26. Tetap Tinggal

2.4K 410 107
                                    

Teruntuk silent readers; Semoga di-ghosting Ayang wkwk

***

Serapat-rapatnya bangkai ditimbun, baunya pasti tercium juga. Begitulah pepatah akurat untuk menggambarkan rahasia tentang kematian orang tua Tami. Nyaris empat tahun Tami hidup sambil meyakini bahwa si pelaku adalah orang asing yang tak saling kenal dengan orang-orang di sekitar dirinya, siapa sangka takdir justru menggelarkan kisah kelewat konyol; Raja adalah anak dari bajingan itu.

Bercandanya agak keterlaluan.

Keping-keping kepercayaan yang susah payah Tami rancang ulang selama bertahun-tahun berhasil kembali dihancurkan hanya dalam hitungan menit. Beberapa informasi menyakitkan diungkap Ogy dengan lantang dan melesak tepat ke jantung Tami. Tak tanggung-tanggung, kali ini ketabahannya sampai tak menyisakan bentuk lagi. Melebur jadi titik-titik yang kemudian hilang tersapu embusan angin. Jika saat kehilangan dulu rasanya macam langit ambruk dan menghimpit raga, maka sekarang Tami tidak punya perumpamaan untuk menjabarkan betapa sakit sebuah kebenaran mengoyak hatinya.

Yang kini gadis malang itu sadari adalah; dirinya hidup dikelilingi manusia-manusia toxic. Nyaris semua yang Tami kira bisa dipercaya justru mengkhianatinya. Dari Emil hingga Raja, lebih-lebih Onty Maudy yang tak sedikit pun pernah Tami taruh curiga. Kiranya kesalahan apa yang pernah ia perbuat sampai Tuhan menghukumnya dengan kejam?

Di rooftop tadi, usai mendengar Ogy mengungkap semua rahasia, Tami hanya kepikiran rumah sebagai tempat yang ingin ia tuju detik itu juga. Ia mau bertemu tantenya, meminta kejelasan dari penjelasan Ogy. Dengan getar samar pada kaki, Tami melangkah tergesa-gesa menuju gerbang sekolah. Bahkan Ogy yang memintanya berhenti sejenak sebab mau memberikan informasi lebih rinci pun tak Tami pedulikan. Cukup. Tami sudah sangat memahami situasi. Ogy tidak perlu mencipta luka lebih banyak lagi, karena yang ini saja mampu membuat Tami berpikiran untuk mati. Kepada semua orang, Tami sungguh benci. Semuanya, tanpa terkecuali.

Selama perjalanan pulang, Tami habiskan dengan melamun dalam bus. Gedung-gedung pencakar langit yang seakan-akan berlarian di balik kaca jendela tak menarik di penglihatannya. Mata gadis itu sembap, tetapi air sudah tidak lagi turun ke pipi. Tami berusaha tenang, memasang ekspresi datar seolah tak ada masalah, padahal batinnya berkecamuk, di balik rongga dadanya badai tengah mengamuk.

Jiwa Tami remuk.

Begitu sampai rumah, daun pintu langsung Tami tarik kuat-kuat. Ia masuk dengan bunyi derap langkah yang nyaring, seolah jadi tanda bahwa si pemilik kaki sedang tidak baik-baik saja. Di dalam, gadis itu segera mencari keberadaan Onty Maudy. Sejak Tami kembali masuk sekolah untuk meyelesaikan semester terakhir di SMA, beliau memutuskan resign dari pekerjaannya demi menemani Kenan yang tak boleh ditinggalkan sendirian.

Tami membuka pintu kamar yang ditempati Onty Maudy, dan ia disambut keheningan. Tadinya, Tami hendak menuju dapur, tetapi ponsel milik sang Tante yang tergeletak di kasur malah menarik perhatiannya. Jadi ia masuk saja dan tanpa ragu membuka aplikasi pesan di sana. Gadis itu tahu perbuatannya ini sungguh tidak sopan, tetapi persetan! Tami tak keberatan dicap bajingan gara-gara bersikap lancang macam sekarang.

Beruntung ponsel beliau tidak menggunakan password sehingga Tami dapat dengan mudah melihat ruang obrolan di What's app. Begitu layar menampilkan histori chat, nama Om Angga serta Emil ada di urutan teratas, lalu berselang dua nama asing ke bawah, terdapat nama Om Doni. Melihatnya, Tami langsung menggertakan gigi. Terbukti sudah penjelasan Ogy adalah fakta semua.

[✓] T O X I CTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang