36 || Keinginan Untuk bahagia."Kak, aku izin ketemu ayah sama bunda dulu, ya?!"
Faika tersenyum dan mengangguk. sejak semalam, Alhara hanya berdiam diri didalam kamar, dan dia berfikir bahwa adik iparnya itu sedang merindukan orang tersayangnya.
"Udah izin sama Arka, dek?" Tanyanya kemudian.
Alhara berfikir sebentar sebelum mengangguk. "Udah, kak."
"Yaudah, kamu hati-hati." Ujarnya yang diangguki Alhara.
Faika tidak khawatir dengan keadaan gadis itu, karena semalam, ia juga menelfon Arka dan suami dari adik iparnya itu menjelaskan semuanya. Awalnya Faika emosi, tapi Arka meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja.
Setelah mendapat perserujuan dari kakak iparnya, Alhara segera pergi dari rumah dengan menaiki taksi online pesanannya.
....
Setibanya di pemakaman, Alhara dengan pakaian serba putih berjalan seorang diri menuju tempat terakhir orangtuanya.
Hari ini ia akan bercerita semuanya dan meminta izin untuk bercerai dari Arka.
"Assalamu'alaikum, ayah, bunda." Ucapnya setelah berjongkok diantara makan keduanya.
"Maaf, Alhara baru datang lagi."
Alhara tertunduk, ia memilin ujung jilbabnya karena merasa gugup. "Ayah. Bunda. Alhara izin untuk pisah dari kak Arka."
Mata gadis itu memerah menahan tangis, ia mencintai Arka, tapi wanita yang bersamanya waktu itu cukup membuktikan bahwa dirinya bukanlah satu-satunya.
"Lara udah cukup sakit setelah kehilangan kalian. Lara gak mau sakit hanya karena laki-laki itu."
Alhara semakin terisak.
"Alhara mau gak mau harus lepas Arka, bun. Harus."
Dug!
Alhara terduduk, tidak memperdulikan baju gamisnya kotor terkena tanah hitam kubur. "Alhara capek, yah."
"Alhara butuh sandaran, Kakak bukan anak yang kuat seperti yang bunda bilang. Lara lemah, bun!"
Lama Alhara terisak disamping pusara orangtuanya. Hingga tengah hari, ia terus mengoceh dengan air matanya. Jika beberapa waktu lalu ia berbicara dengan bahagianya, kali ini berbeda, ia berbicara dengan dukanya.
"Besok Lara bakal gugat Arka." Ucapnya sebelum pergi dari sana.
"Alhara mau bahagia. Bahagia sama orang yang tepat."
Gadis itu berdiri dari duduknya, ia menghapus jejak air mata dengan kerudung putih syar'i-nya.
"Kakak pamit, Assalamu'alaikum."
Setelah keluar dari pemakaman, ia menengadahkan wajahnya keatas, menghirup dalam-dalam udara untuk memberi ruang kelegaan didalam hatinya.
"Terima kasih atas cinta 2 tahun terakhir, atas kasih sayangnya, atas kepekaannya selama ini, dan terakhir, terima kasih atas dukanya." Monolog Alhara.
"Cukup sekian dari kesedihannya, selamat berbahagia esok hari dengan orang baru."
"Dan gue, Alhara Zeyn, meminta persetujuan dunia untuk menghapus segala rasa pada dokter muda itu. Arkana Edzar."
Alhara terus bermonolog dibawah langit siang, memberikan sedikit rasa tenang di sela kesedihannya. Setelah berbicara panjang lebar dengan orangtuanya tadi, ia merasa lebih ringan.
"ALHARA MINTA BAHAGIA YANG BARU!" Teriaknya pada langit.
Pandangannya kembali turun, menoleh kesisi jalan yang hanya ada satu dua kendaraan berlalu lalang.
Langkah membawanya keseberang jalan, menunggu salah satu transportasi umum yang akan membawanya pulang.
Sudah 15 menit menunggu, tidak ada kendaraan umum yang melintasi jalan itu.
"Apa gara-gara kuburan?" Pikirnya
Dengan langkah malas ia berjalan puluhan meter untuk keluar dari jalan pemakaman sebelum bertemu jalan utama.
"Gara-gara semuanya, gue lupa bawa HP." Kesal Alhara.
Setelah berjalan cukup lama, Alhara menemui titik terang dimana ia telah tiba dijalan utama.
Diseberang jalan sana didapatinya sebuah halte yang terbilang ramai. Sebelum menyebrang jalan, ia lebih dahulu memperhatikan kendaraan yang akan lewat.
Dengan segera Alhara berlari menuju ketengah jalan untuk sampai ditempat tujuannya.
Naas, perkiraannya salah, mobil dari arah samping justru menabraknya hingga terpental beberapa meter kesisi trotoar.
Pipp!!!
"Awas!!"
"AAAAKKH!!"
Bruk!!
Sebuah sedan berwarna merah menabrak tubuh kecil sang gadis.
Dapat Alhara dengar langkah kaki beberapa orang yang mengerumunginya begitu jatuh diatas aspal panas. Tidak lama berselang, baju yang semulanya putih berubah warna seiring banyaknya darah yang mengalir.
"Aaakkh..." Lirih Alhara saat merasakan sakit dibagian pelipis, kaki, tangan, dan...
Matanya...
Bahkan semuanya gelap setelah wajahnya terbentur sisi trotoar jalan. Ia juga tak mampu menggerakkan anggota tubuhnya.
"Astagfirullah"
"Matanya berdarah!" Pekik beberapa orang bersamaan.
"Ambulance!"
"Angkat-angkat!"
"Pake mobil saya!"
"Cepat, pak!"
"Ma-ta..." Lirih Alhara untuk kesekian kalinya.
"Bang-Ard-dhan."
Semuanya hening.
Gadis dengan manik mata coklat terang itu menutup mata. Menghilangkan rasa sakitnya untuk sementara.
Dunia tidak mengizinkannya untuk bahagia, dan dunia, sepertinya tidak ingin melihatnya sempurna seperti sediakala.
Baru beberapa saat lalu, gadis yatim piatu itu meminta keringanan, ia justru mendapat musibah yang bahkan tidak disangka-sangka.
"Permisi, beri saya jalan!" Ucap salah satu dari mereka.
"Alhara!"
Pria muda itu jongkok begitu saja disamping Alhara yang sudah bersimbah darah.
"Ma-mata..." Gumam pria itu terkejut.
Dengan segera ia melepas kemejanya, menyisakan kaos putih polos.
Ia membalut bagian mata gadis dicintainya itu dengan kemejanya sebelum darah mengalir dari bola mata yang menjadi candunya itu semakin banyak.
"Bertahan, La. Gue ada buat, Lo."
Setelahnya, ia mengangkat tubuh Alhara kedalam mobil hitam milik seorang pria paruh baya. Dia dan beberapa wanita ikut bersama kedalam mobil untuk mengantarkan sang korban ke rumah sakit. Sedangkan yang lainnya membawa sang pelaku dengan bukti dan saksi ke kantor polisi untuk ditangani lebih lanjut.
...
BINTANG⭐🙌
KAMU SEDANG MEMBACA
Lauhul Mahfuzh (END)
Fiksi RemajaHak cipta dilindungi oleh Allah SWT. Kisah cinta rumit antara dua anak manusia yang begitu saja tenggelam dalam sebuah ikatan pernikahan. Kisah yang tidak dibumbuhi oleh cinta dari salah satu pihak. Disukai oleh dua laki-laki sekaligus, tapi harus m...