Slowly Falling | [25]

74.6K 11.4K 3K
                                    

Kangen nggakkkkk?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kangen nggakkkkk?




Kemaleman up nya yakkk. Maafiiin. Tolong tandain typo karena ini sama sekali nggak diedit. Abis ngetik langsung post. Haha.




Bakar ya janjiii
Mana apinya manaaa 🔥🔥🔥

***




"Luraaa, gue masuk yaaa." Tiba-tiba Jena hadir dan masuk ke ruang tengah begitu saja. Lalu, saat melihat Jia tengah asyik dengan ponselnya, dia meraih kepala anak perempuan itu dan memaksa mencium pipinya sampai Jia menjerit-jerit minta dilepaskan. "Kok, ada Jia sih, di sini?" tanya Jena setelah membebaskan Jia.

Alura yang baru saja mengambil air minum dari pantri, kembali ke ruang tengah sambil memegang mug. Setelah memeluk Jena, dia duduk di sofa lain, karena sofa tiga seater yang menghadap layar televisi sudah diduduki oleh Jia dan Jena. "Mama tadi ke sini, nganterin Jia buat jadi tumbal nemenin gue di sini."

Itu alasan kenapa Alura belum mengunci pintu depan, karena dia baru saja mengantarkan mama mertuanya pulang bersama sopir, sementara Jia ditinggalkan di rumahnya begitu saja untuk menemani Alura yang sendirian karena ditinggal Favian.

"Mama juga bawa makanan tuh, banyak banget. Tahu lo bakal ke sini jadi sekalian katanya," lanjut Alura seraya menggedikkan dagu ke arah meja makan. Di sana, selain ada makanan berat, ada beberapa makanan ringan dalam stoples-stoples yang terisi penuh.

Mama mertuanya tahu bahwa malam ini Jena dan Chiasa akan menginap di rumahnya, jadi menyiapkan makanan sebanyak itu. Perhatian sekali. Manis sekali. Dan ... mengharukan sekali. Kebaikan Mama mengingatkan Alura pada sosok ibundanya Kaivan, walaupun seharusnya dia sudah tidak mengingatnya lagi.

Keluarga Kaivan bahkan sudah menjadi milik orang lain. Dan tidak seharusnya dia masih merasa memiliki apa-apa yang bukan miliknya.

Seperti apa yang pernah Alura katakan, dia sudah menemukan malaikat baru, walaupun mama mertuanya ini lebih out of the box, lebih ramai, lebih berisik. Namun sama-sama menyenangkan, dengan versi berbeda. Lama mama mertuanya berada di rumah, menemaninya sampai waktu beranjak larut, bersama Jia. Alura pikir, dia akan mati gaya, keadaan akan canggung saat mereka terus bersama, tapi malah sebaliknya. Obrolan tidak pernah putus, dan terus berlanjut sampai Alura tidak sadar bahwa kebanyakan dia menanyakan dan penasaran beberapa hal tentang Favian.

Alura bahkan tidak segan memeluk dan mencium saat mama mertuanya itu pulang. Rumah langsung terasa kosong dan sepi. Ternyata, ada berisik dan ramai yang dia suka, ada berisik dan ramai yang terasa hangat, yaitu saat berada bersama mama mertuanya.

"Lo datang sendirian?" tanya Alura.

Jena baru saja kembali dari meja makan, membawa keripik kentang dari stoples yang ada di sana. "Nggak dong."

Slowly FallingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang