Satu minggu telah berlalu. Di sinilah Jeno sekarang, Tokyo.
Ia berjalan di tengah pusat perbelanjaan, maniknya terus mencari sesuatu yang menarik. Tepatnya dirinya yang mencari hadiah untuk bertemu Harin nanti, entah tiba-tiba pikiran Jeno menuju ke sana.
Rasa gugup mendominasi, sehingga dirinya memikirkan harus membawa sesuatu. Ia mengelilingi pusat perbelanjaan itu begitu lama, terlalu bingung harus membeli apa.
Deg~
Seseorang yang ia kenal. Jeno yakin itu, itu Harin yang berjalan di lantai bawah. Meski sekilas karena gadis itu langsung memalingkan wajahnya dan berlalu dengan cepat. Jeno menuruni lift dengan berlari cepat, seolah takut kehilangan jejak gadis yang ia yakini Harin itu.
Jeno tidak melihatnya lagi, mengacak rambutnya bak frustrasi. Lagi-lagi ia menertawakan dirinya sendiri, bukannya ia ke sini untuk menemui Harin secara langsung? Kenapa ia harus sepanik ini? Setelah ini pun niat Jeno dari awal memang langsung menuju kediaman Harin.
Bodoh. Ya, hanya karena bayangan saja bisa membuat Jeno bodoh dan gila.
Jeno berbalik hendak melanjutkan langkah, namun ... kakinya tak bisa bergerak. Di depannya seorang gadis berdiri dengan manisnya, berhadapan satu meter dengannya. Ternyata Jeno tak salah melihat, yang dilihatnya tadi memang lah Harin.
Mereka cukup lama hanya saling bertatapan, Harin pun merasa terkejut. Ia hanya bisa diam. Jeno yang di depannya saat ini terlihat lebih dewasa, dan debaran dadanya masih sama seperti dulu. Jeno yang bisa mendebarkan hati Harin, dan Harin yang hanya bisa mendebarkan hati Jeno.
Jeno tersenyum. "Hai, apa kabar?" ucapnya dengan lembut.
Harin balas tersenyum dengan manisnya. "Hai, aku baik. Kamu apa kabar? Lama nggak ketemu," balasnya.
Jeno yang mengulum senyumnya sedikit menunduk dengan tangan di saku jeansnya. Bahagia bukan main ia rasakan.
"Aku juga baik," jawab Jeno menatap lekat Harin, "kamu tambah cantik."
"Heh?" Harin terkejut sekaligus ingin tertawa, ia merasa pertemuannya dengan Jeno saat ini lucu.
"Kamu makin cantik dan menarik, berapa usia kamu sekarang?" tanya Jeno dengan berani.
"Aku 26. Kamu sendiri?" tanya balik Harin, sungguh senyumnya semakin manis di mata Jeno.
"Aku 28," jawab Jeno sedikit tertawa.
Mereka berdua tertawa, usia mereka tak lagi remaja. Dan perasaan mereka yang masih kuatnya meski jarak dan waktu memisahkan. Walaupun itu bukanlah cinta pertama.
Jeno melangkahkan kakinya mendekati Harin. Tangannya terulur dan jabat tangan itu dibalas Harin. Malu-malu untuk keduanya, menahan gejolak rasa yang terus menghampiri. Ingin berpelukan, tapi ... bolehkah? Jeno sadar sepenuhnya, Harin milik orang lain.
.
.
."Aku datang jauh-jauh ke sini buat ketemu kamu," ucap Jeno yang kini mereka duduk berhadapan di sebuah kafe.
"Ketemu aku?" ulang Harin mengangkat kedua alisnya.
Jeno menganggukkan kepala, dan dirinya mulai mengeluarkan undangan dari tas kecilnya, menyerahkannya pada Harin.
"Nara nikah, dan dia mau aku yang anterin undangan ini langsung ke tangan kamu," jelas Jeno menatap Harin yang kini terdiam sangat serius, "ada-ada aja, kan, dia?"
Harin yang awalnya kalem kini histeris. "Ya ampun, ya ampun Kak Nara nikah?" teriaknya mengguncang-guncangkan tangan Jeno yang di atas meja. Jeno terkejut untuk itu, menatap tangan Harin yang menyentuh tangannya.
"Sama siapa? Cowoknya pasti ganteng, kan? Iyalah ... kan, Kak Naranya cantik banget," ucap Harin tanpa jeda dengan bibir nyerocos.
Senyum Jeno kembali melebar, Harin yang dulu memang seperti ini, bawel dan tidak bisa diam.
"Kim Nara ... dan ... Hwang Renjun." Harin membaca pelan undangan itu, "ah Hwang Renjun namanya. Berarti Kak Nara bakal jadi Nyonya Hwang dong, ya?" ucapnya lagi sangat antusias, "ganteng banget..." pekik Harin yang melihat gambar Renjun dalam undangan itu.
"Naksir, hem?" tanya Jeno dengan dagu terangkat.
"Eh?" Harin terkejut, "siapa yang naksir," gumamnya menahan tawanya.
"Tadinya aku mau ke rumah kamu langsung buat anterin undangan ini." Tatapan Jeno tak hentinya menatap Harin dengan intens.
"Terus ngapain ke sini?" tanya Harin yang fokus membaca tulisan-tulisan yang tertera dalam undangan.
Jeno mengusap tengkuknya, ragu menjawab yang sebenarnya. "Tadinya mau nyari sesuatu buat kamu, malu lah lama nggak ketemu nggak ngasih apa-apa," ucapnya pelan.
Harin tertegun dan sedikit menggigit bibir. Jeno masih begitu perhatian padanya.
"Jujur banget kamu," ucap Harin tertawa meledek. Jeno hanya tersenyum malu saja menanggapinya, rasa bahagia bertemu Harin benar-benar membuatnya gugup.
"Ya udah, mau beliin apa buat aku?" tanya Harin memiringkan kepalanya menatap Jeno, sedikit beraegyo. Melihat tingkah Harin yang seperti itu membuat Jeno mengerjap tak percaya. Harin tampak tidak menjaga jarak dengannya.
"Kamu mau dibeliin apa?" tanya Jeno balik.
"Duh udah jadi dokter kantongnya tebel dong, ya?" ucap Harin terkikik, "ya udah yuk sekalian pilih kado buat kak Nara."
Jeno berdecak karena candaan Harin, gadis itu benar-benar berbeda dari yang terakhir mereka bertemu. Jeno segera berdiri dan mengiyakan ajakan Harin.
Yang akhirnya mereka berdua berjalan berdampingan, ingin merangkul atau menggenggam tangan Harin, tapi Jeno tak berani. Jeno benar-benar ingin menghormati Harin sebagai wanita, dan perlakuannya di masa lalu yang selalu berani melucuti pakaian Harin ... biarlah, itu masa lalu mereka yang mereka anggap suram.
Mereka berjalan-jalan mengelilingi pusat perbelanjaan tersebut, memilih-milih beberapa barang yang cocok buat Nara.
"Harin, ngadep sini," ucap Jeno yang udah siapin bando di tangannya. Begitu Harin berbalik Jeno langsung memakaikan bando kelinci itu.
Harin yang terkejut langsung melepasnya. "Ayo dong, Jen, aku udah nggak semuda itu," ucapnya yang malah langsung balik memakaikannya ke kepala Jeno, setelah itu tertawa kencang.
"Sini aku fotoin."
Ckrek~
Tanpa aba-aba apapun Harin langsung memoto Jeno menggunakan handphone miliknya.
"Curang kamu, ya." Jeno mendesis dengan tatapan memicingnya.
"Ahahaha, lucu lho, Dokter ..." ucapnya dengan menggunakan panggilan dokter. Harin memanggil Jeno dokter membuat Jeno itu serasa lucu untuknya, Harin seperti mulai membuat benteng.
"Harin, Jeno." Suara seorang lainnya menghampiri, mengagetkan keduanya tentunya.
"Jaemin ...." "Nana ...," ucap Jeno dan Harin secara bersamaan, wajah keduanya tampak terkejut. Terutama Jeno, ia takut jika Jaemin harus salah paham dan membuat masalah untuk Harin.
tbc
![](https://img.wattpad.com/cover/300788829-288-k438689.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG NO !! - Lee Jeno
Fanfiction🔞 "Putusin Jeno!" Itu yang tiap hari gue denger dari orang di sekitar gue. [REPUB]