Dingin

1.8K 108 0
                                    

Salju mulai mencair saat sinar mentari pagi mulai menerpanya, angin dingin berembus lembut menyapa di pagi ini. Ia tarik napas dalam-dalam dan memejamkan mata menikmati suasana. Tersenyum manis ketika genggaman tangan prianya semakin mengerat. Jeno di sampingnya dan akan selalu di sampingnya mulai saat ini.

Mereka saling melirik dan saling melemparkan senyum, kembali melanjutkan langkah mereka memasuki kediaman keluarga Lee. Pertama kali Harin memasuki rumah itu. Dadanya tak bisa ia tahan untuk terus berdetak kencang. Meminta restu secara resmi tujuan mereka saat ini.

Jeno memilih waktu di pagi hari, karena hanya saat pagi keluarganya bisa berkumpul yaitu saat sarapan. Ia berdeham dan terus semakin mengeratkan genggaman tangannya, karena nyatanya Jeno memang sama gugupnya.

"Ayah, Ibu," sapa Jeno berdiri di depan meja makan.

Keluarganya yang baru saja selesai sarapan itu tentu terkejut, karena Jeno jarang berkunjung pagi-pagi seperti ini.

"Kakak, tumben pagi-pagi," ujar bocah laki-laki yang duduk di samping Lee Donghae, siapa lagi jika bukan adiknya yang lain ibu.

"Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan," jelas Jeno pelan.

"Apa?" tanya sang ibu sambungnya dengan satu alis terangkat, hubungan Jeno dengan ibu tirinya itu memang terkesan dingin.

"Aku membawa seseorang, dia di ruang tamu," jawab Jeno datar, matanya sedikit melirik ke arah di mana Harin berada.

"Siapa?" tanya Donghae datar. Ia mengelap mulutnya dengan tisu dan segera berdiri.

"Aku akan sangat sibuk hari ini, jadi jangan buang waktuku jika tidak penting," lanjutnya berdiri dan meraih tas kerjanya.

Jeno hanya diam, membiarkan ayahnya berjalan terlebih dulu dan ia di belakangnya.

Sedangkan Harin tangannya begitu bergetar, ia sangat takut kini, takut jika ayah Jeno tidak menerimanya.

"Harin," ucap Donghae dengan senyum miring, wajahnya memang tampak semringah, akan tetapi ... sinis.

"Selamat pagi, Tuan." Harin membungkuk.

"Ayolah, kenapa kamu masih panggil aku Tuan? Panggil saja Om," tukas Donghae dengan cepat.

Tiba-tiba ibu tiri Jeno yaitu Kwon Yuri datang bersama putranya. "Ah ada tamu rupanya. Apa kabar, cantik?" tanya Yuri dengan sangat ramah, tersenyum menatap Harin dari atas sampai bawah, tentu Harin yang dulu dan sekarang jauh berbeda.

Tatapan ibu tiri Jeno membuat Harin tidak nyaman, pantas saja Jeno memilih tinggal sendiri di apartement dan tidak mau tinggal bersama keluarganya, pikirnya.

"Aku baik, Tante," jawab Harin sangat pelan.

"Aku mengajak Harin ke sini ... ingin meminta restu pada kalian semua, kami akan segera menikah," ucap Jeno dengan pasti, menatap ayah dan ibunya bergantian.

"Aku kira kakak nggak bakalan nikah," celetuk adiknya begitu saja.

Sedangkan Donghae hanya diam, ia menatap Harin dengan senyuman misterius. Benar-benar membuat Harin tidak nyaman jika terus berlama-lama bersama keluarga Jeno ini.

"Kamu mau menjadi menantuku, Harin?" tanya Donghae terdengar begitu meremehkan.

"I-iya." Harin semakin gemetar.

"Lantas kenapa kemarin kamu menolak lamaranku? Sekarang kamu menyesalinya?" tanya Donghae lagi benar-benar membuat Harin serasa mati kutu.

"Ayah," sela Jeno cepat. Jeno tahu perkataan ayahnya akan melukai hati gadisnya.

"Ahaha, santailah, Nak. Aku hanya bertanya." Donghae tertawa renyah menatap Harin dan Jeno bergantian.

"Masalah lamaran kemarin, bukan hanya Harin yang menolak tapi aku juga. Jadi, tidak akan pernah ada penyesalan," ucap Jeno begitu tajam, tangannya lagi-lagi menggenggam tangan Harin erat.

BIG NO !! - Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang