Dosakah?

3.4K 175 10
                                    

"Kamu dengar, kan kalo minggu depan aku bakal ke Tokyo?" tanya Harin di perjalanan mereka, melirik Jeno yang masih sibuk mengemudi.

"Nyusul tunangan kamu?" tanya Jeno dengan sudut bibir tersungging masam.

"Ya, seperti itulah," jawab Harin sedikit tertawa, merasa lucu.

"Mau ke mana kita?" tanya gadis itu kini karena merasa sudah terlalu lama di perjalanan, bahkan ia merasa kalau Jeno hanya berputar-putar saja.

"Kamu maunya ke mana?" tanya Jeno balik.

Harin mengerucutkan bibir menatap kesal Jeno. "Yang ngajak keluar siapa coba?" ucapnya sambil memutar kedua bola matanya malas.

"Yang ngajak jalan emang aku, tapi aku mau turutin kamu maunya ke mana?" Jeno sedikit mengulum senyumnya, "kamu saat berdua sama aku maunya ke mana?" tanya Jeno dengan tatapan menggodanya.

"Dasar! Nyebelin banget," gerutu Harin menyimpan satu tangannya dan menatap ke luar.

"Ya udah kita jalan aja terus." Jeno cekikikan.

Mata Harin kembali membulat, ia memekik, "Jeno!" Yang benar saja. Kakinya baru bisa berjalan kembali dan selama ini ia selalu terkurung di rumah.

"Oke, oke. Kita pergi ke mana yang aku mau," ucap Jeno dengan menunjukkan smrik andalannya, melajukan mobilnya lebih cepat lagi membelah jalanan kota Seoul.

Hingga akhirnya mereka berhenti di depan sebuah gerbang. Harin kebingungan dan menatap curiga Jeno.

"Kamu bawa aku ke pegunungan?" tanya Harin mengerutkan kening.

Jeno tak menjawab apapun, ia hanya tersenyum saja. Kembali melajukan mobilnya setelah gerbangnya dibuka oleh seorang penjaga.

"Sampai ...!" Jeno dengan semangatnya berhenti tepat di depan sebuah bangunan yang bisa dikatakan unik.

Harin keluar dari mobil dan melihat ke sekeliling, cukup menakjubkan. Sekarang ia tahu kenapa Jeno mengajaknya ke tempat itu, untuk menikmati musim gugur.

Sebuah villa di sisi pegunungan dengan pohon-pohon menjulang daun-daunnya terus berjatuhan ke tanah, pemandangan yang menenangkan. Harin cukup menikmatinya.

"Udah lama aku pengin ajak kamu ke sini," ucap Jeno menyadarkan lamunan gadis itu.

Harin menoleh, namun detik berikutnya terkejut karena tangan Jeno menggenggam tangannya dan menariknya masuk ke dalam.

.

"Setelah kamu balik ke Tokyo, pasti kamu bakal kangen terus sama aku," ucap Jeno yang kini mereka tengah makan siang berdua di luar rumah itu.

"Yeu ... kepedean deh," balas Harin dengan semangat menyumpit makanan di depannya dan memasukkannya ke dalam mulutnya, terus seperti itu.

"Laper apa doyan, Neng?" Jeno menatap Harin dengan candaannya.

Mulut Harin yang penuh itu semakin mengerucut, bibirnya begitu penuh dan belepotan. Melihat itu, Jeno begitu gereget, menggemaskan pikirnya. Ia meraih tisu dan mengelap sekitar bibir Harin. Kepala Jeno sedikit mendekat dengan posisi sedikit miring untuk memudahkan ia membersihkan bibir gadis itu.

Deg~

Harin terpaku diperlakukan seperti itu. Kepalanya kosong, ia tidak bisa berpikir jernih. Hembusan napas Jeno yang ia rasakan membuatnya gugup tak keruan. Rasanya masih sama seperti beberapa tahun lalu, Harin masih sangat mencintai pria itu, pun sebaliknya hanya Harin yang bisa mendebarkan hati seorang Jeno.

Hingga mata mereka bertemu, cukup lama. Tatapan yang membuat keduanya semakin meringis rindu dalam hati.

Wajah Jeno semakin mendekat dan mendekat. Harin yang mengerti itu mulai memejamkan mata namun di detik selanjutnya ia langsung membukanya kembali, menjauhkan wajahnya cepat dan setengah mendorong dada Jeno.

"Aku nggak bisa sakitin Jaemin, aku nggak mau lukai dia," ucap Harin membelakangi Jeno.

Mendengar nama Jaemin, pria itu tersenyum masam. Apa Harin memang mencintai Jaemin? Pikirnya. Ah tentu saja, jika tidak mana mau Harin bertunangan dengannya, pikirnya lagi.

Masa bodo dengan semua itu, wajah Jeno menyeringai dengan tangan menarik lengan Harin agar Harin menghadap padanya.

Jeno mencuri ciuman itu, satu tangannya menahan tengkuk Harin dan satu tangannya lagi menahan kedua tangan mungil Harin guna Harin tidak memberontak. Ia melumat pelan bibir Harin dengan penuh perasaan. Rasa rindunya begitu dalam, hingga ciuman itu ia rasakan sangat manis dan melebihi apapun.

"Mmmh." Harin mendesis tertahan, ciuman itu begitu memabukkan. Tak dipungkiri ia sangat merindukan sentuhan Jeno, tapi ia tahu semua itu salah. Memberontak percuma, tapi air mata berhasil mengalir dan menghentikan kegiatan Jeno.

Plak~

Harin menampar Jeno dengan matanya yang berair. "Aku kira kamu udah berubah, ternyata sama aja kayak dulu," lirih Harin dengan tatapan marah bercampur sedihnya.

Jeno tersenyum mendengar ucapan Harin, tamparan di wajahnya membuatnya semakin ingin Harin kembali menjadi miliknya.

"Ini yang bikin aku nggak mau kehilangan kamu," ucap Jeno sedikit berdecak.

Harin yang tak mengerti dengan ucapan Jeno hanya bisa menatapnya kesal.

"Kamu selalu bersikukuh buat jaga diri kamu, kamu setia, aku pengin perjuangin kamu lagi, Rin," lirih Jeno dengan hati ia rasakan teriris. "Salah kalo aku rebut kamu dari Jaemin?"

Air mata Harin semakin berderai tak tertahankan. "Salah, tentu salah. Karena kamu permainkan aku, nggak peduli alasan kamu ninggalin aku untuk apa."

"Tapi kamu nggak cinta sama Jaemin," balas Jeno dengan cepat, napasnya naik turun menatap nanar Harin.

"Cukup, Jeno. Apapun yang terjadi aku nggak bakal ninggalin Jaemin," ucap Harin dengan tajam. Menyeka kasar air matanya dan mencoba berhenti menangis, namun rasa sesaknya tak bisa ia tahan membuatnya semakin meraung.

Meremas erat ujung coat yang ia kenakan, dengan air mata tak hentinya mengalir.

Tak lama Jeno dengan perlahan menarik Harin ke dalam pelukannya, membiarkan Harin menangis sejadi-jadinya di dadanya. Membelai surai panjang Harin dan mengecupnya pelan.

Jeno sangat mencintai gadis itu, ingin memiliki gadis itu tanpa ada orang lain yang menjadi orang ke tiga. Percobaannya merayu dan merebut Harin agar kembali menjadi miliknya ternyata sia-sia, Harin sangat berbeda dengan gadis di luaran sana yang ia jumpai.

Haruskah Jeno merelakan Harin bersama Jaemin? Jika itu memang yang membuat Harin bahagia dan selalu membuat tersenyum, Jeno merelakannya. Seperti yang sering orang katakan, Cinta tak harus memiliki.

END

Eh nggak jadi deng, TBC aja 😁

BIG NO !! - Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang