Karena insiden 'Andrew menelepon' kemarin, mood ku benar-benar sangat-sangat sungguh-sungguh tidak baik -_-
Aku jadi senang menendang, bukan menendang bola seperti atlet sepak bola. Tapi menendang berbagai perabotan yang kulewati, entah mengapa mereka terlihat seperti Andrew dan Shane di mataku.
Membuatku tak tahan untuk menendang mereka. Andrew jelas-jelas manusia yang paling ingin kutenggelamkan kedalam lautan antartika sebagai umpan hiu betina, tentusaja aku ingin menendangnya.
Namun Shane? Ini berbeda. Aku ingin menendang wajahnya karena *uhuk* aku tak bisa menutupi rasa maluku dihadapannya, sebisa mungkin aku ingin menjauhinya.
Mungkin dia baik-baik saja setelah memelukku seenak jidatnya, tapi aku? Menatap matanya saja aku malu. Arggghhhhhh ini benar-benar buruk =____=
Aku terus mondar-mandir, tatapanku tertuju pada kulkas yang ntah mengapa seperti ada wajah Shane disana, ini halusinasi! Segera kutendang benda malang ini, dengan tujuan menghilangkan ilusi bodoh ini, dan ternyata malah kakiku yang malang.
"Awjduausiasisiaiiaiejejsjjl" aku berjingkrak kesakitan mengapit satu kakiku
"Hahahahhhaha...kau memang tidak waras, aku tak pernah tau kau mempunyai dendam tersembunyi pada kulkas dirumah ini." suara tawa khas dan aksen british yang sangat kukenal itu muncul dari belakangku, si pirang di belakangku!!!!
Wajahnya di kulkas ternyata merupakan pantulan aslinya, kukira itu hanya halusinasiku. Thiiiiiidaaaaaaaaakkkkkkkkkkk.
Aku memalingkan wajahku lagi, aku tak sanggup menatap mata biru itu. Dan sepertinya pirang tau kalau aku menghindarinya dari kemarin.
"Cewek sepatu!" Shane memengang tepi wajahku mengarahkan kepalaku tepat menghadapnya, aku ingin memalingkan wajahku lagi, namun tangannya menahan wajahku.
"Heiiii! What's wrong with you? kau selalu memalingkan tatapanmu dari kemarin. Apa kau benci padaku?" Shane menatapku dengan ekspresi yang tak bisa kutebak. Dingin! Namun mendadak ekspresinya berubah menjadi ekspresi kecewa, mulutnya berkedut. Ia mengerutkan keningnya.
"Bukan...bukan begitu" jelasku, aku tak mungkin bilang padanya bahwa aku malu padanya, bahwa aku ter-mesmerized akan matanya. Tak mungkin! Jelas aku menggali lubang kuburku sendiri, lagipula aku masih belum bisa menaruh kepercayaan pada laki-laki.
"Hei!hei!hei! Apa yang sedang kalian lakukan?" Jannice berdiri di ambang pintu dapur memperhatikan kami sambil menggelengkan kepala. Segera kulepaskan dengan paksa tangan si pirang di wajahku.
"Ahhh...no..nothing" aku gelagapan, seperti tertangkap basah melakukan kejahatan. Dan Shane? Poker face! Cih padahal dia yang menarik wajah ku. =______=
Jannice memincingkan mata sambil berjalan memutari kami, seperti biro investigasi yang menghadap narapidana. =_=
"Shane bukan nya kau ada jam kerja part time hari ini?" Tukas Jannice sambil membetulkan bingkai kacamata nya.
Si pirang hanya menghela napas dan beranjak meninggalkan dapur. Ia menatapku sesaat sebelum keluar melewati pintu belakang. Aku tak bisa membaca ekspresinya *lagi. Terdengar bunyi kayuhan sepeda yang menjauh setelah beberapa saat kemudian, well kurasa ia pergi menggunakan sepeda.
Aku perlahan menatap Jannice dengan hati-hati, si cewe ngebass ini menatapku sambil nyengir.
"Wow, less than a month! Already fallen for him?"
"Huh? Nonsense!" Sambungku, wajahku memerah.
"Hahaha, well aku tak bisa menyalahkanmu! Salahnya yang terlalu mempesona. Menurutku kau wanita tangguh! Perempuan lain cuma butuh waktu 5menit untuk jatuh cinta setengah mati padanya. Kau yang terlama!" Jannice tertawa geli, tawa jannice juga khas! Karena suara ngebass nya ituloh.
"Si..siapa bilang aku jatuh cinta pada si bodoh itu?! Aku bukan WPS *wanita pengejar shane*" sangkalku cepat.
kucondongkan kepalaku kearah Jannice, berharap ia dapat menemukan sedikit kebenaran dalam kata-kataku.
Sedikit. Atau mungkin tidak -_- aku pun tak tahu dengan diriku sendiri, Shane membuatku bingung.Lagi-lagi Jannice memincingkan mata, seolah matanya yang menjawab 'aku tidak percaya'.
Aku harus segera ganti topik memalukan ini =__=
"Uumm, kau tidak kerja part time?" Alihku.
"Hari ini aku off, lagipula convenient store tempat aku bekerja punya karyawan memadai."
Aku ingin menanyakan tentang part time nya Shane, tapi aku malu. Aku sudah tak ingin lagi membahas tentangnya, susah-susah ganti topik =___= Jannice kemudian memandangku sambil nyengir *lagi,
"Kalau Shane kerja di sebuah restauran Jepang, dia Vice-chef disana! Well, karena dia jago masak."
Kurasa Jannice tau bahwa aku sebenarnya ingin menanyakan tentang si pirang. Duhh..
"Aku tidak tanya!" Kataku pura-pura tak peduli.
"Ckck, kau itu mudah ditebak nona Niki! Mudah sekali~" sekarang Jannice yang mencondongkan kepalanya ke arahku, sembari memutar bola mata nya yang hanya tampak secuil di balik lensa.
Aku kehabisan kata-kata. Mulut memang bisa berkata lain, namun aku bukanlah orang yang pandai menyembunyikan ekspresi. Duuuuuhh! begok! Begok! TT___TT
Eh..Tapi tunggu dulu!!!
Kalau Shane jago masak, kenapa waktu itu ia memintaku memasak Tuna untuknya?! Seolah-olah si bodoh itu memang tak bisa memasak!
Arghhh!!!
Shane Watson!!! dasar bule picikkk.
~
KAMU SEDANG MEMBACA
Deep in Blue
RomanceLove comes whenever it like Kapanpun, Dimanapun, Kepada siapapun tidak mengenal ras serta suku Cinta bisa datang dari belahan bumi manapun tak pernah kau sangka dan kau duga Namun ada cinta yang hanya menginginkan materi Begitulah menurut Niki Dikhi...