Aku tersentak mendengar pertanyaan Daneel, mencerna sejenak kalimat itu.
Oh shit!
"W-why would I!!" Aku tak bisa menjawab dengan pasti, karena aku tak ingin berbohong padanya. Tapi bukan berarti aku ingin jujur!
"Well, aku hanya ingin tau" Daneel mengendikkan bahunya.
"I don't know." Hanya itu jawaban terbaik yang bisa kuberikan. Daripada aku berbohong? It is much better.
"Hmmm.. Aku tak bisa menyalahkanmu, tapi jika kau normal pasti kau akan merasa begitu" aku meringis mendengarnya.
"Just forget it!" Daneel mengakhiri pembicaraan tentang 'perasaan', mungkin dia tau bahwa aku tidak terlalu ingin membicarakan hal itu.
Ketika kelas akan dimulai, aku beranjak dari Cafetaria. Agak sedih harus kembali ke kelas, karena aku harus mengakhiri obrolan menyenangkan kami *kecuali obrolan tentang Shane*
Saat aku beranjak dari bangku Cafetaria, kudengar Daneel menggumamkan sesuatu yang lebih terdengar seperti bisikan.
"To be honest, aku tidak ingin kau menyukainya"
"Apa?Maaf aku tidak dengar?"
"No. Nothing! Bye Willow tree." Daneel tersenyum sembari melambaikan tangan.
Aku menjulurkan lidah sebelum berderap ke arah gedung business.
***
Aku membersihkan rumah sembari menyalakan i-pod. Mulai dari kamar mandi, ruang tamu, teras, sampai dapur. Hari ini memang giliranku membersihkan rumah, well setiap minggu kami bertiga memang punya jatah membersihkan rumah secara bergantian.
Aku tak menemukan Jannice dan Shane dimanapun, entah kenapa aku bersyukur untuk itu. Untuk Shane, aku memang sedang tak ingin melihatnya.
sedangkan Jannice, aku bosan mendengarnya berceloteh tentang bagaimana aku harus berbaikan dengan Shane. Aku tau dia sudah tidak tahan dengan suasana awkward antara aku dan Shane setiap kali berpapasan didepan nya. Aku juga tau dia selalu frustasi saat aku menghindar dari si pirang. Tapi apalah daya?
Aku menaikkan volume dari playlist ku, Wildest Dream dari Taylor Swift berputar saat aku menyedot debu yang ada di sofa ruang santai, tapi kurasakan seseorang menepuk pundakku. Jantungku hampir copot!
"Demi Tuhan, apa yang kau-" aku terdiam menatap orang yang menepuk pundakku. Shane memandangku dengan ekspresi yang tak bisa kubaca. Kerinduan akan matanya merayapiku, sudah lama aku tak memandang wajahnya secara langsung. Karena yang kulakuan saat berpapasan dengannya hanya memalingkan wajahku.
Aku tak bergeming menatapnya, God I miss him!! Aku tak tau mengapa, tapi aku merasa si pirang juga merasakan hal yang sama.
I miss him, but I'm pissing off. Aku memalingkan wajahku, mengingat kembali insiden spagethi waktu itu.
Ya! Aku masih marah padanya.
"Nik, look at me!" Shane memerintah. Dan itu membuatku semakin kesal.
Aku memilih tak mengubrisnya, dan kembali menyedot debu dengan vacuum cleaner.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deep in Blue
RomanceLove comes whenever it like Kapanpun, Dimanapun, Kepada siapapun tidak mengenal ras serta suku Cinta bisa datang dari belahan bumi manapun tak pernah kau sangka dan kau duga Namun ada cinta yang hanya menginginkan materi Begitulah menurut Niki Dikhi...