Harin sempoyongan memasuki rumah. Sesak di dadanya, sakit di hatinya dan bayangan masa lalu bersama Jeno membuatnya seperti orang linglung. Berjalan dengan pandangan kosong, pertama kali merasakan putus cinta, itu membuat Harin benar-benar seperti dunianya berakhir. Hatinya nelangsa.
"Harin, kamu tahu kenapa Nara putus sama Jaemin?" tanya Soojung secara tiba-tiba langsung menyerbui Harin dengan pertanyaan, ia hanya bisa diam menatap sendu ibunya.
"Bukan karena kamu, kan? Bukan karena Jaemin lebih milih kamu, kan?" tanya Soojung lagi secara bertubi, padahal dengan jelas Soojung melihat keadaan Harin saat ini seperti apa, begitu berantakan dengan mata sembab yang masih berair.
"Mama, aku juga sakit, bukan cuma Kak Nara yang lagi patah hati," lirih Harin dengan sendu, luka yang ia rasakan selalu bertambah karena ibunya tak pernah sekalipun mempedulikannya.
"Apa yang kamu bicarakan? Yang putus itu kakak kamu, dan kamu? Kamu cuma jadi penghalang bagi mereka," ucap mamanya ketus.
"Ma, Mama nggak tau apa yang terjadi sama aku. Nggak tau aku lagi sedih atau seneng, Mama nggak tau aku punya pacar atau nggak. Mama, aku pengin nangis di pelukan Mama kayak dulu lagi, aku kangen Mama," lirih Harin dengan tersedu. Tubuhnya terjatuh ambruk di atas sofa, ia mulai sesenggukan.
Soojung diam, sangat lama. Melihat anaknya yang begitu berantakan seperti tak terurus, pulang larut malam dalam keadaan menangis. Dan yang Soojung lakukan saat menyambut kepulangannya? Menyudutkan dan menyalahkannya atas apa yang terjadi pada Nara. Perlahan hati Soojung luluh, saat isakan memilukan itu keluar lagi dari mulut Harin. Benarkah ia sejahat itu? Batinnya kini. Langkahnya pun mulai menghampiri Harin.
"Nak," ucap Soojung pelan, "apa yang terjadi sama kamu, sayang?" tanyanya dengan lembut, mulai ikut duduk di sofa dan membelai kepala Harin.
"Mama ...." Gadis itu langsung menghambur ke pelukan sang ibu, Soojung pun perlahan balas memeluk anaknya itu. Sudah sangat lama sejak ibunya selalu memeluknya.
"Sakit banget. Di sini sakit banget, Ma." Harin menunjuk dadanya, dadanya yang ia rasakan sesak seperti ditusuk-tusuk ribuan jarum.
"Jangan nangis lagi, nanti cantiknya hilang ...," ucap Soojung menepuk-nepuk bahu Harin. Hatinya sangat tersentuh, kata-kata itu yang biasa ibunya ucapkan saat dirinya selalu menangis saat kecil.
"Nyonya." Suara bibi Han begitu mengagetkan keduanya, membuat pelukan Soojung melonggar.
"Bibi khawatir dengan Non Nara, dia gak mau keluar dari kamar mandi.""Sejak kapan?" tanya Soojung begitu khawatir.
"Kayaknya sejak tadi sore."
Mendengar itu, Soojung langsung melepaskan pelukan Harin begitu saja, berlari dengan panik ke kamar Nara.
Harin mematung, beberapa detik yang lalu ibunya memeluknya, masih ia rasakan kehangatannya. Dan sekarang? Sepertinya pelukan ibunya akan terjatuh lagi dan untuk seorang Kim Nara lagi.
Secara perlahan akhirnya Harin mencoba bangkit berjalan menghampiri kamar Nara, melihat apa yang terjadi di sana.
Ia hanya berdiri mematung saja di ambang pintu menatap sang ibu memeluk Nara dan menenangkan Nara, Harin sangat cemburu ibunya telah meneteskan air mata untuk Nara. Tangisan Nara semakin menjadi di dekapan ibu tirinya itu.
Apa Harin harus merelakan ibunya? Apa dia egois saat dia bilang cemburu? Harin juga ingin seperti itu, dipeluk ibunya saat menangis, dikecup ibunya saat merasa sedih, dibelai ibunya saat merasa kesepian. Bukankah kekuatan seorang anak adalah keluarga sendiri? Terutama seorang ibu.
Apa ini memang keadilan Tuhan yang telah memberikannya kasih sayang seorang ibu selama kurang lebih 18 tahun, dan Nara yang sedari balita sudah tak lagi merasakan kasih sayang seorang Ibu.
Harin mundur memegangi dadanya yang sangat sakit, ia mengalah. Mungkin Nara lah yang lebih membutuhkan ibunya saat ini.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG NO !! - Lee Jeno
Fanfiction🔞 "Putusin Jeno!" Itu yang tiap hari gue denger dari orang di sekitar gue. [REPUB]