[TSDP #3]
Alura adalah wanita yang baru saja dikhianati oleh tunangannya.
Sementara Favian adalah pria yang tengah menunggu cintanya.
Keduanya sepakat menjalin hubungan yang saling menguntungkan atas nama kesepakatan. Alura perlu balas dendam, denga...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hai.
Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang melaksanakan esok hari.
Mohon maaf lahir bathin. Maafin kalau selama ini mungkin ada kata atau perbuatan yang menyakiti. Mohooon banget buat dimaafin. 🙏
Happy reading. Tapi kasih api dulu. Wkwk 🔥🔥🔥
***
Mengapa sekarang Favian seperti sudah kehilangan kepemilikan atas hari liburnya sendiri? Semua orang terkesan berhak atas hari liburnya. Dia menerima telepon di hari Minggu pagi dari Jena, berisi undangan-malah lebih tepatnya perintah-untuk datang ke rumahnya pada sore hari karena Favian yang tidak kunjung muncul di grup chat.
Memangnya sejak kapan dia memiliki kewajiban mengecek ponsel dan chat yang masuk saat pagi hari di hari libur?
Favian hanya perlu datang katanya, harus datang, karena setelah membaca isi-isi dari chat-nya, semua bisa ikut, kecuali Sungkara, dia sedang ada kerjaan di luar kota. Namun, Favian mendadak bersemangat dan segera menantikan sore hari itu ketika membaca sebuah pesan,
Alura Mia
Iya, Je. Jam 5 sore, kan?
Favian bahkan memutuskan untuk tampil sedikit rapi dengan polo shirt hitam dan celana chino abu-abu. Dia juga sudah berencana ingin datang tepat waktu, tapi segala hal membuatnya datang lebih dua jam dari waktu yang dijanjikan. Dia tiba pada pukul tujuh malam, dan di rumah itu-selain ada tuan rumah-sudah ada Janari dan Chiasa, Hakim dan Arjune, Davi, juga ... Alura.
Mereka berkumpul di ruang televisi yang hanya tersekat oleh dinding kaca dengan halaman belakang. Pintu kacanya dibuka lebar-lebar sehingga udara bisa masuk dengan bebas.
"Tepat, kan?" ujar Jena sambil memandangi Favian yang baru saja datang dan menaruh kunci mobil di meja ruangan itu. Wanita itu sedang berada di pantri bersama para wanita lainnya, termasuk Alura. "Gue sengaja bilang janjian jam lima karena mereka bakal datang dua jam lebih telat. Kalau gue suruh datang jam tujuh, pasti datangnya jam sembilan."
Alura menoleh, lalu terkekeh mendengar Favian yang baru saja kena omelan. Sepertinya yang lain juga sama-sama baru datang, makanya Jena kelihatan sewot.
Sebenarnya, kalau sedang kumpul-kumpul seperti ini, tanpa sadar akan langsung terbentuk dua kubu. Kubu pria yang biasanya berada di luar ruangan-kali ini di halaman belakang, dan kubu wanita yang sudah beranjak dari pantri dan menikmati camilan di ruang televisi. Puntung-puntung rokok mulai bergelimpangan di asbak, obrolan mengalir tanpa arah yang jelas, seperti tujuan Jena mengadakan acara kumpul-kumpul ini.
Benar-benar tidak ada tujuan yang jelas, dia hanya bilang, "Kangen aja di rumah banyak orang kayak gini, kenapa, sih? Kan, jarang-jarang juga."
Teras halaman belakang itu dilapisi oleh lantai parket, jadi tidak terlalu dingin untuk diduduki tanpa alas. Membuat beberapa floor cushion hanya dibiarkan menumpuk di sudut belakang. Ada sebuah meja rendah berbentuk lingkaran yang terbuat dari kayu jati mengilat yang sejak tadi hanya diisi oleh asbak dan beberapa kaleng softdrink.