Dia gadis yang selalu aku ceritain, Nek. Tapi dia milik orang lain.
Harin tersenyum mengingat saat ia diperkenalkan Jeno pada neneknya, neneknya yang begitu lembut. Neneknya yang meminta Harin untuk segera menikahi Jeno.
Situasi memang tak lagi sama, seperti yang dikatakan sebelumnya, hubungan Harin dan Jeno tak lebih dari pasien dan dokter. Ya, entah takdir Tuhan atau memang ada orang di baliknya yang melakukannya, Jeno menjadi dokter tetap Harin untuk memeriksakan diri. Tanpa ada yang tahu, kecuali Soojung.
"Sayang, kamu udah kasih tahu Jaemin kamu udah bisa jalan tanpa alat bantu?" Choi Minho, ayah kandung Harin menghampiri.
"Belum, Yah. Jaemin akhir-akhir ini susah dihubungi," jawab Harin sedikit mempoutkan bibir. Jaemin memang telah kembali ke Tokyo karena kuliahnya harus dirampungkan.
"Pengorbanan Jaemin, untuk kamu dia rela tinggal di Tokyo. Lebih baik, kamu juga secepatnya kembali ke sana, bunda kamu juga pasti kangen." Minho mengelus-elus kepala Harin sayang.
Harin diam dan menunduk, ia begitu jahat pada Jaemin. Jaemin tunangannya tapi dia tak di sisinya. Jaemin sangat tulus mencintainya tapi dirinya selalu bersama pria lain. Meskipun itu tidak bisa dikatakan sebagai perselingkuhan, tapi hati dan perasaan Harin ada pada pria itu.
Drrrt~ Harin sedikit tersentak, handphonenya bergetar.
Ia melihat siapa yang menelpon, begitupun ayahnya tak sengaja melihat sekilas layar handphonenya.
"Dokter Lee?" tanya ayahnya mengerutkan kening.
"Apa hari ini jadwal kamu ke rumah sakit?"Harin diam, ia harus berbuat dan menjawab apa sekarang ini. Jeno menelponnya, tentu bukanlah telpon antar dokter dan pasien. Hingga akhirnya Harin memilih mematikannya.
"Kenapa direject?" tanya Minho membuat Harin gelisah.
"Kayaknya nggak perlu, Yah. Aku, kan udah sembuh," jawab Harin mencari alasan dengan menampilkan wajah sok polosnya dan ia sedikit cengir untuk menyembunyikan rasa gugupnya.
Minho menggelengkan kepalanya dan sedikit berdecak. "Kamu itu, mentang-mentang udah bisa jalan. Kalo penting dan menyangkut kesehatan kamu gimana?" tanyanya melipat kedua tangannya di depan dada.
"Hehe, ya udah aku ke rumah sakit sekarang," ucap Harin langsung berdiri.
Sang ayah hanya tersenyum melihat tingkah putrinya itu, putrinya yang menggemaskan meski di usia yang tak lagi remaja, 22 tahun. Tak lama, Minho ikut bangkit dan bersiap untuk mengantarkan Harin ke rumah sakit, kebetulan dirinya juga akan berangkat ke kantor.
"Ayo sekalian bareng Ayah," ucap Minho.
Tit~ benar-benar tidak disangka sebelumnya. Mobil Jeno terparkir manis di depan rumah keluarga Harin.
Harin dan ayahnya yang melihat itu tentu terkejut, apalagi kini Jeno mulai keluar dari mobil dan menghampiri, memberi hormat pada ayah Harin.
"Dokter Lee? Baru aja saya mau antar Harin ke rumah sakit," ucap Minho setelah membalas hormat Jeno.
"Hari ini bukan jadwal Harin untuk diperiksa." Jeno sedikit melirik Harin. Harin sendiri gelisah, takut Jeno berbuat yang tidak-tidak.
"Biarkan saya memperkenalkan diri secara pribadi, nama saya Lee Jeno, teman di masa lalu Harin," ucapnya kembali membungkukkan bahunya.
Lee Jeno? Batin Minho kini. "Kamu putra dari Lee Donghae?" tanyanya mengangkat sebelah alis.
"Ya, benar." Jeno menjawab dengan percaya diri. Tujuan Jeno melakukan itu memang tujuannya ingin mengenal ayah dari Harin itu, dan lebih cepat lebih baik dari pada Minho mengetahui bahwa dokternya Harin adalah dirinya.
"Ah aku gak percaya ini, kenapa bisa kebetulan?" Minho sedikit berdecak dan menggeleng. Tentu Minho pernah mendengar dari istrinya bahwa Lee Jeno dan Harin dulu berpacaran.
Minho menatap Harin dan Jeno secara bergantian, Minho mulai curiga ... mereka masih saling mencintai, terlebih lagi seringnya bertemu yang hanya berdua.
"Saya mau minta izin untuk ngajak Harin jalan ke luar," ucap Jeno masih begitu percaya dirinya. Harin tersentak dan menatap tajam Jeno.
Minho hanya tersenyum, hatinya memuji Jeno yang begitu berani. "Oke, saya izinkan," ucap Minho kembali tersenyum. Mendengar itu mata Harin semakin melebar tak percaya, yang ia kira ayahnya akan marah ternyata mengizinkan. Entah, Harin menginginkan ayahnya melarang ia pergi.
"Ya sudah kami pamit." Jeno membungkuk setelah sebelumnya tangan Harin berhasil ia genggam. Minho hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Harin, jangan lupa. Minggu depan kamu harus kembali ke Tokyo, Jaemin nunggu kamu," ucap Minho lantang dengan Harin yang hampir memasuki mobil Jeno.
Harin membalikkan tubuhnya dan menatap sang ayah yang seperti memberi peringatan padanya. Membuatnya hanya bisa menunduk dan masuk mobil yang dibukakan pintunya oleh Jeno.
Kenapa begitu cepat? Apa ayahnya memberikannya persyaratan? Dirinya bisa pergi dengan Jeno tapi harus secepatnya kembali ke Tokyo untuk Jaemin. Pikirnya seperti itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG NO !! - Lee Jeno
Fanfiction🔞 "Putusin Jeno!" Itu yang tiap hari gue denger dari orang di sekitar gue. [REPUB]