|✧*。☆゚Happy Reading.*・。⊰⊹ฺ||✧*。☆゚.*・。⊰⊹ฺ|
"Nggak."
"Ji, please!"
"Lo udah janji kak!"
"Aku gak pernah janji sama kamu."
"Kak, gue mohon."
"Tapi aku gak bisa buat terus, Ji. Kamu denger sendiri kan kemaren?! Please, jangan egois. Hubungan aku sama dia bisa renggang, Jiwa!"
"Kak..."
"Dia adekku, Ji."
"Gue tau."
"Jadi, udah ya?"
"Tapi, kak."
Si gadis di balik pohon gemas sekali akan pembicaraan sepasang kekasih di sisi lain pohon yang dia gunakan sebagai tempat sembunyi. Gereget banget gue anjir!
"Jiwa, hubungan keluarga aku dipertaruhkan loh. Dan kamu masih tapi tapian?"
Hooh bener juga, ngeyel banget sih si Jiwa.
"Sorry, sorry banget, Kak. Tapi beneran, gue—
"ANJIR LAH GUE NGENES BANGET! TINGGAL IYAIN AJA APA SUSAHNYA SIH?! TAPI TAPI MULU LO DARI TADI!!"
"sial." Bukan Jiwa melainkan Ocean yang mengumpat, terdengar jelas di tempat sepi seperti ini. Jantungnya berdetak kencang, bukan tanda jatuh cinta tapi karena saking kagetnya.
Jiwa menatap tajam si gadis yang melompat keluar dari balik pohon itu. Pengganggu. Heran, kenapa suka sekali ikuti Jiwa kemanapun, bahkan ini di luar sekolah. "Ngapain sih Lo?! Ganggu."
"Gak ngapa-ngapain, gue cuman ikut kakak gue yang lagi ngomong sama pacarnya." Balasnya.
"Kak, Lo bawa dia? Lo bilang cuman mau ngobrol berdua?!"
Netral kan detak jantungnya sebentar sebelum jawab pertanyaan si cowok, "aku beneran berangkat sendiri. Za, kamu ngapain ngikut?" Mata sipitnya melotot tatap si adik.
"Sorry, teh. Gue cuman penasaran kemana Lo pergi menjelang malem kayak gini. Gue khawatir kalo nanti Lo pulang malem, seenggaknya gue temenin dari jauh."
Ocean luluh. Shiloh itu jarang sweet kayak gitu. Tapi selalu tulus waktu tunjukan sikap manis nan baiknya, tidak ada pura-puranya sama sekali saat si bungsu bersikap seperti itu.
Si gadis yang lebih tua bergeser sedikit dan tepuk space kosong disampingnya, isyaratkan agar Shiloh duduk disana. Di turuti, Shiloh duduk manis dan tumpukan dagu di bahu sempit kakaknya.
"Teh, Ce." Panggilnya pelan.
"Hm?" Hanya gumaman tapi Shiloh sudah tau jika itu pertanyaan sekaligus pernyataan agar Shiloh lanjutkan hal yang ingin dibicarakan.
"Teteh nggak marah kan?"
Bagaimana bisa Ocean marah jika Shiloh selalu bersikap lucu setiap kali Ocean meninggikan nada bicaranya. Lihat saja bibirnya yang manyun, imut sekali ditambah mata bulatnya yang berbinar.
"Nggak, Za."
"Teh, kalo marah mah ya marah aja, jangan karena takut gue balik marah, teteh jadi bilang nggak terus."
"Nggak, Za. Teteh beneran gak marah." Tangannya terangkat usap pelan rambut panjang diikat milik Shiloh.
"Kalo gitu, Eza minta maaf ya, teh? Tadi udah maksa teteh begitu, malah nuduh yang nggak-nggak, Eza udah gak sopan banget tadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Khaiel: Unsent letters
General Fiction|End| Keseharian putra-putri menggemaskannya bapak Ali dan ibu Fara yang tidak selalu lancar dan datar. ------------------------------------------------- Jaehyun, Heejin, Nagyung, Chaeryeong, Yuna ------------------------------------------------- └...