Slowly Falling | [19]

73.2K 11.8K 2.6K
                                    

Selamat membaca dan silakan tandai typo yaa ❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat membaca dan silakan tandai typo yaa ❤️

Beri Favian api beri api 🔥🔥🔥
Walaupun ya udah panas juga tiap kali liat Alura 🤣

***




Ada sedikit bonus scene setelah Additional Part 18 di Karyakarsa kemarin niii. Wkwk.

Alura keluar dari kamar dengan romper tidur seadanya yang dipakainya semalaman, sementara di balik pantri, dia melihat Favian sudah siap dengan kemeja kerja rapi dan secangkir teh yang tengah disesapnya.

Kontras sekali penampilan keduanya, beruntung Alura sempat cuci muka dan sikat gigi sebelum keluar kamar. Setidaknya, dia layak untuk dilihat, walaupun sebelumnya dia pikir pria itu masih tidur.

"Hei. Udah bangun?" sapa Favian seraya menaruh cangkir di atas meja bar. "Aku nggak izin dulu untuk pakai pantrinya, soalnya takut ganggu kamu tidur. Maaf."

"It's okay." Alura hanya bergumam, lalu melangkah mendekat. Dia duduk di stool sembari melirik jam dinding. "Masih jam enam, kamu mau ke kantor pagi-pagi begini?"

Favian membawa satu cangkir teh baru ke meja bar, menaruhnya di depan Alura. "Iya. Aku harus nyelesaiin kerjaan."

Yang semalam tertunda dan dia tinggalkan begitu saja karena Alura. "Maaf. Gara-gara aku." Alura tidak menatap pria yang kini duduk di sampingnya.

"Maaf untuk apa?" tanya Favian, ada kekeh tipis dalam suaranya

Maaf untuk segala hal yang terjadi semalam. Segalanya. Alura buru-buru menyesap tehnya agar Favian tidak menuntutnya untuk bicara lebih banyak.

Namun dia mengakui, permintaan maafnya adalah untuk sikapnya, yang meninggalkan Favian begitu saja di antara riak gairah yang dia ciptakan untuk pria itu.

Semalam, dengan tidak bertanggung jawab, dia pergi dari hadapan pria itu dan kembali berselang beberapa menit setelahnya hanya untuk menyerahkan bantal dan selimut.

"Harusnya aku yang minta maaf, bukan?" ujar Favian. Pria itu dengan santai memutar kursi agar sepenuhnya menghadap pada Alura. "Teh ini." Favian menunjuk cangkir di depan Alura. "Ini sebenarnya wujud permintaan maaf."

Alura menoleh, menatap pria itu.

"I've crossed the line," jelas Favian seraya melirik dada Alura. Kalimat itu bermakna sesungguhnya. "Beneran melewati batas."

Alura yang baru saja kembali menyesap tehnya, nyaris tersedak. Hal itu membuatnya menunduk dan menatap dadanya sendiri. Dengan canggung dia menarik bagian belakang romper-nya agar bagian dadanya tidak terlihat terlalu rendah.

Dia ingin berkata, bukan salah kamu juga. Tapi pasti terdengar konyol sekali, menekankan bahwa semalam memang dia sendiri yang menyerahkan diri.

Favian terkekeh melihat tingkah Alura. Pria itu turun dari stool, berjalan ke dalam pantri untuk mencuci cangkir yang selesai dipakainya. "Aku berangkat ya," ujarnya seraya berbalik. "Maaf nggak bisa berangkat bareng dan bikin gosip di kantor lebih panas lagi."

Slowly FallingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang