Menunggu dan merindu, adalah kombinasi sempurna untuk mendatangkan kekalutan. Itulah kenapa selama lima tahun ke belakang Tami merasa hampir gila menjalaninya. Selain urusan kuliah yang bikin sinting, kewarasan gadis itu juga diuji dengan penantian abu-abu. Meski ia tahu di belahan bumi lain Emil masih menjaga perasaan, nihilnya komunikasi di antara mereka tetap saja menimbulkan overthinking. Perasaan Tami bergerak bak air lautan; ketika surat dari Emil datang otomatis pasang, tetapi berangsur surut seiring waktu berlalu. Begitu siklus yang terjadi selama nyaris lima tahun ini.
Di awal masa-masa kuliah, Tami sempat menyesal telah mengambil keputusan bodoh seperti ini. Alasan pertama; dia meninggalkan Kenan. Tami pergi jauh dari sang adik yang jelas-jelas sedang membutuhkan dukungan. Alhasil pemuda itu menderita luar biasa di tahun pertama mereka berjauhan. Namun, beruntung ada Ogy yang sudi mendampingi Kenan di masa-masa sulit tersebut. Ogy sampai rela tinggal di rumah Tami demi merawat dan menemani Kenan, membuat Tami amat bersyukur juga berterima kasih sebanyak-banyaknya.
Awal-awal menginjakkan kaki di Jogja, Tami antusias. Namun, semangatnya hanya bertahan beberapa Minggu karena ternyata datang ke kota orang tanpa seorang pun kenalan benar-benar aksi yang tidak patut ditiru. Histori kelam yang Tami alami membuatnya kesulitan mendapatkan teman. Siapa pun yang mendekat akan ia tatap penuh selidik hanya demi memastikan apakah mereka datang membawa maksud terselubung atau memang tulus ingin berkawan.
Gelagat Tami yang demikian membuat orang-orang malas mendekat sehingga waktu itu dia berakhir sendirian mengarungi semester pertama yang menyedihkan. Dia mencoba bergaul, membaur dengan mahasiswa lain, tetapi tak membuka diri untuk menjalin sesuatu seintens persahabatan. Tidak dulu, terima kasih. Rasa percaya Tami masih koyak, perlu waktu untuk membenahinya.
Waktu terus bergulir, Tami mulai menyadari dirinya tidak mungkin bisa selamanya sendiri. Jadi dengan trauma yang masih membayangi, dia mencari seseorang yang sekiranya bisa dipercaya. Tidak muluk-muluk, gadis itu hanya butuh teman ngobrol. Teman sefrekuensi supaya hidupnya tidak terlalu sepi. Lalu dari sekian banyak manusia di Jogja, Tuhan begitu baik mengirimkan seorang lelaki tampan bernama Jefri Mahendra. Kakak tingkat Tami yang populer dan memiliki rupa menawan. Jefri menempati urutan kedua setelah Emil dalam daftar cowok-cowok paling tampan yang pernah Tami temui.
Sejatinya ada kisah romansa yang bisa tercipta di antara mereka, tetapi Tami tak setega itu mengkhianati Emil. Lagi, Tami sudah mati rasa sehingga meskipun lelaki semenarik Jefri terindikasi naksir padanya, gadis itu malah berlagak pura-pura tidak peka.
Tentang Jefri, Tami benar-benar menganggapnya seorang kakak. Lelaki itu mengayomi, ia juga bersedia menyediakan telinga untuk mendengar curhatan Tami soal Emil. Karena Ogy sering berbagi cerita, katanya di sana Emil banyak yang suka. Tami tak kaget lagi, sadar betul mantannya memang ganteng paripurna. Keresahan-keresahan tersebut pun Tami bagi pada Jefri, secara tak langsung juga itu adalah cara Tami memberitahu Jefri bahwa dirinya tidak bisa membuka hati.
Jefri pengertian dan mau memahami, jadi ke depannya lelaki itu bertahan di sisi Tami sungguhan karena mau menemani. Namun, perihal isi hati, tak ada manusia yang bisa merabanya kecuali raga si pemilik hati itu sendiri.
Pokoknya bertemu Jefri adalah salah satu hal yang paling Tami syukuri di Jogja. Setelah lelaki itu lulus pun, dia masih bersedia datang ketika Tami membutuhkan bantuan mendesak.
Tentang Jefri dan Jogja, Tami akan mengakhirinya di paragraf ini. Mereka sekarang jadi kenangan, dua hal menyenangkan yang Tami simpan rapi di ingatan. Karena setelah menyelesaikan pendidikan, gadis itu pulang ke Jakarta dengan memori lama. Memori yang hanya diisi nama Emil dan kawan-kawan dekatnya di SMA. Tami dan Jefri memutus kontak atas persetujuan bersama. Perihal kedekatan mereka, Tami buram apakah informasi tersebut sampai ke telinga Emil atau tidak. Dilihat dari surat-surat yang Emil kirimkan di mana nama Jefri nihil disinggung, Tami pikir Ogy tidak menceritakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] T O X I C
Teen Fiction"Dari satu sampai sepuluh, coba rate perasaan lo buat gue." "Perasaan gue buat lo itu analoginya kayak kedalaman samudra. Rate-nya berarti dasar lautan; deepest part of the ocean. Berapa jumlah angkanya? Countless." Don't copy my story!