih diam, memandang pria yang kini perlahan mengangkat wajah, menatapnya ragu-ragu.
"How should I say this?" lirihnya. Suara Kaivan bergetar, matanya berair dan dia kembali menunduk untuk menekan sudut-sudut matanya dengan jemari.
"Ada ... wanita lain?" Pertanyaan yang selama ini paling Alura hindari. Seperti saat ini, Alura perlu menghela napas berkali-kali karena tenggorokannya seperti tersekat sesuatu saat menunggu respons pria itu.
Dan ....
Kaivan menggumam. "Ya."
Alura tidak bisa menjelaskan lebih banyak tentang bagaimana keadaannya saat itu. Yang ia tahu, dadanya sangat sesak, sesak sekali.
"Kenapa ...?" Air matanya sudah berdesakan di sakit yang mengepung sekujur tubuhnya. "Dia lebih ... cantik? Lebih pintar? Atau ... apa? Apa yang dia punya dan aku nggak punya?"
"Nggak, Ra. Kamu adalah kesempurnaan yang pernah aku lihat, yang aku miliki."
"Lalu ... kenapa?"
Kaivan menatap Alura dengan frustrasi. "Kamu ... hanya perlu terima keputusan ini. Dan ... hanya itu jalan mudahnya."
"Kenapa?" Alura menghela napas dalam sesak. "Kenapa aku nggak punya pilihan lain? Lupain dia dan kembali sama aku. Itu. Cukup."
"Kamu nggak ngerti."
"Enlighten me then," bisik Alura.
Kaivan menunduk, mengusap wajahnya dengan kasar. Sesaat dia menatap Alura, lalu berujar dengan suara berat. "She's pregnant."
***
Impulsif banget tetiba update part 1, padahal niatnya mau ditulis selesai cerita Say it First. Huhu.
Jadi gimana?
KAMU SEDANG MEMBACA
Slowly Falling
Romance[TSDP #3] Alura adalah wanita yang baru saja dikhianati oleh tunangannya. Sementara Favian adalah pria yang tengah menunggu cintanya. Keduanya sepakat menjalin hubungan yang saling menguntungkan atas nama kesepakatan. Alura perlu balas dendam, denga...