|✧*。☆゚Happy Reading.*・。⊰⊹ฺ|
Bang Januar parkir kan mobilnya tepat di belakang Ayla merah bunda, masuk ke rumah setelah tutup gerbang kembali. Adik-adiknya ini di telpon terus dari tadi untuk bukakan gerbang tidak ada yang mengangkat, jadi si Abang harus lakukan itu sendiri, agak kagok sebab dari gerbang ke garasi itu sangat dekat.
Kakinya melangkah malas, inginnya tidak pulang, kesempatan emas dimana si jangkung itu bebas karena ayah ada pekerjaan di luar kota dan sudah pasti bunda ikut. Tapi titah ibu negara tidak bisa dibantah, mengharuskan bang Januar tetap pulang ke rumah untuk temani empat adiknya.
Pintu dibuka, hanya sepi yang sapa dia. Tidak ada keramaian atau bahkan orang mengobrol seperti biasanya. Berjalan lebih dalam. Rupanya disana kawan.
Ya, apa yang bisa diharapkan dari kumpulan gadis berlebih energi seperti adik-adiknya itu. Tangan si Abang terangkat, pijat pangkal hidungnya pelan. Senyumnya terpatri miris, bukan di sambut dengan baik malah kekacauan yang melambaikan tangan tanda 'senang bertemu dengan anda, tuan Januar!'
Dapur kacau. Sangat kacau!
Anetha yang sedang bermain dengan tepung dan telur dalam mangkuk besar, isinya bertebaran disekitarnya, oh lihat bibirnya juga yang terus mengoceh keluhkan ini dan itu.
Disisinya ada Vanilla dengan tablet di tangan, sepertinya sedang membuka sebuah artikel atau suatu bacaan yang kemudian di bacakan ke Anetha sebagai petugas lapangan. Tangan si tengah pun ikut menunjuk beberapa bahan.
Ada Shiloh di sebrang Vanilla. Berkutat dengan banyak buah yang sesekali dia lahap, pewarna makanan dan gula yang baru saja di buka. Agak ceroboh hingga bahan makanan berasa manis itu tumpah, habis sudah dapur bunda di serbu semut jika saja Ocean tidak cepat membersihkannya.
"Kalian lagi apa?" Mari tanyakan dengan baik-baik terlebih dahulu, jika jawabannya menjengkelkan baru bawa emosi sebagai pelengkap.
"Eh Abang, udah pulang ya?" Si bungsu menengok, pandang senang si Abang yang berkacak pinggang di pintu masuk dapur, masih lengkap dengan ransel dipunggung.
"Belum, gue masih di kampus, ini rohnya aja." Sarkas sis, si bungsu langsung mendelik sinis. Ocean di sampingnya hanya mengingatkan agar Shiloh segera fokus pada kegiatannya.
"Ce, suruh pergi si abangnya." Vanilla berbisik, sangat pelan agar orang yang akan dia usir tidak dengar. Gawat jika satu kata saja terdengar, bisa-bisa Vanilla yang akan di suruh angkat kaki dari sana.
Yang diperintah mengangguk, lalu dekati si Abang dengan segelas air putih di tangan, "Abang pasti capek ya? Ini diminum dulu." Disodorkan saat telah berdiri tepat di depan kakak laki-laki nya itu, dan tentu saja diterima dengan baik.
"Ke ruang makan yu? Abang pasti laper abis berkegiatan banyak di kampus tadi, Cece masak ayam goreng kecap buat Abang." Si bungsunya kembar itu gandeng si Abang agar mau tak mau ikut dia ke ruang makan.
Si Abang pergi, tiga lainnya kembali fokus dalam mengerjakan misi mereka hari ini; membuat kue. Ssstt, jangan sampai si Abang tau, mereka buat untuk rayakan ulang tahun si Abang hari ini.
Dadakan sekali, mana orangnya sudah lihat mereka mengacaukan dapur. Bukannya dari kemarin, mereka malah kerjakan saat 7 jam sebelum hari spesial nya bang Januar berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Khaiel: Unsent letters
Fiction générale|End| Keseharian putra-putri menggemaskannya bapak Ali dan ibu Fara yang tidak selalu lancar dan datar. ------------------------------------------------- Jaehyun, Heejin, Nagyung, Chaeryeong, Yuna ------------------------------------------------- └...