⚙️8: Es gibt eine Grenze

230 38 11
                                    








|✧*。☆゚Happy Reading.*・。⊰⊹ฺ|






































"Kak, mohon maaf banget ini mah ya, tapi gue beneran bingung harus ke siapa lagi." Seorang murid cegat Ocean yang lagi jalan menuju kelas, btw dia abis pulang dari rumah sakit.

Iya yang gara-gara botol kaca itu dia diseret sama angkasa ke rumah sakit. Lumayan, pulang dari sana Ocean dapat delapan jahitan dan perban melingkar di kepala.

Baru juga tiga hari pulang, si bungsunya kembar itu sudah masuk lagi tempat bekerjanya para dokter dan perawat itu.

"Ada apa?" Jarang banget ada orang yang cari ocean kayak gini.

"Gini kak, sebelumya gue udah coba cari kak Vanilla sama Kak Anetha, tapi dua-duanya sibuk dan gak bisa gue ganggu bentar. Jadi pilihan terakhirnya ada sama Lo."

"Iya, kenapa?"

"Adek kakak," si cowok didepannya tampak ragu buat ngomong, tapi gak ada pilihan lagi.

Ocean mengangkat alisnya, bermaksud bertanya untuk kesekian kalinya 'ada apa?'

"Shiloh kena azab, kak."

"Hah? Gimana?" Ocean gak salah denger kan?

"kakinya adek kakak keseleo waktu udah jailin Bu Rahmi."

Astaga, Eza! Bisa-bisanya cari perkara sama guru tergalak di sekolah. Sebenernya nyawa Eza ada berapa sih? Heran, seneng banget nyari ribut.

"Bisa kamu jelasin?"

Teman Shiloh didepannya mengangguk, "si Shiloh ngide buat jailin Bu Rahmi kan nih, ya terus kita jalanin. Pas beres, kita hampir ketauan terus lari. Nah Kita manjat benteng di samping kan, pas loncat kaki si Shiloh malah pites."

"Beneran pites?"

"Ya nggak lah kak! Paribasa, ihh!"

"Sekarang dianya dimana?"

"Ya UKS lah, tadi digeret pak satpam ke sana disuruh Bu Rahmi."

Tanpa balas omongan temen Shiloh itu, Ocean langsung jalan dan temuin Shiloh di UKS.

Dan keadaanya jauh dari kata mengkhawatirkan. Yang ada dia sedang goleran di kasur dengan kaki bertumpu dan salah satunya mengacung ke atas. Gak lupa, sesekali nyeruput kopi hitam yang gak tau kenapa bisa ada di sana.

Ini beneran adeknya, Shiloh Aeyza.

Merasa ada eksistensi didekatnya, Eza tolehkan kepala dan dapati kakak tepat diatasnya sedang tatap dia datar. Eza ngerti, pasti kakaknya kira Eza kenapa-kenapa dan khawatir, tapi realita gak sejalan dengan ekspektasi kan?

Lambaikan tangan, Eza berikan senyuman lebar. "Hai, Ce!"

"Nyari mati kamu?!" Bukannya jawab sapaan si adik, Ocean malah ajukan pertanyaan bernada sindiran dan pukulan di kaki Shiloh yang sakit. Dan jelas buat si pasien berteriak nyaring.

"Anjir, Ce. Kalo gini gue beneran mati ini!!! Sakitt woyyy!!!!"

"Lebay!"

"Iya iya, sorry!" Eza beralih ke partner in crime nya yang sedari tadi diam menyimak, "Lo gak ngomong aneh-aneh kan, Man?" Matanya memicing, dan telunjuk menunjuk tepat ke wajah yang ditanyai.

"Nggak, gue ngomong jujur sejujur-jujurnya."

"Itu dia masalahnya, Lo jujur bencana buat gue, ANJING!!!"

The Khaiel: Unsent lettersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang