Dengan senyum bahagia yang tak pernah lepas dari bibir seorang Lee Jeno, menginjakkan kaki dengan cepat keluar mobil. Tapi tiba-tiba ekspresi wajahnya berubah saat melihat sebuah bangunan di depannya itu.
Sebuah bangunan tua, yang berada di sebuah pinggiran kota. Sangat kumuh dan sangat tidak memungkinkan untuk seorang ibu dari Jeno ada di dalamnya, di depannya terdapat sebuah papan, Panti Jompo. Tidak mungkin Tiffany Hwang berada di sana.
"Detektif Park, kenapa kita ke sini?" tanya Jeno bingung.
"Masuk saja," balas si detektif datar.
Jeno pun dengan langkah gemetarnya masuk panti itu, bangunan yang hanya dihuni para manula. Dapat dihitung jumlah yang masih bisa berjalan, itupun merayap.
Jeno terus mengikuti langkah Detektif Park, dan berhenti di depan sebuah kamar.
Jeno membuka pintunya, seorang wanita tengah duduk menggunakan kursi roda membelakangi pintu menatap luar jendela. Jeno tidak yakin itu ibunya, karena rambutnya terlihat penuh uban dan juga terlihat rontok.
"Siapa?" tanya wanita tua itu menatap Jeno dari atas sampai bawah.
"Detektif Park, siapa dia?" tanya Jeno pada Detektif Park di belakangnya.
"Nyonya, ini Lee Jeno," ucap detektif itu, wanita tua itu menatap Jeno lekat-lekat.
"Cucuku?" tanya wanita tua itu, dan sang detektif mengangguk.
***
Harin sudah baikan, wajahnya saja sudah terlihat bersinar kembali, kini hanya tiduran saja di paha Jaemin dengan memainkan ponselnya tidak jelas. Berharap ibunya menghubungi bukannya Nara, panggilan tak terjawab semuanya dipenuhi nomor Nara.
Dan Jaemin, ia hanya tersenyum terus menerus memainkan rambut Harin, mengelus-ngelusnya dan menyisirnya dengan jari-jarinya. Mereka memang terlihat sangat intim, siapapun yang melihatnya akan menganggap itu adalah sepasang kekasih.
Deg~
Dada Jaemin sesak melihatnya, bercak keunguan yang begitu banyak di sekitar leher Harin, walaupun sudah dua hari tapi ternyata tanda itu masih terlihat jelas. Entah apa yang Jaemin pikirkan, Jaemin meraba setiap tanda itu hingga memutari leher Harin bagian depan.
Mata Harin beralih ke atas menatap Jaemin tajam dan memegangi tangan Jaemin.
"Lo ngapain?" tanya Harin heran.
"Sentuh kissmark," jawab Jaemin datar, membuat Harin membulatkan mata dan segera bangkit dari paha Jaemin menjadi duduk.
"Kis-Kissmark apa? Nggak ada." Harin menutupi lehernya gugup.
"Segitu cintanya lo sama dia?" tanya Jaemin menatap Harin serius. Harin diam saja, ia malah mengalihkan pandangannya.
"Gue tahu kalian ngelakuinnya di malam itu," lanjut Jaemin lagi masih datar.
"Apa yang ada di pikiran lo, Harin? Lo tahu sendiri kalo dia mau tunangan sama kakak tiri lo, kenapa lo masih mau ngelakuinnya?" tanya Jaemin mulai mengeluarkan emosinya.
"Na, pertunangan itu batal," lirih Harin.
"Dan lo masih berharap dia milik lo? Lupakan, Harin. Itu gak akan mudah untuk diperjuangkan, itu akan sangat sulit kalo lo memperjuangkannya sendiri. Karena Jeno sama sekali nggak perjuangin lo, saat pertunangan itu Nara yang membatalkannya, Nara yang menjelaskan semuanya. Dan Jeno, dia mencoba mempertahankannya," ucap Jaemin panjang lebar dengan menghelakan napasnya, mencoba menyadarkan Harin.
Harin sedari tadi menunduk, air matanya pun telah keluar, dan ia kembali mengingat perkataan Donghae yang menghinanya beserta ibunya.
Melihat Harin yang seperti itu membuat Jaemin merasa bersalah, Jaemin menghampiri Harin dan menariknya ke dalam dekapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG NO !! - Lee Jeno
Fanfiction🔞 "Putusin Jeno!" Itu yang tiap hari gue denger dari orang di sekitar gue. [REPUB]