Pemicu

7.2K 274 14
                                    

Seperti kucing dikasih ikan, bagaimana bisa menolak? Itulah perumpamaan Jeno saat ini menyambut keagresifan Harin, tanpa sadar bahwa gadisnya itu tengah berada dalam pengaruh obat.

Yang Jeno pikirkan saat ini adalah Harin sudah siap memberikan segalanya untuk dirinya. Dengan napas Harin yang memburu ia rasakan, sangat terasa bahwa gadisnya tengah menginginkan itu.

“Jen,” lirih Harin seperti menahan sesuatu, karena Jeno melepaskan dirinya dan menatap tajam.

Pria itu sudah mulai merasa ada yang tidak beres pada Harin, ia melirik teman-temannya dan ketiganya tertawa mendapat lirikan dari Jeno. Jeno mengerti sekarang, ini ulah mereka, obat perangsang. Terbukti dengan Harin kembali menyatukan bibir mereka lagi dengan rakusnya.

Namun, tiba-tiba saja tautan bibir mereka kembali terlepas dan tubuh berjauhan.

"Harin, kita pulang!" Seseorang yang ternyata Jaemin datang mencengkram kuat pergelangan tangan Harin dan menariknya kasar.

"Lepasin! Na, gue nggak mau pulang!" teriak Harin membrontak karena Jaemin terus menariknya keluar.

"Mau lo bawa ke mana cewek gue!!" Jeno menarik tangan Harin kembali.

"Lo! Dengar! Harin cewek baik-baik. Cari aja cewek di luaran sana yang bisa lo permainkan." Jaemin langsung menonjok wajah Jeno, seketika mereka menjadi pusat tontonan.

Harin langsung menjerit, bagaimanapun obat perangsangnya mulai bereaksi tapi kesadarannya masih kuat.

Tanpa menunggu lagi, Jaemin menarik Harin keluar yang terus meronta dan memasukkannya ke dalam mobil, mobil milik Nara tepatnya.

.

Harin menangis sejadi-jadinya di dalam mobil, tidak terima Jaemin memukul kekasihnya. Jaemin yang memegang kemudi tergambar jelas di raut wajahnya yang menegang penuh amarah mengingat betapa intimnya Harin dengan Jeno.

"Berhenti nangis, Oh Harin!!" ucap Jaemin dengan kencang, matanya begitu berkilat marah.

Beruntung Harin hanya sedikit meminum minuman yang sudah Lucas racik tadi.

"Kenapa lo pukul Jeno, hah! Hks ...," tangis Harin setengah berteriak.

"Putusin dia," ucap Jaemin datar, mencoba mengontrol emosinya. Harin membulatkan mata menatap Jaemin tajam.

"Apa? Punya hak apa lo!" Harin emosi.

Jaemin menghelakan napasnya dan pelan-pelan menepikan mobil yang ia kendarai karena kebetulan tempat sepi.

"Harin, lo lupa papa lo dulu sebelum meninggal nitip lo ke gue?" ucap Jaemin dengan lembut menatap Harin dalam. Gadis itu terdiam hanya isakan-isakan kecillah yang Jaemin dengar sekarang.

"Semenjak lo kenal cowok itu, hidup lo nggak beraturan, sering keluar malem diam-diam lewat jendela. Pulang sekolah aja hampir malem. Semuanya lo bareng dia, kan?
Sedangkan Nara dulunya kenal baik Jeno, Jeno cowok yang nggak baik, Rin. Gue kangen Harin gue yang dulu, cewek baik dan polos, yang hormatin mamanya, yang pulang tepat waktu juga selalu cerita apapun sama gue, kakak dan sahabat lo," lirih Jaemin menatap Harin dalam dengan perasaan yang sangat menyayangi sang gadis.

"Lo salah. Hidup gue berubah semenjak gue jadi anggota keluarga Kim, semenjak lo pacaran sama Kak Nara, semenjak mama lebih sayang Kak Nara daripada gue.”

"Kalian beli gue, menggantinya sama barang-barang mewah dan fasilitas mewah. Gue nggak butuhin itu, gue butuh perhatian dan kasih sayang kalian lagi. Semuanya, Kak Nara merebutnya."

"Dan Jeno, dialah yang bikin gue senyum dan lupain semua masalah gue," ucap Harin lirih dan menahan tangis balas menatap Jaemin dengan kerinduan, sudah lama tak saling bercerita seperti ini.

Mendengar setiap perkataan yang terlontar di mulut Harin membuat Jaemin hanya bisa diam meresapi perkataan itu, perkataan yang menampar keras hatinya. Benarkah Harin berubah karena dirinya?

"Apa lo bakal ninggalin Jeno kalo gue ninggalin Nara?" tanya Jaemin melirik Harin.

Tatapan Harin yang awalnya sendu kini berubah tajam, tak segan-segan Harin melayangkan tangannya menghampiri wajah Jaemin, menampar sang pemuda dengan sangat kasar. Jaemin langsung menunduk, mengusap pelan wajahnya yang ia rasakan panas.

"Kayak gimana pun gue iri sama Kak Nara, gue nggak pernah benci dia, dia juga udah kayak kakak bagi gue. Dan kalo lo ninggalin dia, lo nyakitin kami. Dia juga perempuan yang sama punya hati dan perasaan kayak gue. Cukup gue yang lo sakitin," ucap Harin menahan amarahnya, sedikit menggigit bibirnya dengan memalingkan tatapannya ke arah lain, matanya kembali berkaca-kaca.

"Jadi bener apa yang lo bilang waktu itu? Lo suka gue?" tanya Jaemin sangat serius, wajahnya penuh pertanyaan.

Harin tersentak, dia kelepasan membicarakan masalah hatinya, membuatnya hanya bisa diam dengan gelisah dan takut.

"Bener? Lo suka gue, kan? Lo cinta sama gue!" ucap Jaemin dengan kencang dan tiba-tiba mengguncang-guncangkan bahu Harin.

"Dulu, nggak sekarang," jawab Harin dengan datar, masih belum berani menatap Jaemin secara langsung.

"Nggak. Katakan, cepet katakan! Kalo lo masih cinta sama gue!" teriak Jaemin seperti kehilangan akal. Harin mulai ketakutan melihat ekspresi Jaemin yang tidak biasa menurutnya.

"Sekarang gue udah cinta dan sayang sama Jeno meskipun kelakuan dia gak baik," ucap Harin dengan suara tertahan menahan takut.

Jaemin mengeratkan giginya kuat, benci mendengar penuturan itu dari mulut Harin, benci dengan kenyataan yang tak lagi sama.

Tak lama, Jaemin langsung membekap mulut Harin dengan mulutnya. Mencium secara paksa dan kasar.

Air mata Harin sudah menetes beberapa kali yang akhirnya mengalir sampai terasa asin di setiap lumatan Jaemin. Jaemin tak mempedulikan tangisan itu, ia masih terus fokus pada tujuannya.

Satu yang fatal, obat perangsang di tubuh Harin kembali bekerja, Harin membalas setiap lumatan Jaemin tak kalah panas.

Tangan nakal Jaemin pun sudah bergerilya di tubuh Harin dan mencumbuinya intim. Desahan Harin lolos begitu saja, sangat sadar yang ia lakukan salah tapi obat itu tak bisa menghentikan dirinya yang membalas setiap tindakan Jaemin.

"Na, ber...hentih." Susah payah Harin menahan desahannya, otaknya tetap menolak, kesadarannya masih penuh.

"Na, Kak Nara ..., inget dia," ucap Harin terus menerus, meskipun ia sebenarnya telah terangsang. Beruntung Harin meminum air itu sedikit.

Jaemin masih tak mempedulikannya, membuat Harin memejamkan matanya rapat-rapat saat Jaemin menjelajah tubuh bawahnya. Ya, Jaemin sudah sejauh itu saat ini, di tempat yang belum pernah Jeno jamah.

"Papa, Mama, hks hks...," tangis Harin. Sontak Jaemin menghentikan aktivitasnya menjauhkan dirinya.

Tangisan itu, Jaemin mengingat Harin kecil yang tengah menangis memanggil ayah dan ibunya yang tengah berjuang melawan maut di ruang UGD karena kecelakaan mobil sebelumnya.

Jaemin memeluk erat Harin, sangat erat, mengingat gadis itu adalah gadis yang harus ia lindungi bukan ia sakiti dan hampir ia rusak seperti itu.

"Maaf, maafin gue," lirih Jaemin mendekap Harin dengan air mata yang berhasil menetes.

Gadis itu kini hanya menangis sejadi-jadinya memukul-mukul dada Jaemin pelan yang terus mengatakan maaf.

"Maaf, gue cinta sama lo, Rin."

tbc

BIG NO !! - Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang