Dengan semangat Harin memasuki ruangan Dokter Lee setelah sebelumnya dipanggil seorang perawat.
"Semangat, sayang. Kamu pasti cepat sembuh, Mama tunggu di sini," ucap Soojung mengantar Harin sampai pintu.
Dengan sangat pelan Harin berjalan, suara ketukan tongkat di lantai mengantarnya menemui Dokter Lee untuk ke dua kalinya. Tanpa melihat ke arah dokter, mata Harin terfokus pada lantai, takut-takut ia terjatuh.
"Biar saya bantu," ucap sang dokter menghampiri Harin dan menyentuh bahunya, bermaksud memapah gadis itu.
Ada yang aneh Harin rasakan, suara Dokter Lee yang berbeda dari sebelumnya. Harin melirik Dokter Lee, namun kenyataannya yang di sampingnya itu adalah orang lain, Lee Jeno.
"Jeno? Kenapa kamu?" tanya Harin terkejut.
"Dokter Lee Taeyong berhalangan, dan aku dimintai untuk gantiin beliau," jawabnya datar.
Harin mengangguk ragu, ia ragu jika ini hanya akal-akalan Jeno saja untuk bisa bersamanya. Tapi detik berikutnya ia membuang jauh pikiran yang terlalu percaya dirinya itu.
"Nona Choi," ucap Jeno mengagetkan Harin. Harin terkesiap, bahkan ia tak sadar telah berhadapan dengan Jeno dan posisinya sudah duduk.
"Ah." Harin gugup, sangat gugup. Jeno di depannya adalah seorang dokter, dokter untuknya berkonsultasi dan memeriksa keadaannya. Harin tidak bisa untuk profesional.
"Aku sudah bisa berdiri tegak, dan jariku bisa bergerak, tapi untuk melangkah rasanya sangat sulit," ucap Harin menunduk.
Jeno diam dan membaca setiap baris catatan milik Harin, membaca perkembangan kaki Harin sebelumnya. Diam-diam Harin menatap Jeno dengan mencuri-curi, hingga beberapa detik Harin menatapnya lekat.
Jeno yang dulu ia kenal tidak serapi ini, dan tidak ... setampan ini. Dulu berantakan, celana jeans bolong-bolong dan baju sangat kusut, warna rambut yang selalu berubah-ubah, anting di telinga bahkan bibir. Tato yang melingkar di tangannya tampaknya tidak ada, ya, bahkan Harin mengamati pergelangan tangan Jeno.
Jika seperti ini setiap hari, maka Harin langsung sembuh. Seperti mimpi untuk gadis itu, dan rasa yang ia rasakan begitu bergejolak. Harin mengutuk dalam hati, detakan jantungnya pasti Jeno rasakan saat Jeno memeriksa detakan jantungnya. Memeriksa kakinya dan melihat otot-ototnya yang masih kaku di layar monitor.
Harin yang berbaring dan berdiri dibantu Jeno membuat Harin benar-benar ingin melenyapkan dirinya yang terlampau gugup.
"Semangatmu untuk sembuh begitu tinggi, Nona Choi," ucap Jeno menyerahkan kertas yang berupa catatan kesehatan kaki Harin.
"Terima kasih, Dok," ucap Harin masih sangat gugup, pertama kalinya memanggil Jeno dengan panggilan dokter.
"Saya permisi." Harin kembali mengutuk dirinya dalam hati. Hal bodoh dan rasa gugupnya pasti sangat terlihat oleh Jeno."Ini sudah masuk jam makan siang, bagaimana kalau kita makan siang bersama?" ajak Jeno dengan berani.
"Ya?" Lagi-lagi Harin terkejut, apa Jeno gila? Pikirnya. Kenapa seberani itu.
"Tapi ...." Ingin mencari alasan."Rin," panggil Jeno kini dengan panggilan non formal. Harin menoleh.
"Kamu ingat, saat sebelum kamu kecelakaan? Saat kita di depan makam bundaku?" tanya Jeno lirih, mengajak Harin untuk mengingat ke masa itu.
Harin mengangguk.
"Aku sudah janji sama nenekku, kalo mau pertemukan kamu sama beliau," jelas Jeno menatap Harin lekat, dengan masih duduk di kursi mengenakan jas putih kebanggaannya.
"Janji?" Harin kembali diam, ya dia ingat ... saat dimana Jeno mengatakan akan mengenalkannya pada neneknya yang baru Jeno temui itu. Hari yang sama dimana dirinya tertabrak dan terpisah hingga sekarang ini.
"Tapi ...." Lagi. Kata itu lagi yang keluar dari mulut Harin.
"Aku janji nggak bakal lama." Jeno tersenyum dan langsung berdiri, membantu Harin berjalan.
Soojung sangat terkejut, melihat putrinya keluar bersama Jeno. Karena yang ia tahu putrinya diperiksa Dokter Lee Taeyong dan bukanlah Lee Jeno.
"Tante, boleh aku bawa Harin sebentar?" tanya Jeno langsung saja, dan sedikit membungkuk pada Soojung.
"Ke mana?" tanya Soojung spontan, ia juga sedikit panik. Takut jika Jeno melakukan hal gila.
"Hanya makan siang dan setelah itu menemui nenekku, nenek sangat ingin ketemu Harin karena aku selalu menceritakannya," jelas Jeno apa adanya.
Jeno sudah berubah, Jeno bukan Jeno yang dulu, pikir Soojung saat ini meyakinkan dirinya. Jeno takkan berbuat gila untuk bisa memiliki Harin, kan? Pikirnya lagi terus berkecamuk.
"Kalo ayah dan bunda Harin tahu, mereka pasti nggak bakal ngasih izin," ucap Soojung meremas jari jemarinya. Yang membuatnya khawatir karena Harin dalam kondisi tidak baik.
"Aku janji akan menjaga Harin dan kami akan pulang dengan cepat." Jeno mengerti, Soojung begitu sangat mengkhawatirkan Harin.
***
Makan siang hanya berdua di sebuah restauran mewah. Hanya duduk berhadapan tanpa suara, hanya dentingan sendok dan pisau yang terdengar.
"Aaa ...." Tanpa disadari, kini Jeno menyodorkan satu potong steaknya dengan garpu di depan mulut Harin.
Harin enggan melakukannya mengingat siapa Jeno untuknya kini. Hubungan mereka tak lebih dari seorang dokter dan pasien, dan juga teman lama.
"Ayolah, satu aja," rayu Jeno masih tetap kekeh, dan mau tidak mau Harin pun menerima suapan dari Jeno, melahapnya pelan.
Jeno tersenyum untuk itu, ia tidak sia-sia mengajak Harin makan siang. Jeno yang sekarang memang lebih hangat dan menyenangkan dari yang dulu.
Senyum Jeno tiba-tiba kembali tersungging manis, melihat bibir Harin yang belepotan. Ia meraih tisu dan mengusap bibir Harin sangat pelan.
"Kamu akan tetap di Seoul, kan?" tanya Jeno kini, Jeno yang dingin benar-benar menjadi pribadi yang hangat.
"Aku nggak tau. Karena saat sekarang ini juga aku ikut ayah yang kebetulan ada tugas di Korea, bundaku juga saat ini masih di Tokyo," jawab Harin setelah meneguk minumannya satu tegukan.
"Ah gitu." Jeno mengangguk-anggukan kepalanya.
"Kamu nggak mau nanya sesuatu tentang aku?" tanya Jeno kini melipat kedua tangannya di atas meja, benar-benar siap mendengarkan sebuah pertanyaan.Satu alis Harin terangkat. "Nanya apa?"
Jeno sedikit berdecak. "Kamu yang sekarang lebih pendiam, padahal dulu sangat cerewet," ucapnya, dan Harin hanya menanggapinya dengan tersenyum kecil.
"Kamu sadar, kalo kita berdua udah jadi aku-kamu? Nggak lagi lo-gue." Jeno terus mengoceh, ia ingin melihat senyum Harin yang dulu, senyum manis yang menjadi candu untuknya.
"Karena dulu kamu berandalan, hidupnya nggak jelas, dan sekarang kamu dokter, kayak yang gak mungkin aja buat aku," jawab Harin sedikit cengir, menampilkan deretan gigi putihnya. Dirinya bingung harus memberikan jawaban apa dan bagaimana.
"Semuanya karena kamu, Rin." Jeno tersenyum penuh arti. "Ayahku nggak lagi mengekangku, dia setuju aku sama kamu asal aku sudah menjadi orang yang berguna."
Harin diam, hubungannya bersama Jeno sudah mendapat persetujuan dari Lee Donghae. Tapi keadaan sudah benar-benar berubah, Harin tak ingin menyakiti hati lain, Jaemin yang begitu tulus untuknya.
"Kapan ketemu neneknya?" tanya Harin mengalihkan pembicaraan, ia tak ingin berlarut membicarakan tentang mereka berdua.
Jeno menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia melupakan hal itu. "Oke, kita temui nenek sekarang."
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG NO !! - Lee Jeno
Fanfiction🔞 "Putusin Jeno!" Itu yang tiap hari gue denger dari orang di sekitar gue. [REPUB]