"Bagaimana jalan-jalannya?" Si pirang menyilangkan tangan di dada sambil bersandar pada sisi pintu menuju ruang santai.
"Lumayan" aku mengendik sambil mencopot sepatuku dan meletakkan ke tempat lompong di rak, selalu disebelahnya sepatu Shane =_= seperti sepatu kami selalu ditakdirkan berdampingan.
Well, Jannice sudah pergi ke kerja sambilannya di convenient store setelah mengantarku sampai di pemberhentian bus yang berada diseberang jalan rumah. Jannice benar-benar wanita sibuk.
Aku berjalan menuju ruang santai dan duduk di sofa, Shane mengikuti langkahku dan duduk disampingku. Kulihat masih pukul 12.45 menurutku masih terlalu siang untuk melakukan aktivitas diluar.
Si pirang bodoh menyalakan televisi seperti biasa, dan aku masih berselonjor santai di sofa yang memanjang disebelahnya. Aku masih lelah karena berkeliling UNSW tadi, namun hanya berlaku untuk fisikku, batinku merasa belum bahkan sangaaaatt belum puas. Aku benar-benar masih ingin jalan-jalan -_-
Mataku tertuju pada televisi yang ada didepanku, sama seperti Shane! Bedanya, terkadang aku melihatnya dari ujung mataku.
Siapa yang tak tergoda melihat mahakarya seperti Shane watson =_= garis rahangnya kokoh sempurna dilihat dari samping, dan bibirnya wow! Nyamuk pun tak tahan untuk tak menoleh. Sayang nya ia tidak tersenyum, jika lubang bulat di pipinya itu terlihat, mungkin aku bisa betah memandanginya berjam-jam.
Mata biru nya yang sedang terfokus pada tv juga indah, namun bola mata biru itu tiba-tiba bergerak menyamping ke sudut matanya, memandangku =="
*glekk* aku menelan ludah dan mengalihkan pandanganku terfokus pada tv, dia menatapku! Si pirang juga melihatku dari ujung matanya. Apa yang ia lihat? Kalau aku jelas sedang mengagumi indahnya ciptaan Tuhan. Dan dia? Apa yang dilihatnya dariku =_=
aku terus memfokuskan tatapanku pada tv, namun tentu saja aku tidak benar-benar menonton. Pikiran ku sudah melayang kepada seseorang yang sedang memandangku, si pirang masih memandangku!
Aku merasakannya. Matanya menatapku, walaupun aku tidak benar-benar menatapnya karena aku hanya bisa mengandalkan pengelihatan di sudut mataku. Tapi aku tau itu.Aku memberanikan diri menatap langsung matanya, dan aku melotot padanya agar dapat menyembunyikan kegugupanku. "A..Apa lihat-lihat?"
Shane nyengir, cengiran yang ini baru kutemukan.. bukan cengiran ejekan yang biasa ia tunjukkan padaku, tapi cengiran malu-malu seperti salah tingkah. Wow, ia malu karena aku memergokinya menatapku, apakah ia tidak tau bahwa aku menatapnya duluan? =_=
Tapi senyuman malu-malu itu hanya berlangsung selama 3 detik, selanjutnya yang muncul hanya cengiran ejekannya yang biasa.
"Aku hanya merasa bahwa wajahmu mirip koala, cewek sepatu!" Shane mengangkat alisnya sambil nyengir.
"Bule bego, aku tak minta pendapatmu soal wajahku. Syukurilah pemberian Tuhan, atau kau masuk neraka."
"Well, kurasa aku tidak akan menyukai sebuah ciptaan Tuhan yang punya mulut penuh coklat" Shane menunjuk kearah bibirku.
Ohh Tuhaannn! Sisa cokelat Crepes yang kubeli bersama Jannice masih tersisa ==" uuugghhh, kalau sudah begini..
"Rasakan" tukasku sambil mengelap mulutku dengan cepat ke blus yang menutupi bahu nya Shane. Alhasil blus yang ia pakai terdapat codet cokelat di bagian bahu. Aku tertawa puas dan Shane mengerang, kemudian mencuping hidungku.
Kini aku yang merasa kesakitan, ujung hidungku merah karena dicubit dengan tangannya. Kami berujung melemparkan bantal sofa satu sama lain.
Entah mengapa aku merasa senang didekatnya, bercanda dengannya. Tapi kesenangku dirusak oleh sesuatu.
Hp ku berbunyi, Seseorang menelfon ku..
Andrew menelpon ku.
~
KAMU SEDANG MEMBACA
Deep in Blue
RomanceLove comes whenever it like Kapanpun, Dimanapun, Kepada siapapun tidak mengenal ras serta suku Cinta bisa datang dari belahan bumi manapun tak pernah kau sangka dan kau duga Namun ada cinta yang hanya menginginkan materi Begitulah menurut Niki Dikhi...