Shane membawaku masuk kerumah, meninggalkan Jannice yang siap melancarkan serangan pertanyaan pada kami berdua diluar.Si pirang masih tidak berkata apapun, dan begitu juga aku. Namun tangan nya masih menggenggam tanganku.
"Aku mau kau istirahat" perintah nya tiba-tiba.
Alisku berkerut.
"Aku mau kau istirahat! Tangan mu masih memerah, jika kau biarkan maka akan membiru." Ulangnya.
Aku menghela napas sebelum angkat bicara.
"Hey, sungguh.. Aku baik-baik saja! Kau tidak perlu merasa bersalah!"Kenapa orang ini terlalu berlebihan sih -__- yaampun!!
Shane berdecak sebelum tiba-tiba menarikku masuk ke kamarnya. Ia mendudukkanku di tempat tidur, "Tunggu disini!"
Seperti orang bodoh, aku mengangguk patuh dan pirang pun beranjak. Beberapa menit kemudian ia datang membawa wadah berisi air hangat, dan handuk kecil.
"Untuk apa itu?"
Tanpa menjawab pertanyaanku, si pirang menempelkan handuk hangat itu ke tanganku.
"Aww" sontak aku meringis perih, ternyata cengkraman Shane benar-benar kuat, kukira hanya merah biasa. Ternyata jadi lebam begini -_-
apa dia marah?
Aku memberanikan diri untuk bertanya "Apa kau marah?"
"Kenapa?" Tanya nya balik, tanpa menghentikan kegiatan nya mengompres pergelangan tanganku.
"Ummm.. Tidak.. Aku hanya berpikir kau marah akan sesuatu sampai-sampai kau mencengkramku begitu keras." Tukasku sembari menggigit bibir bawahku.
Shane berhenti, kemudian menatapku sebentar. Aku tak bisa membaca apa yang sedang ia fikirkan.
Keheningan melanda kami, aku tidak tau harus berkata apa lagi. Kini Shane kembali mengompres tanganku berulang-ulang tanpa mengubris apa yang aku katakan.
Ugghhh.. Kurasa dia memang marah.
"Maafkan aku" kataku pelan.
Kini Shane mengikat simpul handuk tadi dipergelanganku lalu kembali menatapku.
"Seharusnya aku yang minta maaf" akhirnya pirang mulai membuka suara nya.
"Aku.. Bertingkah kekanak-kanakan!" Sambungnya.
Aku memiringkan kepalaku sedikit, tidak mengerti apa maksudnya.
Shane menghela nafas. "Aku lepas kendali.. Tapi itu juga sebagian dari salahmu! Seandainya kau tidak menyetujui ajakannya."
Alisku terpaut "hah? Jadi kau marah karena aku setuju untuk pergi ke pantai? Kenapa?" Tuntutku meminta penjelasan.
Shane terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaanku, kurasa ia bingung.
"Karena.. Aku tidak suka kau dekat-dekat dengan Daneel." Suara nya pelan, berbisik, namun cepat.
ritme jantungku menjadi tidak karuan karena ucapannya, dapat kurasakan harapan ku melambung tinggi.
"Ke..Kenapa kau tidak suka?" Tanyaku lagi dengan suara yang lebih pelan. Seakan-akan kami berdua sedang berbisik, agar tidak diketahui oleh perabotan Shane di kamar ini.
Shane tersenyum kecil, dapat kulihat semu merah di wajah nya walaupun hanya sedetik. Ia menutupi bagian bawah hidungnya. Ughhh, dia malu?
Kini Shane menatapku dengan penuh arti, ia mendekatkan wajahnya kearahku dan menyatukan dahinya ke dahiku.
"Kau serius menanyakannya?"
Ya Tuhan, jantungku sekarang seperti drum yang ditabuh. Kalau detak jantuk bisa meledakkan, mungkin sekarang aku sudah seperti kembang api NYE.
Kami terdiam, sedangkan aku memejamkan mata. Dapat kurasakan nafas Shane di wajahku, dan bau shampoo nya yang paling kusukai kini menggoda hidungku. Ntah kenapa belakangan ini terlalu banyak kontak fisik diantara kami.
"Akan kukatakan besok saat kita berada di pantai" tukasnya pelan.
Aku membuka mataku, dan menatap matanya yang kini tepat didepan mataku, hanya berjarak 3cm. Tak bisa kupungkiri aku terpesona lagi pada matanya yang menenggelamkanku setiap kali aku mengintip kedalamnya.
Tapi sayangnya aku juga terpesona pada bagian lain dari dirinya.
Rahangnya yang kokoh, alis nya yang bertaut ketika dahiny berkerut, serta sensasi saat kulitnya menyentuh kulitku. Demi Tuhan ini berbeda saat aku jatuh hati pada Andrew dulu!
Ini lebih.. Memabukkan. Aku tak bisa mencari kata-kata yang tepat. Belum lagi saat bibirnya menyentuh bibirku, ughhh!!!!! Dia memang pantas disebut mahakarya Tuhan.
Tapi kenapa aku jadi beginii?!!!! Bule pirang menyebalkan ini berhasil menjeratku, sementara aku tidak tau apa yang ia pikirkan tentng diriku. Belum.
Kurasakan hawa panas menyeruak diwajahku, dan dengan segera aku menarik kepalaku kebelakang menjauhinya sebelum ini berlanjut kemana-mana.
Wajah Shane berubah kecewa saat aku menarik diri, kini aku berdiri dan bersiap untuk keluar karena aku sudah tidak tahan berada disini, dengannya. Sangat tak baik untuk jantungku. Aku harus keluar!
"B..Baiklah, besok beritahu saja aku! la..lagipula kau sudah janji akan membawaku kepantai yang lebih indah kan sebagai ganti hari ini." Kataku tergagap-gagap saking gugupnya.
"Ya..Yasudah kalau begitu! Umm.. Aku mau mandi dulu! Bye"
Aku tidak repot-repot menunggu respon dari si pirang karena aku langsung bergegas keluar dari kamarnya tanpa berbalik menatap wajahnya.
Diluar Jannice sudah menunggu di ruang santai, menatapku yang baru saja keluar dari kamarnya Shane dengan curiga.
Jannice melipat kedua tangannya, gaya nya seperti seorang polisi yang siap mengintrogasi.
"2 times! Sudah 2 kali aku melihatmu keluar dari kamar ny Shane. Dan apa itu tadi? Kalian bergandengan? Explain please?"
Ugghhh mampus aku!!
Malam itu aku berakhir dengan menceritakan tentang kejadian saat sore pada Jannice, tapi tidak termasuk yang dikamar sih.
Aku tak sabar agar malam segera berakhir.
~
Hai hai semuaaaa!!!! Chapter yang ini emang pendek, soalnya yg berikutnya bakal panjang hehe.. Penasaran gak besoknya Shane dan Niki bakal ngapain? Akankah ada progress dalam hubungan mereka atau sebaliknya?
Jangan pelit vote dan coment yah 😘 hihi
Lovelovelove-win💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Deep in Blue
RomanceLove comes whenever it like Kapanpun, Dimanapun, Kepada siapapun tidak mengenal ras serta suku Cinta bisa datang dari belahan bumi manapun tak pernah kau sangka dan kau duga Namun ada cinta yang hanya menginginkan materi Begitulah menurut Niki Dikhi...