Kak Hell menolak agar aku ikut mengantarnya sampai ke bandara. Dia bilang dia sudah terbiasa pergi sendiri. Kuakui aku memang khawatir, dan sedikit kecewa melihatnya harus pulang secepat ini. Well, walaupun menyebalkan tapi aku masih 'lumayan' rindu padanya.
"Bye, Niknik" kak Hell mencium kedua pipiku, dan melangkahkan kaki keluar halaman menuju taksi yang akan mengantarnya ke bandara. Tiba-tiba ia berbalik lagi ke arahku.
"Kau harus dapatkan bule tampan itu! Jangan sia-siakan anugrah Tuhan yang tinggal serumah denganmu."
Aku menggeleng skeptis "Aku tak mau berhubungan terlebih dulu dengan laki-laki, err..maksudku semua ini perlu proses. Kukatakan padamu! Aku tidak percaya laki-laki! Dan mana mungkin Anugrah Tuhan seperti yang kaukatakan itu menginginkanku." Aku menyilangkan tanganku didepan wajahku mengisyaratkan kata 'impossible'.
"Hhhhh... aku melihat ada yang berbeda dari pandangannya padamu! Dan percayalah, tak semua laki-laki seperti Andrew."
Aku ingin memprotes, tapi kak Helen mengecup pipiku sekali lagi, dan melangkah cepat kearah taksi. Huhh! Dia pasti tak ingin ucapannya kubantah -__- dasar tidak mau kalah.
Aku melambaikan tangan ketika taksi itu melaju. Sejenak aku berpikir tentang apa yang diucapkan kakHell..tentang pandangan si pirang padaku. Perasaan dia selalu memandangku dengan tatapan mengejek! -_- kurasa kakak ku yang menyebalkan itu perlu periksa mata.
Aku melangkah kepintu rumah, "brukk" tiba-tiba aku menabrak benda bidang yang hangat saat hendak masuk. "Aww" kupegang dahiku yang berdenyut. Ternyata yang kutabrak itu bukan pintu, tapi badannya Shane.
" heyy!" Aku mendongak dan memelototi laki-laki yang terkekeh geli melihatku.
Shane menyandarkan tangannya ke dinding disebelah pintu, menghalangiku. "Kakakmu cantik!" Pujinya.
Tiba-tiba sesuatu berdesir di dadaku mendengar ucapannya. Kenapa aku jadi kesal =__=
"Ohya? Jadi kau tertarik pada kakakku?" Aku menyilangkan tangan di dada dan menatapnya skeptis.
" aku hanya memujinya! Seharusnya kau senang jika keluargamu dipuji." Shane mengendikkan bahunya.
"Well, takkan ada yang senang dipuji oleh orang sepertimu!"
"Berani bertaruh?" Shane menyunggingkan 'smirk' miliknya.
"Terserah! Tak bisakah kau pergi dari hadapanku? Aku ingin masuk kedalam." Tukas ku kesal.
"Jawabanmu dulu!" Si pirang makin memblok pintu masuk dengan kedua tangannya. Aku memandangnya sinis.
"Baiklah Mr.Watson! Jika aku menang, jangan buat mataku melihatmu, kau harus berhenti berkeliaran disekitarku dan bungkam mulutmu saat berada didekatku, kemudian jangan memperolok ku lagi dan--"
Shane meletakkan jari telunjuknya di bibirku, dan itu sukses membungkam mulutku sebelum aku selesai berkata.
"Dan jika aku yang menang, kau harus menemaniku melihat kembang api pada New years eve minggu depan!"
What?! Cewek lain pastinya mengantri untuk pergi denganmu di malam tahun baru, kenapa menjadikan ini sebagai bahan taruhan?! Apa keuntungan untuk pergi bersamaku?! =___= Dan kemungkinan yang ada padaku untuk menang itu NOL BESAR. Dan aku yakin si pirang itu tau pasti. Aku hanya ingin menjaga harga diriku meskipun tau bahwa setiap orang pasti akan senang dipuji olehnya.
"Tapi--"
"Tidak ada tapi-tapian, taruhan tetaplah taruhan! Besok ketika masuk Universitas, kau akan lihat siapa yang menjadi pemenangnya! Kau sudah setuju tadi cewek sepatu." Shane kemudian melepas tangannya dari dinding, dan melangkah masuk ke dalam sambil tertawa. Jelas ini 1-0 ... bukan! 1000-0 malah.
Arrrggggghhhhh, aku mengerang frustasi.
~
Haii readers 'Deep in blue' ^^ jangan lupa vote dan comment yah.. biar authornya makin tambah semangat nih nulisnya. Maaf juga kalo update nya lama yak.. hehe.
Author juga bakal senaaangggg banget kalo kalian mau memberi kritik dan saran, supaya bisa jadi bahan pembelajaran disini.
Stay tunned yah :3 next chapt si Niknik udaa masuk kuliah tuh hehe. See you~ *salamkecup* ♥♥♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Deep in Blue
RomanceLove comes whenever it like Kapanpun, Dimanapun, Kepada siapapun tidak mengenal ras serta suku Cinta bisa datang dari belahan bumi manapun tak pernah kau sangka dan kau duga Namun ada cinta yang hanya menginginkan materi Begitulah menurut Niki Dikhi...