A/n; tembus dua puluh komentar, up next chapter. Happy reading, guys^^ Jangan lupa voment.
***
Andai Tami diminta menulis daftar momen paling membahagiakan dalam hidupnya, tentu pagi ini akan ia masukkan di urutan teratas. Setelah semalam dibombardir banyak hal menyenangkan, dimulai dari Kenan yang bersikap manis, ditambah kembalinya Hazmi, lalu ditutup chat romantis dari Emil, Tami jadi semringah untuk mengawali hari. Dia terbangun dengan perasaan luar biasa gembira. Ngomong-ngomong, Emil cuma membual semalam, dia tidak benar-benar mendatangi rumah Tami.
"Morning, Az!" sapa Tami.
Pemuda yang sedang sibuk di depan kompor, entah apa yang tengah dimasaknya, membalikan badan.
"Yoo, Ay!" balas Hazmi. Ditatapnya dengan seksama penampilan Tami yang sudah berseragam rapi dan kini tersenyum cerah di meja makan. Usai sekian detik memindai dan menilai, pemuda itu pun mengangguk puas. "Dengan look kayak gini, udah berapa banyak cowok yang lo tolak, hah?"
Tami tertawa kecil. "Sejak jadian sama Emil, gak ada lagi yang confess."
Hazmi mengangguk maklum. "Wajar. Mereka insecure. Orang cowok lo spek pangeran dari negeri dongeng gitu, anjir! Gue aja demen, haha ...."
"Jangan, Hazmi! Pamali!"
Dengan bibir masih menyisakan tawa, Hazmi kembali mengurusi masakannya. Soal meracik bahan pangan untuk mencipta hidangan lezat, pemuda itu memang jagonya, Tami yang perempuan saja kalah terampil. Padahal dulu mereka sering main masak-masakan bersama, siapa sangka sosok Hazmi bisa menguasai ilmu kuliner lebih baik dari Tami. Dulu, Hazmi sering mengajaknya bereksperimen membuat menu anomali dan menjadikan Youtube sebagai pedoman resepnya. Lidah Tami kerap jadi korban kegagalan percobaan tersebut, tetapi waktu itu, segalanya terasa menyenangkan.
Perihal keberadaan Hazmi di rumah Tami pagi ini, adalah karena ia dipaksa menginap. Semula, pemuda itu hendak pulang ke hotel yang disewanya, sebab ternyata Hazmi liburan ke Jakarta tidak seorang diri---dia membawa empat kawan. Namun, berhubung Tami mengomel sepanjang jalan kenangan dan memohon padanya untuk tinggal, Hazmi pun mengabulkan pinta gadis itu. Alhasil, sejak tadi, dia sudah berjibaku di dapur bersama bahan masakan sementara si pemilik rumah masih mendengkur halus di kamarnya. Untuk informasi saja, Hazmi tidur dengan Kenan, itu pun setelah melewati drama tak jelas karena Kenan agak ngeri digerayangi Hazmi.
Tami berdiri untuk menghampiri Hazmi yang sepertinya tengah menggoreng sesuatu. Kala sampai di samping pemuda itu, ternyata ada ikan menyelam dalam minyak di penggorengan. "Lo masak apa aja?"
"Sup sosis baso, telor mata sapi favorit Tami, terus ini." Dagu Hazmi mengedik pada tiga ekor ikan yang baru saja diangkat dan kini hendak ditiriskan.
Tami tentu girang karena jarang-jarang ada banyak menu tersaji di meja makan kala sarapan. Dia dan Kenan biasanya menyantap sereal di pagi hari, tetapi Tami lebih sering mengandalkan makanan kantin sekolah belakangan ini. "Duh, gue kangen banget masakan lo. Btw, ada niatan putus sekolah dan jadi asisten rumah tangga gak, Az?" canda Tami.
Hazmi berdecak, lantas beranjak ke meja makan dengan sepiring ikan goreng di tangannya. Tami mengekor di belakang sambil tersenyum cerah. Sudut bibirnya tertarik kian lebar kala menyadari baju siapa yang Hazmi pakai. Itu milik Emil yang tempo hari ditinggalkan karena basah kehujanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] T O X I C
Teen Fiction"Dari satu sampai sepuluh, coba rate perasaan lo buat gue." "Perasaan gue buat lo itu analoginya kayak kedalaman samudra. Rate-nya berarti dasar lautan; deepest part of the ocean. Berapa jumlah angkanya? Countless." Don't copy my story!